kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Optimalisasi destinasi wisata lokal


Rabu, 03 April 2019 / 09:30 WIB
Optimalisasi destinasi wisata lokal


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Bagi sebagian orang, berkunjung ke tempat wisata merupakan kegiatan yang menandai libur akhir pekan atau Hari Besar Nasional. Rasanya ada yang kurang apabila waktu tersebut dilalui tanpa berlibur ke sejumlah tempat wisata. Inilah mengapa, sebelum hari libur tiba, para wisatawan genap menentukan sejumlah lokasi wisata yang akan dikunjungi bersama anggota keluarga masing-masing.

Menariknya, di antara mereka lebih suka memilih destinasi wisata yang terletak di wilayah pedalaman. Padahal secara akses tempat-tempat ini sulit dijangkau atau banyak transportasi yang langsung sampai ke tempat tujuan.

Beberapa destinasi wisata lokal menjadi incaran pengunjung lantaran jauh dari ingar-bingar dan segala bentuk kebisingan. Tempat itu justru menyajikan pemandangan eksotis dan mengagumkan, serta memuat beraneka ragam kearifan lokal.

Kecenderungan di atas mengakibatkan beberapa desa wisata di seluruh pelosok negeri segera populer di mata publik. Sebut saja Desa Sungai Nyalo (Painan, Pesisir Selatan), Desa Madobak (Siberut Selatan, Mentawai), Desa Taman Sari (Licin, Banyuwangi), Desa Pujon Kidul (Malang), Desa Seigentung (Gunungkidul), Desa Ubud (Gianyar), Desa Waturaka (Kelimutu, Ende), Desa Ponggok (Polanharjo, Klaten), Desa Teluk Meranti (Pelalawan), serta Desa Bontagula (Bontang).

Dari deretan nama desa wisata tersebut, masih ada lagi desa wisata potensial yang bisa dikembangkan. Tempat-tempat baru itu bukan tidak mungkin, bakal terkenal di masa mendatang.

Faktor pendukung

Bila kita meninjau secara mendalam, sebenarnya kehadiran destinasi wisata berbasis lokal tidak tumbuh dengan sendirinya. Di luar faktor internal, terdapat pula faktor eksternal pendukung lahirnya desa wisata, antara lain kondisi sosial dan psikologi masyarakat. Di Bali, tingginya etos kerja masyarakat setempat turut menumbuhkan desa wisata dengan karakter yang kuat.

Dalam bukunya berjudul Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata, Michel Picard (2006: 99) menyebutkan, bahwa salah satu tradisi yang bergulir pada komunitas pedesaan Bali yaitu memfokuskan diri pada upaya menciptakan produksi kerajinan tertentu. Misalnya membuat alat musik dan menatah tempayan perak, mengukir batu dan kayu, atau menyuling minyak kelapa dan tuak. Sebagian desa pengrajin tersebut berhasil menyesuaikan diri dengan pasar.

Adapun lantaran tergiur oleh kesuksesan sejumlah desa, desa-desa lainnya ikut juga mengembangkan produksi kerajinan yang diarahkan pada terpenuhinya minat wisatawan. Dalam perjalanannya, apa yang terjadi di Pulau Dewata genap memantik lahirnya lokasi wisata berkarakter, antara lain wisata budaya, wisata agraris, wisata bahari, wisata alam, wisata rimba, wisata olahraga, wisata konvensi, wisata spiritual, dan pelbagai bentuk wisata lainnya.

Dengan demikian, selain memudahkan para wisatawan memilih tempat mana yang akan mereka tuju, keberadaan lokasi wisata berkarakter juga memberikan corak tersendiri bagi pariwisata Indonesia di kancah internasional. Apalagi, dalam taraf tertentu, citra Indonesia di mata dunia bisa dilihat dari sektor pariwisata.

Berkecambahnya destinasi wisata bertaraf lokal di beberapa kawasan tentu memberikan kontribusi positif bagi orang desa. Ikon-ikon lokal yang mengundang atensi wisatawan berperan besar bagi terdongkraknya kesejahteraan di level lokal. Bagaimanapun, kehadiran desa wisata yang digerakkan oleh karang taruna, organisasi pemuda, atau aktor lokal lainnya, terbukti mampu mengatrol tingkat perekonomian masyarakat setempat.

Karena itulah, nilai-nilai yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bisa terwujud. Sebagaimana diketahui, Pasal 4 peraturan perundang-undangan ini mencantumkan bahwa termasuk tujuan pengaturan desa yaitu memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional."

Perlu terus berinovasi

Namun demikian, pesatnya desa wisata di daerah-daerah tertentu selalu menuntut perhatian lebih. Keberadaan lokasi-lokasi strategis yang menyimpan daya tarik menjadi tantangan tersendiri bagi orang desa untuk senantiasa memeliharanya. Jangan sampai masa keemasannya tergerus seiring berjalannya waktu.

Berdasarkan data di lapangan, sudah tak terhitung banyaknya lokasi wisata yang terbengkalai gara-gara kurang diperhatikan, baik oleh masyarakat setempat, pemerintah desa, maupun semua pemangku kepentingan atau stakeholder. Keindahan, keunikan, serta keistimewaan desa wisata seringkali luntur seiring dengan munculnya destinasi wisata baru. Tak heran apabila destinasi wisata yang awalnya memperoleh animo besar banyak kalangan akhirnya terpaksa mangkrak.

Atas dasar inilah, perlu adanya inovasi dalam ikhtiar mengembangkan desa wisata sesuai ciri khas masyarakat dan lingkungannya. Bagaimanapun, perkembangan zaman menuntut kreativitas orang desa dalam memaksimalkan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Bermacam tantangan harus dijawab oleh orang desa dengan memanfaatkan potensi lokal. Optimalisasi desa wisata ditempuh dengan menonjolkan kelebihan desa.

Dalam konteks ini, Andri Kurniawan dan M. Isnaini Sadali (2018: 208) merekomendasikan inovasi pengelolaan desa wisata meliputi pemasaran, promosi, revitalisasi organisasi, serta penguatan visi dan misi. Termasuk usaha mempromosikan desa wisata yaitu penyediaan paket wisata dengan mengusung tema berdasarkan potensi lokal.

Guna mewujudkan desa wisata berkualitas, seluruh elemen masyarakat mesti saling mendukung. Kerja sama pihak-pihak yang terkait menjadi keniscayaan. Sosialisasi kepada semua lapisan masyarakat dibutuhkan demi mencapai pemahaman seragam dalam memberdayakan desa serta apa yang tersimpan di dalamnya.

Yang tak kalah penting, pembentukan destinasi wisata lokal selaku badan hukum menemukan relevansinya. Langkah ini penting ditempuh terutama demi mengukuhkannya dalam ranah legal, melindungi hak konsumen, sekaligus menarik kepercayaan publik.♦

Riza Multazam Luthfy
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×