kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.919   11,00   0,07%
  • IDX 7.194   53,44   0,75%
  • KOMPAS100 1.105   10,45   0,95%
  • LQ45 877   11,00   1,27%
  • ISSI 221   0,83   0,38%
  • IDX30 448   5,50   1,24%
  • IDXHIDIV20 540   5,09   0,95%
  • IDX80 127   1,35   1,07%
  • IDXV30 134   0,22   0,17%
  • IDXQ30 149   1,57   1,07%

Pajak dan MRO pasca-Max 8 berhenti


Rabu, 10 April 2019 / 13:17 WIB
Pajak dan MRO pasca-Max 8 berhenti


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Industri pionir tidak harus langsung dengan membuat komponen pesawat. Bengkel atau servis pesawat alias Mechanical, Repairing, and Overhaul (MRO) juga penting, selain untuk devisa, juga kepentingan pengembangan industri komponen pesawat.

Kecelakaan pesawat jenis Boeing 737 Max 8 milik Ethiopian Airlines diikuti dengan pelarangan Max 8. Negara paling awal melarang Max 8 adalah The Civil Aviation Administration of China (CAAC). Pangsa pasar Boeing cukup besar, karena maskapai di China memiliki 65 Max 8. Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat (AS) dan Boeing akhirnya melarang penerbangan semua 371 pesawat seri 737 Max 8.

Pelarangan CAAC atas penerbangan dengan Max 8, bisa menjadi peluang untuk industri penerbangan China. China sejak 2016 sudah merancang pesawat Commercial Aircraft Corporation of China (Comac). Pesawat Comac 919 dirancang untuk meruntuhkan duopoli Airbus dan Boeing. Seri Comac 919 akan berebut pasar dengan seri Airbus A318, A319, A320. dan seri 737-600, 737-800, dan 737-900. Nilai investasi China untuk Comac 919 mencapai US$ 7 miliar (Rp 98 triliun).

Meski diproduksi di China, Comac masih menggunakan pasokan mesin dan peralatan dari Eropa dan Amerika Serikat, seperti General Electric (GE) dan Rolls Royce. Comac sendiri belum bisa dipasarkan di luar China, kecuali ada rekomendasi dari FAA. Tidak banyak negara pembuat pesawat jet. Di ASEAN bahkan hanya Indonesia yang membuat pesawat.

Indonesia mulai mengarah ke industri pesawat N219. Beberapa pesawat militer adalah hasil produksi dalam negeri. Tentu saja dengan banyak komponen impor, karena tidak ada di Indonesia. Tidak mungkin industri pesawat memproduksi sendiri semua komponen, karena terlalu mahal investasinya.

Produsen Indonesia yang telah menghasilkan komponen sekitar tiga pabrik yaitu PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan dua perusahaan luar negeri. PTDI selain menghasilkan pesawat dan helikopter, juga memasok komponen ke Boeing dan Airbus.

Apakah industri komponen pesawat Indonesia sudah maju? Sampai saat ini, industri pesawat di Indonesia lebih ke arah pendukung, bukan pemasok utama komponen pesawat. Yang lebih mengancam : pencetakan tiga dimensi (3 D) untuk komponen pesawat. Komponen pesawat bisa dibuat dengan bahan termoplastik melalui printer 3D.

Industri manufaktur akan berubah dari scale of economies ke arah economic of ones. Tenaga kerja akan banyak hilang, bahkan sebuah usaha rintisan atau startup Relativity Space sedang membuat mesin roket dengan printer 3D, dan hasilnya dalam 20 hari bisa menyelesaikan pembuatan mesin roket dengan kekuatan 10% roket asli pabrik.

Insentif pajak

Jika pabrik komponen pesawat di Indonesia masih harus mencari pasar, justru yang realistis adalah memfasilitasi pasar servis pesawat atau MRO. Pembatalan pesanan Max 8 akan meningkatkan utilitas pesawat sampai batas yang diperbolehkan.

Kajian Service Market Outlook (SMO) Boeing memperkirakan, nilai servis MRO pesawat, termasuk perbaikan dan suku cadang, sekitar US$ 974 miliar atau setara Rp 13.616 triliunselama 2018-2027. Untuk Asia Pasifik pada tahun 2017 saja mencapai US$ 22,24 miliar atau Rp 311 triliun.

Pasar MRO tumbuh pesat di Asia Selatan (sekitar 9%) sedangkan di China, Amerika Selatan dan Asia Tenggara sekitar 5.5%. Eropa dan Amerika Utara hanya sekitar 3%.

Pekerjaan MRO meliputi perawatan atau restorasi kelayakan pesawat termasuk sistem, komponen, dan struktur pesawat. Segmen pasar terbesar MRO atau sekitar 60% adalah perawatan mesin pesawat, gir pendaratan, sistem avionics (navigasi, komunikasi, display), dan unit pembangkit.

Pekerjaan ini memerlukan tenaga ahli bersertifikasi, bergaji mahal dalam jumlah banyak. Sangat menarik untuk penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

Selain perawatan mesin, ada peluang pekerjaan pendukung MRO, yaitu pelatihan tenaga teknik, perawatan hanggar, upgrade interior dan quality assurance dengan porsi 40%.

Menariknya, bisnis ini juga terlihat dari sisi regulasi. Peraturan Pemerintah (PP) No 69 tahun 2015 memberikan perlakuan bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor untuk impor moda aircraft dan komponen transportasi pesawat udara. Kemudahan ini guna melancarkan industri transportasi udara di Indonesia.

Selain itu, ada pula Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 150/PMK.010/2018 yang memberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan untuk industri pionir. Salah satunya : industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara. Insentif yang diberikan berupa pengurangan PPh Badan sebesar 100% untuk investasi minimal Rp 500 miliar, dan diskon PPh Badan 50% untuk investasi minimal Rp 100 miliar.

Dari sekitar 60 perusahaan MRO, baru ada tiga perusahaan layanan MRO di Indonesia, yang sudah bersertifikasi FAA dan European Audit Safety Association (EASA). Nilai pasar MRO Indonesia untuk 2017 sekitar US$ 1 miliar atau setara Rp 14 triliun. Sayangnya, pihak yang meraup pasar MRO paling besar untuk pasar Asia Tenggara adalah Singapura, kemudian Thailand, Malaysia, Filipina dan Vietnam. Indonesia masih tertinggal.

Tidak ada alasan untuk MRO Indonesia tertinggal karena insentif pembebasan PPh Badan sudah ada. Bisnis MRO bisa dikategorikan dalam aktivitas penunjang industri dirgantara. Perusahaan MRO yang baru bisa memanfaatkannya.

Bahkan, PMK No 150 tahun 2018 tetap memberi peluang pelaku industri MRO lama untuk memanfaatkan insentif PPh ini. Dengan syarat mereka harus : pertama, memenuhi ketentuan nilai modal yaitu minimal Rp 100 miliar; kedua, fasilitas industri yang digunakan bukan fasilitas bekas; dan terakhir wajib pajak harus membuat pembukuan terpisah antara entitas lama dengan entitas industri baru.

Insentif pajak untuk industri pionir sudah ada. Tinggal kepandaian pebisnis untuk memanfaatkan ceruk bisnis yang ada. Tentu dengan sertifikasi internasional agar bisa meraup bisnis ini. Jika MRO pesawat tumbuh pesat di Indonesia, maka industri komponen akan muncul dengan sendirinya di Indonesia.

Aturan dari sisi perpajakan ini bisa menarik bagi para investor sehingga cuan yang mereka peroleh bisa lebih besar.♦

Anandita Budi Suryana
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×