kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Panduan kebijakan


Jumat, 12 Oktober 2018 / 15:39 WIB
Panduan kebijakan


Reporter: Hendrika Yunapritta | Editor: Tri Adi

Bisnis financial technology atau teknologi financial (tekfin), menjadi satu agenda penting dalam Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2018 di Bali yang tengah berlangsung. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa para pembuat kebijakan di banyak negara ternyata gagal mengantisipasi fenomena yang muncul terkait perkembangan teknologi, seperti tekfin ini.

Lesetja Kganyago, Gubernur South Africa Reserve Bank dalam satu sesi pertemuan tentang tekfin bilang, "Biasanya, latar belakang pendidikan para pembuat kebijakan itu adalah pengacara dan akuntan, tapi kami membutuhkan orang yang mengerti teknologi dan data." Pernyataan Kganyago, bisa jadi, mewakili kebanyakan otoritas di dunia.

Fenomena tekfin tidak hanya marak di negara berkembang. Mark Carney, Gubernur Bank of England bilang, banyak pengusaha kecil tak kuat menanggung biaya tinggi jika minta kredit ke bank konvensional. Mereka pun lari ke tekfin.

Bahwa tekfin adalah fenomena yang mendunia, itu sudah pasti. Sampai-sampai bisnis tekfin dianggap jadi salah satu potensi bahaya dalam industri keuangan, yang dapat memicu krisis ekonomi. Ini karena pertumbuhan tekfin yang luarbiasa, sementara regulator masih kebingungan mengatur mereka.

Pertumbuhan ini, seperti dikutip Quartz.com, tergambar setidaknya di Amerika Serikat. Kredit yang diberikan, dari tekfin, berkisar US$120 miliar tahun ini, naik dari US$72 miliar sepuluh tahun lalu, kala negara mereka terpapar krisis keuangan. Ingat, ini pinjaman tanpa jaminan.

Tapi, di China sedang berlangsung ambruknya peer-to-peer lending yang merugikan banyak orang.

Di Indonesia, industri tekfin juga berkembang. Kendati beberapa kali kita dengar OJK mencabut ijin tekfin karena pelanggaran, toh masyarakat makin familiar dengan bisnis ini. Kalau awalnya terkesan jadi pesaing bank dan lembaga pembiayaan, belakangan tekfin dirangkul. Bulan lalu, Bank Indonesia memprediksi bahwa pembiayaan digital lewat tekfin dapat menyumbang 2,5% pertumbuhan kredit negara kita.

Agar bisnis tekfin bisa sejalan dan tidak menimbulkan kerugian, tentu harus diatur. Maka, IMF dan World Bank mengeluarkan panduan kebijakan bagi negara-negara supaya dapat mengatur bisnis baru ini. Salah satu poinnya memanfaatkan janji tekfin dalam penetrasi mereka yang lebih luas ke masyarakat, termasuk pembayaran antar negara.

Tentu saja, di luar itu, perlindungan bagi investor dan konsumen harus tetap diutamakan.•

Hendrika Yunapritta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×