kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pangan impor


Rabu, 08 Agustus 2018 / 13:18 WIB
Pangan impor


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Tri Adi

Ibarat tengah bermain catur, Amerika Serikat (AS) tengah memainkan bidak-bidaknya dalam perang dagang. Tak hanya dengan China, AS juga tengah memainkan strategi dengan banyak negara, tak terkecuali dengan Indonesia.

Tak cuma 'memainkan' negosiasi dagang lewat pemberian fasilitas pemotongan bea masuk (generalized system of preferences) atas produk ekspor asal Indonesia, AS juga mengatur bidak lain lewat Organisasi Perdagangan Dunia alias World Trade Organizatin(WTO).

AS minta agar wasit perdagangan dunia itu menjatuhkan sanksi ke Indonesia lantaran tak mengindahkan putusan WTO yang memenangkan AS atas larangan impor produkl hortikultura di banding 2017.

AS minta WTO mengenakan sanksi kepada Indonesia sebesar US$ 350 juta atau Rp 5,04 triliun (US$ 1=Rp 14.400) untuk tahun 2017. Nilai tersebut sebagai ganti rugi dari dampak yang timbul akibat kebijakan Indonesia yang mengindahkan putusan WTO itu. Nilai ini akan bertambah, seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia, bila restriksi ini masih akan berlangsung.

Meski nilai ini tak besar, permohonan sanksi AS ini layak dicermati. Pasalnya, ini bisa menjadi pemacu bagi negara-negara lain untuk maju ke wasit dagang dunia itu. Apalagi, jika mereka merasa barang-barangnya sulit masuk ke Indonesia lantaran ada restriksi yang bisa dibuktikan kelak di sidang WTO.

Pemerintah harus bergegas menyelesaikan permohonan sanksi AS di WTO ini. Apalagi, ini seiring dengan upaya pemerintah kita menggaruk dollar AS untuk memperkuat cadangan devisa sekaligus memperbaiki neraca dagang.

Menjadi kian gawat bila tuntutan kemudian meluas dengan minta Indonesia membuka keran impor lebarlagi. Ini bisa mebuat produk-produk impor hortikultura banjir lagi. Padahal, upaya membatasi impor produk-produk hortikultura impor berhasil membuat eksistensi buah lokal di pasar.

Namun, harus diakui pasar pangan kita penuh barang-barang impor. Mulai dari garam, gula, beras, bawang, hingga daging. Merujuk data Badan Pusat Statistik, nilai impor barang konsumsi JanuariJuni 2018 mencapai US$8,18 miliar, naik 21,64% secara year on year (yoy). Dan, komoditas pangan masih menjadi penyumbang terbesar atas kenaikan impor barang konsumsi itu.

Tanpa ada negosiasi serius, kita bisa benar-benar terjajah oleh pangan impor. Kalau sudah begitu, upaya menggaruk dollar semakin jauh dari kenyataan.•

Titis Nurdiana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×