| Editor: Tri Adi
Sampai Agustus 2017, konsumsi semen domestik sudah 41,1 juta ton, tumbuh 5,7% dibanding periode sama tahun 2016. Perkembangan positif ini membawa angin segar pada industri semen. Mengingat tahun 2016 konsumsi semen mengalami kontraksi 0,6%. Akhir tahun diperkirakan konsumsi semen tumbuh maksimal 4% dan kuantitas semen terserap 64 juta ton.
Perkembangan tersebut tetap dibayangi kapasitas terpasang pabrik semen melebihi konsumsi. Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia, pada 2017 diperkirakan kapasitas semen sudah 107,9 juta ton atau hampir dua kali lipat kebutuhan domestik.
Ternyata Indonesia menyamai kapasitas semen di Amerika (108 juta ton) yang sebelumnya merupakan produsen semen terbesar ketiga di dunia (2014). Apabila konsumsi semen hanya tumbuh rata-rata 4% per tahun dengan asumsi tak ada lagi penambahan kapasitas, baru tahun 2030 konsumsi menyusul kapasitas terpasang domestik. Ini masalah bagi produsen semen.
Besarnya kapasitas terpasang karena investasi besar semen didorong booming properti tahun 2009-2012. Pertumbuhan penjualan properti membuat penjualan semen tumbuh dobel digit. Penjualan semen tertinggi mencapai 17,7% yoy di 2011. Karena pendirian pabrik membutuhkan waktu, investasi pembangunan pabrik baru terlihat tahun-tahun belakangan ini.
Sayang, saat penambahan kapasitas itu selesai, penjualan properti tidak secerah 5 tahun-6 tahun lalu. Pembangunan infrastruktur juga tidak dapat mendorong penjualan semen. Porsi penjualan semen untuk sektor yang marak tersebut hanya sekitar 20%.
Salah satu strategi menyalurkan kelebihan kapasitas terpasang adalah melirik pasar global. Berdasarkan data ekspor impor semen global tahun 2016, negara importir semen terbesar di dunia adalah AS (13,5 juta ton), Bangladesh (9,4 juta ton), Filipina (6,4 juta ton), Oman (5,7 juta ton), Singapura (5,1 juta ton), Aljazair (4,8 juta ton), Ghana (4,5 juta ton), Kuwait (4 juta ton), Australia (3,8 juta ton) dan Prancis (3,6 juta ton). Di antara 10 negara importir semen terbesar itu, tiga di Asia dan bisa menjadi sasaran empuk ekspor semen dari Indonesia.
Ternyata, hanya Bangladesh dan Australia yang sudah digarap Indonesia, dengan share masing-masing 21,5% dan 17%. Dua negara dominan lain, Sri Lanka dan Timor Leste, share 18,9% dan 10,4%. Yang menarik, Australia sebagai tujuan ekspor semen terbesar Indonesia. Bahkan pada 2016 Australia menempati urutan pertama ekspor mengungguli Bangladesh dengan share ekspor 27%. Di pasar impor semen Australia, Indonesia juga ternyata tiga besar negara pengekspor terbesar semen. Dua kompetitor lain adalah Jepang dan Cina.
Mengapa Indonesia tidak begitu berperan dalam pasar semen Filipina dan Singapura, yang notabene sangat dekat. Jawabannya terletak pada persaingan dengan eksportir lain di Asia, yaitu Jepang, Vietnam dan Cina. Jepang unggul karena terdepresiasinya yen, sehingga membuka peluang ekspor meningkat, harga murah.
Mereka menguasai pasar ke Singapura untuk memenuhi permintaan semen pembangunan subway dan pelabuhan udara. Selain itu kualitas semen Jepang menjadi jaminan mutu, jadi diminati.
Sedangkan semen Vietnam unggul karena tenaga kerja relatif murah, sehingga ongkos produksi murah. Tidak mengherankan Semen Indonesia melalui semen Thang Long memotong rantai jarak dengan pabrik di Vietnam. Vietnam adalah pengekspor utama ke Bangladesh dan Filipina.
Namun, pesaing paling tangguh adalah China. Sebagai produsen semen terbesar di dunia dengan kapasitas produksi 2,5 miliar ton membuat produksi semen mereka menjadi jauh lebih murah. Pada Agustus saja harga semen China sebesar US$ 50,5 per ton, sedangkan Indonesia apabila kita mengambil harga termurah masih US$ 93 per ton.
Terlebih, dalam beberapa tahun kebelakang perekonomian Tiongkok melambat yang berakibat permintaan semen juga melambat. Dengan kapasitas yang sangat besar dan permintaan menurun, China mengekspor kelebihan produksi dengan harga sangat murah.
Untuk meningkatkan pasar ekspor semen ke Asia, efisiensi produksi sangat penting. Kelebihan produksi China tentu menekan harga semen di Asia. Memotong berbagai ongkos produksi menjadi kunci bersaing. Strategi lain adalah PT Semen Indonesia, mengakuisisi atau membangun pabrik mendekati para importir semen terbesar di Asia. Bukan tidak mungkin ekspor semen ke negara di luar Asia menjadi pilihan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News