kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penjualan menurun, premium mengalah


Senin, 30 April 2018 / 17:36 WIB
Penjualan menurun, premium mengalah


Reporter: Lamgiat Siringoringo | Editor: Mesti Sinaga

Premium jadi barang “langka” sekarang. Badan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyebutkan, terjadi kekurangan pasokan Premium.

Keluhan masyarakat soal sulitnya memperoleh Premium sampai ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sejurus kemudian, Jokowi langsung memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan untuk menjaga keamanan pasokan Premium di seluruh penjuru negeri.

Untuk itu, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Harga Bahan Bakar Minyak.

Isinya, Premium sebagai BBM Khusus Penugasan tidak saja berlaku di luar Jawa, Madura, dan Bali, tapi seluruh Indonesia.

Itu berarti, seluruh SPBU wajib menjual Premium. Soalnya, dua tahun terakhir, jumlah pom bensin yang tidak lagi melego BBM RON 88 itu terus bertambah, terutama di wilayah Jawa, Madura, dan Bali.

Benarkah Premium “langka”? Kenapa banyak SPBU yang tidak lagi menjual Premium? Bagaimana tanggapan pemilik SPBU terhadap kebijakan baru pemerintah terkait Premium?

Sekretaris Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Wilayah III Syarif Hidayat membeberkannya kepada  wartawan Tabloid KONTAN Lamgiat Siringoringo, Kamis (12/4) lalu. Berikut nukilannya:

KONTAN: Belakangan, Premium langka di sejumlah daerah di luar Jawa dan Bali. Apa yang sebenarnya terjadi?
SYARIF:
Yang terjadi sebenarnya bukan kelangkaan Premium. Tapi, yang membuat sempat ramai karena banyak SPBU yang sudah tidak menjual Premium lagi.

Premium dihilangkan, diganti dengan Pertalite. Kalau di Jawa, Madura, dan Bali, Premium sifatnya bahan bakar umum karena bukan lagi masuk penugasan dari pemerintah. Kecuali Solar yang masih bersifat penugasan. Kalau Premium sifatnya wajib dan harus ada hanya untuk wilayah di luar Jawa, Bali, dan Madura. Tapi, Premium harganya masih ditentukan oleh pemerintah.

KONTAN: Jadi, tidak ada kericuhan karena kelangkaan Premium di daerah?
SYARIF:
Saya belum mendengar ada kericuhan di daerah. Karena memang, tidak ada kelangkaan. Di Jakarta pun tidak ada keluhan yang besar.

Kemarin memang, setelah harga Pertalite naik, mungkin saja ada yang balik lagi ke Premium. Tetapi, karena ada SPBU yang tidak lagi menjual Premium, maka dibilang langka.

KONTAN: Termasuk, tidak ada masalah pasokan Premium dari Pertamina?
SYARIF:
Stok dari Pertamina tidak ada masalah. Malah, tahun ini kuota Premium yang diberikan pemerintah kepada Pertamina mencapai 7,5 juta kiloliter (kl).

Angka ini, kan, lebih besar daripada yang diajukan Pertamina sekitar 4 juta kl. Cuma, jumlah tersebut lebih kecil dibanding kuota Premium tahun lalu yang sebanyak 12,5 juta kl.

Pertimbangannya, kan, realisasi penyerapan Premium tahun 2017 hanya 5 juta kl. Bicara kuota, untuk tahun ini, hingga kini yang baru terpakai cuma 2,4 kl. Jadi sebenarnya, tidak ada masalah dari stok. Justru permintaan dari SPBU yang turun. Artinya, permintaan dari konsumen turun juga.

KONTAN: Itu sebabnya, banyak SPBU yang tidak lagi menjual Premium, termasuk di luar Jawa dan Bali walau masih penugasan?
SYARIF:
Jadi begini, semenjak Pertalite diluncurkan tahun 2015 lalu, ternyata respons masyarakat terhadap bensin jenis ini cukup baik. Sebab, kualitasnya memang lebih baik dibandingkan dengan Premium.

Sehingga, saat itu banyak pengusaha SPBU yang sudah menjual Pertalite dan penjualan Premiumnya turun. Ini diikuti oleh pengusaha lain.

Kondisi itu semakin diperkuat dengan kemampuan pengusaha SBPU yang ternyata memang terbatas. Jumlah tangki penyimpanan mereka terbatas.

Mungkin cuma empat tangki saja. Nah, di saat mereka ingin berjualan Pertalite yang menjadi produk baru, maka harus ada produk lama yang dikalahkan.

Keputusannya adalah, Premium yang mengalah yang juga tren penjualannya mulai menurun pasca Pertalite diluncurkan. Kondisi inilah yang terjadi.

KONTAN: Bukannya karena margin Pertalite lebih tinggi, ya, makanya lebih senang menjual produk ini?
SYARIF:
Iya, memang margin harga Pertalite menjadi satu faktor. Tetapi, itu tidak menjadi satu-satunya alasan. Teman-teman pengusaha SPBU juga mengatakan, karena animo masyarakat terhadap Pertalite besar. Kami, kan, melihat kebutuhan konsumen maunya apa.

KONTAN: Jadi memang, karena hitungan permintaan dan penawaran saja?
SYARIF:
Iya, memang karena bisnis. Margin sebenarnya hanya sebagian kecil. Tapi yang utama, lantaran permintaan Pertalite yang lebih tinggi.

Selain itu, sekarang jauh lebih banyak yang menjual Pertalite karena untuk Jawa, Madura, dan Balu, Premium sudah tidak lagi menjadi penugasan.

KONTAN: Berapa besar, sih, perbedaan margin antara Premium dengan Pertalite?
SYARIF:
Margin Premium sebesar Rp 270 per liter, sementara Pertalite sekitar Rp 325 sampai Rp 350 per liter. Sebenarnya, angka itu tidak terlalu jauh. Kalau memang diwajibkan menjual Premium, ya, silakan saja.

Tapi, kalau diwajibkan untuk menjual seluruh jenis produk, ya, agak sulit karena keterbatasan tangki penyimpanan. Tapi, kan, kalau menambah tangki penyimpanan menjadi terlalu banyak stok.

KONTAN: Tapi, apakah ada arahan dari Pertamina untuk pengusaha SPBU supaya lebih banyak menjual Pertalite ketimbang Premium?
SYARIF:
Tidak ada arahan seperti itu. Ini memang benar hitungan bisnis dari kami. Mekanismenya, masing-masing dari pengusaha SPBU. Pertamina, kan, tidak bisa memaksakan semua produk harus dijual atau sebaliknya.

Jadi, hitungan bisnisnya, kami mempunyai keterbatasan jumlah tangki penyimpanan juga, lo. Sehingga, tidak semua akan kami ambil. Pilihannya tetap ada di SPBU, Pertamina tinggal mengikuti.
KONTAN: Saat ini, berapa persen penjualan Premium dari total bahan bakar?
SYARIF:
Premium tinggal 16% hingga 20% dari total seluruh produk bahan bakar. Sekarang memang, yang lebih tinggi adalah penjualan Pertalite.

KONTAN: Cuma, pemerintah ingin merevisi aturan main penjualan Premium di Jawa dan Bali, dari sebelumnya tidak wajib jadi wajib. Tanggapan pelaku usaha?
SYARIF:
Selama ini, dari Pertamina memang tidak ada kewajiban menjual Premium di wilayah Jawa, Madura, dan Bali. Keputusan ini mengacu pada peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Tapi, jika aturan itu direvisi, kami sebagai perpanjangan tangan dari Pertamina, ya harus mengikuti.

Hanya, dari sisi pengusaha SPBU yang sering berkomunikasi dengan masyarakat, publik sebenarnya sudah cukup puas dengan kehadiran Pertalite. Di lapangan, saya sering menanyakan, mengapa memakai Pertalite.

Jawaban mereka, karena kualitasnya lebih baik dengan selisih harga yang tidak terlalu tinggi. Jadi kalau sekarang Premium diwajibkan, menurut saya, ini sayang sekali.

Padahal, pemerintah ingin menjadikan bahan bakar ke standar Euro 4. Di dunia bahkan sudah ke Euro 6, Indonesia ketinggalan jauh.

Nah, mengapa tidak sekarang terus didorong untuk pemakaian Euro 4. Memang, kalau bicara untuk seluruh Indonesia, itu sulit, paling tidak dimulai di Jawa dan Bali. Kalau Premium diwajibkan kembali, kan, sayang saja.

Tapi kembali lagi, ini keputusan pemerintah yang memang ada pertimbangan-pertimbangan khusus. Cuma dari sisi pasar, itu sangat sayang, Indonesia sudah mulai beralih ke BBM yang kualitasnya lebih baik.

Kalau kita flash back yang direkomendasikan Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, RON 88 mau dihapuskan, impornya mau distop.

KONTAN: Itu berarti, pengusaha SPBU setuju kalau Premium dihapuskan?
SYARIF: Kami sebenarnya tidak setuju Premium dihapuskan sama sekali. Soalnya, ada angkutan umum dan kendaraan lain yang masih memakai Premium.

Kalau menurut saya, biarkan saja sekarang SPBU memilih menjual produk apa. Kebijakannya lebih mengarah ke kewajiban penjualan di daerah-daerah yang memang masih membutuhkan Premium. Misalnya di daerah tertentu atau daerah yang dekat dengan terminal angkutan umum.

Daripada seluruh SPBU diwajibkan menjual Premium, karena keterbatasan tangki penyimpanan maka Pertalite yang nanti akan mengalah. Malahan, masyarakat gantian mengeluhkan Pertalite langka. Sebab, banyak, lo, yang mengaku dengan pakai Pertalite, tarikan kendaraan jadi lebih oke.

KONTAN: Memangnya, berat, ya buat pengusaha untuk menambah tangki lagi?
SYARIF:
Kalau menambah tangki penyimpanan, butuh banyak pertimbangan. Artinya, menambah investasi yang jumlahnya tidak sedikit, lalu harus mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) yang memakan waktu lama. Selain itu, modal kerja juga bertambah karena stok akan bertambah.

KONTAN: Selama ini, standar empat tangki penyimpanan untuk produk apa saja?
SYARIF:
Sebelum ada Pertalite, maka diisi Premium, Pertamax, Pertamax Turbo, dan Solar. Sekarang ada Pertalite, maka salah satu harus mengalah.

Dalam hitungan kami, yang mengalah Premium. Makanya, kalau nanti penjualan Premium diwajibkan, produk mana yang harus mengalah, ini harus kami pikirkan lagi.       

◆ Biodata

Riwayat pendidikan:
■     SMA Mardi Yuana,  Sukabumi
■     Politeknik Mekanik Swiss Institut Teknologi Bandung

Riwayat pekerjaan:
■     Pegawai PT Mazda Indonesia Manufacturing  
■     Pegawai PT Access Matsushita Mitra Indonesia  
■     Pegawai PT Reprindo Prasidha
■     Ketua Departemen SPBU Hiswana Migas  
■     Wakil Sekretaris Hiswana Migas Wilayah III  
■     Sekretaris Hiswana Migas Wilayah III                                             
■     Ketua Hiswana Migas DKI Jakarta            

** Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi  9 April - 15 April 2018. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Penjualan Menurun, Premium Mengalah"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×