| Editor: Tri Adi
Siklus penyerapan anggaran pemerintah pusat maupun daerah masih belum berubah yakni selalu menumpuk di akhir-akhir tahun. Sebab, sampai kuartal III 2017 lalu, penyerapan anggaran masih jauh dari target. Tak ada waktu lagi selain menggeber penggunaan anggaran mendekati pengujung tahun.
Maka bisa kita saksikan di sejumlah daerah aneka rupa program dan proyek dikebut habis-habisan menjelang tutup tahun. Mulai dari proyek perbaikan jalan, penggalian selokan, ganti pembatas jalan, ganti trotoar dan proyek-proyek lain. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk menghabiskan sisa anggaran yang belum digunakan.
Itu sebabnya, penyerapan anggaran pemerintah pusat maupun daerah tak pernah maksimal. Tahun ini, sebagai contoh, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memperkirakan realisasi penyerapan belanja negara akan di bawah 95% atau sekitar 94%-95%. Angka itu lebih rendah dari target 98%.
Sebagai gambaran, masih merujuk data Kementerian Keuangan, penyerapan belanja modal negara hingga 30 September 2017 baru mencapai Rp 90 triliun. Jumlah itu setara 43% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) yang senilai Rp 206,2 triliun. Ini berarti sisa 57% belanja modal harus dibelanjakan di tiga bulan terakhir tahun ini.
Tentu sulit mengharapkan belanja pemerintah menjadi alat stimulus ekonomi kalau sebagian besar pemakaian anggaran menumpuk di akhir tahun. Padahal, APBN merupakan instrumen fiskal yang seharusnya bisa menjadi perangsang kegiatan ekonomi.
Itu sebabnya kontribusi belanja pemerintah dalam pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) masih rendah. Di kuartal III 2017 lalu, pertumbuhan ekonomi tercatat 5,06%. Dari sejumlah komponen PDB, pertumbuhan belanja pemerintah paling kecil.
Paling tinggi ekspor yang tumbuh 17,27%, menyusul investasi langsung dengan pertumbuhan 7,11%. Kemudian konsumsi rumah rangga tumbuh 4,93%. Sedangkan konsumsi atau belanja pemerintah paling rendah pertumbuhannya yaitu 3,46%.
Jika pola penyerapan anggaran pemerintah terbiasa menumpuk di akhir tahun tentu tidak produktif bagi perekonomian. Sebab, mustahil bisa memaksimalkan penggunaan anggaran dalam tempo mepet.
Padahal belanja pemerintah mestinya bisa menjadi lokomotif pendorong pertumbuhan ekonomi. Terlebih pada saat kondisi ekonomi lesu seperti saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News