kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45915,11   -8,38   -0.91%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perang bisnis


Kamis, 13 Desember 2018 / 16:42 WIB
Perang bisnis


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Tri Adi

Persaingan usaha menjadi isu santer dunia. Pencentusnya: siapa lagi kalau bukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump! Orang nomor satu di negara Uwak Sam ini ingin perdagangan seimbang AS dengan Tiongkok.

Isu ini terus melebar ke segala penjuru. Tak hanya berkutat di dua negara tersebut, tapi negara-negara lain juga mulai menyuarakan persaingan usaha. Uni Eropa, Australia antara lain. Tak hanya Uni Eropa, komisi persaingan usaha di negara Kangguru juga meminta adanya pengawasan ketat dan usulan pembentukan badan baru untuk memeriksa dominasi bisnis raksasa teknologi seperti Facebook dan Google di pasar iklan serta penyebaran berita online di negara tersebut.

Yang juga seru persaingan usaha antara Huawei dengan Apple. Melesatnya penjualan produsen ponsel pintar (smartphone) asal Tiongkok menggeser posisi produsen Iphone asal AS menjadi nomor dua, berdasarkan pengapalan ponsel kuartalan yang dicatat oleh Internasional Data Corporation, Counterpoint Research, IHS Markit, dan Canalys.

Tak sekadar menggeser Apple, penjualan Huawei juga mampu menggerogoti pasar produsen smartphone nomor wahid asal Korea, Samsung.

Buntut persaingan bisnis ini menjadikan Uncle Trump makin panas. Ditengarai, aksi penangkapan para petinggi Huawei juga tak lepas dari keinginan Trump agar Tiongkok benar-benar mengendurkan dominasinya di aneka bisnis, khususnya dengan AS.

Efek perang dua negara dengan kekuatan ekonomi besar mengguncang ekonomi dunia. Meski banyak pemimpin negara di duania sadar, termasuk Trum dan Xi Jinping, tak ada yang menang dalam perang dagang, toh mereka masih bergeming dengan sikapnya. Penyusunan peta dagang paling telat kelar 1 Maret diharapkan bisa menjadi ending perang tersebut.

Bagi negara emerging market,termasuk Indonesia, persaingan usaha dua negara itu membawa efek positif sekaligus negatif. Bagi pebisnis, ini bisa menjadi pelung positif jika kecipratan order pembuatan barang-barang dari dua negara atau salah satu negera itu. Menjadi negatif jika terjadi serbuan barang-barang impor dari dua negara itu.

Efeknya ke bisnis belum kentara benar. Yang justru tampak di performa rupiah. Dampak perang akibat persaingan usaha, ketidakpastian pemulihan ekonomi global makin panjang. Dengan tensi perang yang masih tinggi, sulit bagi rupiah benar-benar tegak sesuai fundamental.

Titis Nurdiana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×