Sumber: Harian KONTAN | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - Isu mengenai BPJS Kesehatan terus menjadi pembahasan hangat yang tak ada habisnya. Kali ini, masalah yang tengah viral adalah poster BPJS Kesehatan mengenai penerapan sanksi administratif bagi warga Indonesia yang belum mendaftar sebagai peserta program ini setelah 1 Januari 2019.
Dalam poster tersebut tertera, penduduk yang belum mendaftar terkena sanksi administratif. Yakni berupa pencabutan layanan publik tertentu yang meliputi IMB, SIM, sertifikat tanah, paspor, dan STNK.
Banyak mempertanyakan kebenaran atas informasi ini. BPJS Kesehatan sudah mengklarifikasi, pihaknya tidak mengeluarkan poster tersebut. Namun, informasi soal sanksi benar, sesuai Perpres No. 82 tahun 2018.
Nah, penerapan sanksi ini dilatarbelakangi besarnya defisit BPJS Kesehatan setiap tahun.
Mengutip data KONTAN, per akhir Oktober 2018 defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 7,95 triliun. Dari nilai tersebut, peserta paling besar menyumbang defisit adalah pekerja bukan penerima upah (PBPU/informal).
Dana iuran segmen ini hanya Rp 6,51 triliun. Sebaliknya, beban yang timbul Rp 20,34 triliun. Artinya, defisit dari pekerja informal ini mencapai Rp 13,38 triliun. Defisit lain dari peserta bukan pekerja Rp 4,39 triliun dan pekerja penerima upah Rp 1,44 triliun. Sebaliknya, segmen penerima bantuan iuran malah surplus Rp 3,21 triliun. Itu sebabnya, penerapan sanksi administratif dinilai efektif mendorong para peserta melunasi tunggakan.
Masalah defisit lembaga kesehatan ini memang cukup pelik dan harus segera diselesaikan. Menurut saya, tidak ada yang salah dengan rencana BPJS Kesehatan untuk menerapkan sanksi administratif. Kendati begitu, ada beberapa catatan yang harus diperhatikan.
Pertama, BPJS Kesehatan harus melakukan introspeksi diri mengapa masyarakat malas membayar iuran. Sebab, hal ini dapat diartikan masyarakat belum merasakan betul manfaat BPJS Kesehatan.
Kedua, layanan yang diberikan kepada masyarakat belum maksimal. Keluhan yang kerap mampir di telinga saya adalah pelayanan BPJS Kesehatan lama dan bertele-tele.
Untuk berobat di Puskesmas, misalnya, membutuhkan waktu seharian penuh mulai dari antre dokter hingga pengambilan obat.
Dua hal menurut saya saling berkaitan terhadap citra BPJS Kesehatan di mata masyarakat. Jika layanan sudah diperbaiki, tentu manfaatnya akan sangat terasa di masyarakat. Ujung-ujungnya, masyarakat tak akan ragu untuk membayar iuran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News