kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Perdebatan pembentukan pengawas KPK


Senin, 05 Februari 2018 / 14:09 WIB
Perdebatan pembentukan pengawas KPK


| Editor: Tri Adi

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK memang perlu diawasi. Tapi dengan tanpa sadar, selama ini pengawasan terhadap KPK sudah berlangsung dengan sendirinya. Pengawas internal lembaga tersebut tidak perlu dipertanyakan lagi, karena tentulah ada pengawas internalnya sendiri. Lantas ada pula Penasihat KPK.

Laporan keuangannya secara teratur diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedang untuk memilih pimpinan KPK dibentuk Panitia Seleksi atau Pansel, dan terakhir dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kalau pengawasan KPK masih dirasa kurang, tinggal bagaimana meningkatkan bentuk pengawasannya.  

Munculnya usulan pembentukan lembaga Pengawas KPK mengingatkan saya tatkala membahas RUU Badan Pengawas Keuangan (BPK) beberapa tahun lalu. Beberapa fraksi mengusulkan agar dibentuk Pengawas BPK. Ketika saya sebagai anggota BPK di undang Badan Legislasi DPR yang membahas RUU BPK tersebut, kepada para pihak pengusul rancangan tersebut, saya mengajukan pertanyaan sederhana begini di bawah ini.     

Yang mengawasi Pengawas BPK itu siapa? Apa kelak dibentuk pula lembaga pengawas terhadap Pengawas BPK? Demikian seterusnya, perlunya dibentuk pengawas atas Pengawas Pengawas BPK dimaksud. Kalau sudah begitu, sampai ke ujung langit, takkan ada batasnya.      

Nah, persoalan sesungguhnya adalah bagaimana melaksanakan penyelenggaraan negara dengan baik. Apabila hal ini berjalan, maka dengan sendirinya terjadi sebuah sistem yang saling mengawasi. BPK melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Termasuk keuangan DPR dan lembaga lembaga negara lainnya.

Hasil pemeriksaan BPK itu diserahkan kepada DPR/DPD untuk ditindaklanjuti (lihat bunyi Pasal 23 E ayat (2) UUD 1945). Disamping itu, hasil pemeriksaan tersebut juga diserahkan kepada Presiden/Gubernur/Bupati dan Walikota. Tujuannya adalah untuk melakukan perbaikan didalam pengelolaan keuangan negara. Sedang hasil pemeriksaan yang berindikasi kerugian negara (tindak pidana) diserahkan kepada penegak hukum.

Pengawasan atas pelaksanaan tugas BPK itu sudah berlangsung sejak awal. Yakni saat di hasil pemeriksaan itu dicantumkan tanggapan yang diperiksa (auditi). Catatan ini umum dikenal dengan manajemen letter.

Lantas pengawasan berikutnya, berlangsung disetiap lembaga yang diserahi hasil pemeriksaan BPK. DPR dan DPD lebih lanjut perlu mempelajari hasil pemeriksaan itu. Dalam mempelajari hasil pemeriksaan tersebut otomatis akan terjadi proses pengawasan. Apalagi kemudian akan digunakan sebagai bahan utama didalam mengawasi jalannya pemerintahan negara.

Langkah seperti itu terjadi dilingkup pemerintahan (melalui Presiden/Gubernur/Bupati dan Walikota). Artinya langkah pengawasan atas hasil pemeriksaan BPK ( yang menjadi perwakilan lembaga BPK) dengan sendirinya akan berlangsung di setiap langkah pelaksanaan tugas-tugas BPK. Penyimpangan bisa dikoreksi oleh DPR/DPD, pemerintah, dan penegak hukum. Contoh nyata, apa yang terjadi, kini,  diproses peradilan, yang menyangkut suap terhadap para auditor BPK.

Kehilangan logika

Demikian juga halnya dengan pengawasan lembaga BPK. Keuangan KPK setiap tahun diperiksa oleh BPK. Setiap kali hasil pemeriksaan itu diserahkan kepada DPR dan DPD. Juga kepada Presiden dan lembaga yang bersangkutan (KPK) sendiri.

Dalam hubungan ini, DPR bisa saja mengundang KPK. Yang menyangkut laporan keuangannya, dimulai dari hasil pemeriksaan BPK. Sedang tentang pelaksanaan tugas KPK secara menyeluruh, DPR juga selalu melakukan rapat kerja (raker) dengan KPK.

Demikian juga halnya dengan unsur pemerintah lainnya, selalu memiliki keterkaitan dengan KPK. Katakanlah misalnya dengan Kementerian Keuangan (Kemkeu), yang setiap tahun menyusun anggaran untuk KPK. Atau lembaga peradilan, misalnya Mahkamah Konstitusi (MK), yang acapkali menyidangkan hal hal yang terkait dengan KPK.

Semua itu merupakan langkah pengawasan. Asalkan penyelenggaraan negara berjalan dengan baik. Persoalannya terasa menjadi janggal, ketika penyelenggaraan negara tidak berjalan dengan baik. Yakni penyelenggaraan negara sebagaimana yang dirumuskan di UUD 1945. Adakah DPR telah menjalankan tugasnya dengan baik?.  Di dalam Pasal 3 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK ditegaskan bila KPK adalah lembaga negara.

Padahal berdasar Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, lembaga negara itu adalah lembaga yang kewenangannya diatur melalui UUD 1945. Dan lembaga negara ini adalah DPR,DPD,MPR, Presiden, MA, MK, KY dan BPK. Sedang KPK diatur melalui Undang Undang.

Hal kecil itu saja menunjukkan jika DPR sendiri tidak mendasarkan UU pada UUD 1945. Demikian pula halnya dalam menjalankan tugas-tugasnya. Termasuk tugas-tugas yang utama, baik dibidang pembentukan Undang Undang (legislasi), penganggaran (budget) dan pengawasan atas jalannya pemerintahan negara (kontrol) belum dijalankan sepenuhnya. Bahkan tidak menujukkan kemajuan yang berarti. Dalam berbagai kasus hukum yang terjadi, anggota DPR justru banyak tersangkut masalah keuangan negara.

Demikian pula halnya dengan DPD, yang tidak jelas kinerjanya. Yang menonjol justru persoalan pimpinan dan tuntutan akan penguatan lembaga DPD melalui perubahan UUD 1945.  

Akibatnya citra DPR dan DPD tidak begitu baik dikalangan masyarakat. Ketika dibentuk Angket KPK, DPR malah bingung sendiri. Terutama karena munculnya ketidaksimpatikan dari sebagian masyarakat. Terutama yang disalurkan melalui pers.

Maka, muncullah usulan perlunya pembentukan lembaga pengawas badan anti rausah tersebut. Padahal hal ini sepenuhnya berada di tangan DPR. Bahkan DPR yang menetapkan anggaran KPK. Bahkan DPR yang memilih pimpinan KPK. Bukankah itu merupakan hal yang aneh?

Sebab bila nantinya dibentuk lembaga pengawas KPK, lantas siapa pula yang mengawasi Pengawas KPK itu? Jika jawabnya yang mengawasi Pengawas KPK itu adalah para wakil rakyat (DPR), kenapa tidak dibentuk lembaga Pengawas DPR? Negeri ini memang telah kehilangan logika.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×