kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perempuan pengusaha naik kelas


Senin, 15 Oktober 2018 / 14:23 WIB
Perempuan pengusaha naik kelas


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Ibu Yulia asyik memainkan telepon genggam sembari menunggu anaknya pulang sekolah di sebuah SD Negeri di daerah Bantul. Dia begitu serius memandangi telepon genggamnya sembari sesekali melihat catatan di depannya. Beberapa menit kemudian, Yulia meletakkan teleponnya dan senyum lebar menghiasi wajahnya. Apa yang telah terjadi?

Ternyata Yulia baru saja menyelesaikan transaksi online dengan salah satu pelanggan yang memesan baju muslim hasil produksi kelompok ibu-ibu di sekitar rumahnya. Hampir dua tahun belakangan ini Yulia memulai usaha konveksi kecil-kecilan dengan memberdayakan para ibu yang punya waktu luang dan berminat menjahit. Dia memulai usaha dengan menggunakan modal dari uang tabungan dan pinjaman keluarga. Dengan platform online shopping,

Yulia semakin mudah memasarkan hasil produksinya. Tapi ketika pesanan semakin bertambah, Yulia memilih menolak order dan tetap berproduksi pada skala kecil seperti saat ini.

Kejadian seperti ini tidak terjadi pada satu atau dua perempuan pengusaha di Indonesia, tetapi banyak perempuan pengusaha memilih tidak naik kelas, tidak memperluas usahanya dan menolak order yang makin bertambah. Hal ini cukup disayangkan karena seperti kasus Yulia, usaha yang dirintis oleh perempuan biasanya mempunyai efek pengganda (multiplier effect) yang besar, terutama pada kaum perempuan lainnya.

Peran perempuan pengusaha terhadap perekonomian cukup penting. Ada hubungan positif antara persentase perusahaan yang didominasi perempuan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Meski hubungan ini bukan merupakan hubungan sebab akibat, semakin besar keterlibatan perempuan dalam ekonomi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Jika dilihat dari jenis usaha, pada jenis usaha mikro, rasio perempuan pengusaha lebih besar dibandingkan pria pengusaha, demikian juga di usaha kecil. Namun pada saat usaha itu menjadi usaha menengah, rasio perempuan pengusaha menjadi sangat rendah dibandingkan pria pengusaha. Hal ini membuktikan perempuan pengusaha masih sulit berkembang dan naik kelas.

Ada beberapa alasan mengapa perempuan pengusaha memilih tidak mengembangkan usahanya. Pertama, keterbatasan waktu mengurus usaha karena perempuan juga dituntut tetap memberikan perhatian penuh kepada keluarga. Sementara tuntutan seperti ini tak terjadi pada pria pengusaha. Kebanyakan perempuan pengusaha bukan pencari nafkah utama bagi keluarga, tetapi membantu suami memenuhi kebutuhan rumah tangga, sehingga mereka cukup puas dengan keadaan usaha saat ini.

Kedua, literasi keuangan dan akses ke lembaga keuangan terbatas. Mereka menganggap prosedur di bank terlalu rumit dan lama, sehingga lebih memilih meminjam dari non perbankan. Ketiga, perempuan pengusaha tak punya agunan untuk meminjam di bank karena biasanya harta dalam keluarga atas nama suami, bukan atas nama istri. Perempuan juga tak dalam posisi membuat keputusan ekonomi dalam keluarga. Keempat, akses ke informasi pasar baik pasar tenaga kerja, pasar input maupun pasar output lebih terbatas dibandingkan pria pengusaha.

Untuk mengatasi hal itu, perbankan dapat menyediakan kredit yang disesuaikan dengan kebutuhan perempuan pengusaha. Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disediakan pemerintah dapat disesuaikan dengan mempercepat waktu pemrosesan kredit, memperlonggar aturan mengenai agunan serta menyesuaikan waktu pembayaran cicilan.

Pengalaman pemberian kredit mikro ke kelompok perempuan pengusaha menunjukkan tingkat pengembalian kredit bisa lebih dari 99%. Ini terjadi karena ada pendampingan oleh agen bank yang bertindak sebagai koordinator kelompok. Oleh sebab itu, KUR untuk perempuan pengusaha juga perlu disertai pendampingan dalam bentuk mentoring dan coaching.

Jadi, perbankan dapat memastikan usaha perempuan pengusaha berjalan baik, menguntungkan dan dapat menurunkan risiko kredit macet.

Selain itu, perempuan pengusaha butuh produk dalam bentuk paket, contohnya pinjaman yang dilengkapi kartu debit atau kartu kredit (dengan pembebasan biaya tahunan untuk jangka waktu tertentu), produk asuransi untuk keluarga mereka dengan bebas biaya di masa percobaan, atau kartu pra bayar untuk toko tertentu, atau pinjaman dengan rekening tabungan untuk anaknya.

Perbankan dapat menyediakan program pelatihan online marketing sehingga dapat memperluas pasar mereka, tak hanya di Indonesia, bahkan juga luar negeri. Selain itu, melakukan program pertukaran pengalaman dengan perempuan pengusaha yang sudah sukses naik kelas, terutama mengenai tren pasar dan konsumen.

Dengan dukungan produk dan jasa perbankan khusus untuk perempuan, maka perempuan pengusaha di Indonesia mempunyai kesempatan naik kelas yang lebih besar dan akhirnya dapat berkontribusi lebih besar tak hanya kepada keluarga, tetapi juga perekonomian secara luas.•

Moekti P. Soejachmoen
Head of Mandiri Institute

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×