kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perihal mimpi energi bersih


Rabu, 10 Juli 2019 / 09:15 WIB
Perihal mimpi energi bersih


Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Tri Adi

Indonesia bercita-cita menggenjot penggunaan energi baru terbarukan secara signifikan. Pemerintah berharap bauran energi bersih sudah mencapai 23% pada tahun 2025 mendatang.

Namun faktanya, bauran energi baru dan terbarukan hingga tahun lalu hanya terwujud sebesar 12,42%. Jadi, untuk menggenapi target bauran 23%, Indonesia harus mampu menambah penggunaan energi baru sebesar 10,58% selama enam tahun ke depan.

Rasanya tidak mudah untuk memenuhi harapan tersebut. Selain kebutuhan dan permintaan energi yang terus meningkat, penetrasi proyek energi baru tidak sekencang dan semudah proyek pembangkit berbasis energi fosil dan bahan bakar minyak (BBM).

Selama ini pengembangan energi baru terbarukan memang menghadapi sejumlah tantangan dan kendala. Rintangan yang paling kentara adalah soal skala keekonomian dalam investasi di sektor energi bersih. Saat ini, investasi energi baru begitu mahal. Investor maupun pengembang juga tidak serta-merta meraup laba dari investasi tersebut. Berbeda dengan energi berbasis fosil yang potensi labanya terlihat jelas.

Cerita tentang pengembang energi baru yang kesulitan pendanaan bukanlah perkara baru. Misalnya, tahun ini sebanyak 24 proyek pembangkit listrik energi terbarukan tak kunjung berjalan lantaran belum mendapatkan sokongan pendanaan. Lagi-lagi, persoalannya adalah skala keekonomian. Jarang sekali institusi keuangan yang mau melirik dan membiayai pengembangan energi baru terbarukan. Padahal, ke-24 proyek itu sudah meneken kontrak jual beli atau power purchase agreement (PPA) sejak tahun 2017. Bahkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan membatalkan proyek tersebut apabila pada tahun ini tak kunjung mendapatkan dukungan pendanaan.

Pemerintah memang sudah mengatur pengembangan energi baru. Misalnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 Tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49/2018 Tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap oleh Konsumen PLN

Di Permen ESDM 50/2017, skema build, own, operate and transfer (BOOT) membuat investasi di bidang ini menarik. Di aturan PLTS Atap juga demikian. Balik modal investasinya cukup lama, yakni di atas 10 tahun. Jika aturan tak bersahabat,  harapan menikmati energi bersih cuma sebatas mimpi.♦

Sandy Baskoro

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×