kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perlindungan semesta


Jumat, 11 Januari 2019 / 18:43 WIB
Perlindungan semesta


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: Tri Adi

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus menjadi sorotan. Kabar pemutusan hubungan kerjasama dengan puluhan rumahsakit di awal tahun ini menyulut "keributan".

Penjelasan yang tidak gamblang di awal membuat sebagian masyarakat mengira penyebabnya: pemutusan kontrak itu akibat BPJS Kesehatan sering menunggak pembayaran klaim. Padahal, yang sebenarnya terjadi bukan itu, melainkan rumahsakit belum mengantongi sertifikat akreditasi sebagai syarat kelanjutan kerjasama dengan BPJS.

Cuma, memang, BPJS Kesehatan tetap berpotensi menunggak pembayaran klaim. Defisit anggaran masih bakal terjadi. Bahkan, lubang defisit tahun ini bakal semakin menganga dibanding tahun lalu sebesar Rp 10,25 triliun. BPJS memprediksikan, defisit hingga akhir 2019 bisa mencapai Rp 16,5 triliun.

Tambah lagi, BPJS Kesehatan juga berupaya mengejar target cakupan perlindungan semesta. Maksudnya, mencakup seluruh penduduk Indonesia yang mencapai 265 juta orang. Per 1 Januari 2019, jumlah kepesertaan lembaga ini tercatat sebanyak 215,78 juta orang.

Tambahan datang dari peserta kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Pemerintah menambah peserta yang iuran preminya ditanggung negara sebanyak 4,4 juta orang menjadi 96,8 juta jiwa.

Salah satu cara mencapai target cakupan perlindungan semesta adalah, menjatuhkan sanksi bagi yang belum mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Sanksinya berupa tidak memperoleh pelayanan publik, misal, mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), paspor.

Cuma, target tersebut tak sejalan dengan perlindungan yang BPJS Kesehatan berikan. Lewat Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, ada beberapa pelayanan yang tak lagi jadi tanggungan BPJS. Contoh, pelayanan kesehatan akibat kecelakaan lalu lintas lantaran sudah ditanggung program Jasa Raharja.

Memang, korban kecelakaan lalu lintas masih bisa mendapat perawatan cuma-cuma di rumahsakit hingga senilai Rp 20 juta. Tapi, masyarakat makin bingung mengurus klaim kesehatan karena banyak pintu.

Semestinya, untuk mengurangi biaya operasional demi memangkas defisit, BPJS Kesehatan jangan mengorbankan perlindungan ke peserta dengan menghilangkan sejumlah layanan. Justru sebaliknya, harus meningkatkan pelayanan.•

 S.S. Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×