Reporter: Willem Kurniawan | Editor: Tri Adi
Saham gorengan muncul karena market yang volume perdagangannya tidak terlalu besar. Harus diakui market kita masih berupa emerging market, di mana biasanya volume perdagangan tidak besar. Karena volume tidak besar, banyak saham yang tidak likuid. Inilah yang mendorong orang untuk menggoreng saham.
Tujuannya tentu untuk menaikkan likuiditas dan membawa harga saham ke valuasi yang lebih baik atau sekadar mencerminkan fundamental yang bagus. Jika likuiditas bagus, investor tertarik untuk masuk. Jika sahamnya banyak ditransaksikan, maka para fund manager akan masuk.
Ada banyak level menggoreng saham, di antaranya market cornering, yakni menciptakan kondisi seolah-olah banyak orang jual beli saham, padahal dia sendiri yang melakukan. Hal ini lalu membuat harga saham berubah dan membuat orang lain jadi rugi. Ada pula market making dengan tujuan tertentu, kadang-kadang dilakukan ketika initial public offering (IPO).
Ada aturan batas waktu untuk hal tersebut, namun sering diabaikan karena harga saham tak membaik. Untuk ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa mengawasi dan mengaudit.
Keberadaan unusual market activity (UMA) lebih ke arah menjaring saham-saham yang cenderung besar dan mengalami kenaikan signifikan. Kadang-kadang yang dikejar itu emitennya, yang sebenarnya terkadang tidak tahu. Harusnya yang ditelusuri adalah transaksi saham tersebut. Bisa dilakukan orang yang punya modal banyak atau bisa juga dilakukan berkelompok.
Aturan yang tegas perlu dibuat. BEI dan OJK juga perlu melakukan kontrol terhadap kanal informasi dan analis saham. Selain itu, BEI dan OJK juga perlu melakukan tindakan tegas atas pelaku saham gorengan. Namun sebelum itu, perlu ada keberpihakan pada investor dan transparansi.
Sebab, penggoreng saham juga investor. Intinya, mereka harus berada di pihak yang benar. Jangan sampai pemodal besar merugikan pemodal kecil juga sebaliknya.•
Satrio Utomo
Pengamat Pasar Modal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News