Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Desakan kepada pemerintah Indonesia untuk membuat kebijakan extraordinary menguat dalam beberapa hari terakhir. Terutama dari Organisasi Kesehatan Dunia, atau lebih dikenal World Health Organization (WHO).
WHO mendesak Indonesia segera menutup sekolah-sekolah, melarang kegiatan massal, dan menjauhi tempat-tempat keramaian umum. Pertimbangan mereka agar penyebaran virus korona Covid-19 tidak pesat.
Hasilnya, kampanye WHO ini membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuat kebijakan meliburkan sekolah, menutup lokasi wisata, dan melarang acara pengumpulan massa. Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo juga merespon dengan status Kejadian Luar Biasa (KLB) virus Corona di Kota Solo.
Minggu (15/3) Presiden Joko Widodo akhirnya mengeluarkan imbauan agar siswa-siswa sekolah melakukan kegiatan belajar di rumah, pekerja kantor sebisa mungkin juga bekerja dari rumah. Termasuk kegiatan ibadah pun sebaiknya dilakukan di rumah masing-masing.
Tak cukup itu, desakan agar pemerintah Indonesia menetapkan keadaan darurat virus korona juga menguat. Meskipun status ini sebenarnya kurang berarti lantaran WHO sendiri sudah menetapkan penyebaran virus korona sebagai pandemi global, alias bencana sejagat.
Bahkan imbauan agar pemerintah me-lockdown atau penutupan sejumlah kota yang jadi episentrum penyebaran virus korona di Indonesia berkumandang. Namun apakah yang mengumandangkan lockdown sadar risiko-risiko kebijakan itu? Pertanyaan lain apakah lockdown terbukti efektif mencegah penyebaran virus korona di satu wilayah?
Perlu kita timbang bersama, dengan keputusan me-lockdown berarti setiap warga kota tidak boleh keluar rumah tanpa izin dari pemerintah atau otoritas berwenang. Aktifitas perdagangan dan semua kegiatan masyarakat otomatis tidak boleh dilakukan tanpa izin. Warga yang sudah ada di dalam wilayah lockdown di larang keluar, sebaliknya warga dari luar tidak di perkenankan masuk, atau kalau masuk tidak boleh keluar lagi selama proses lockdown berlangsung.
Lalu bagaimana suplai makanan bagi warga? Otoritas wilayah yang harus menyediakan. Jadi pertanyaan sekarang apakah daerah-daerah di Indonesia mampu melakukan hal ini? Berapa besar kemampuan warga untuk menyetok bahan makanan secara mandiri? Apakah warga cukup sabar saat kesulitan mendapat pasokan bahan pangan atau penghasilan? Mari kita pikirkan bersama!
Penulis : Syamsul Ashar
Redaktur Pelaksana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News