kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia: Jangan hanya melihat rupiah dari levelnya


Senin, 12 November 2018 / 22:48 WIB
Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia: Jangan hanya melihat rupiah dari levelnya


Reporter: Tabloid Kontan | Editor: Mesti Sinaga

Rupiah masih mengalami tekanan berat dan pekan lalu kembali anjlok ke level psikologis Rp 15.000. Padahal, bank sentral telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menguatkan rupiah.

Mengapa rupiah tak kunjung menguat? Masih adakah jurus baru yang akan dilancarkan BI untuk meredam gerak liar rupiah? Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkannya kepada Wartawan KONTAN Nina Dwiantikan, Titis Nurdiana, dan Adinda Ade Mustami, Senin (1/10). Berikut nukilannya:

KONTAN: Kenapa rupiah bisa terdepresiasi hingga menembus Rp 15.000?
PERRY:
Kita harus melihat apa yang terjadi dengan nilai tukar rupiah secara relatif. Jika bicara soal nilai tukar, jangan hanya dilihat levelnya, tetapi juga tingkat depresiasinya dan bandingkan dengan negara lain.

Kenapa perlu membandingkan dengan negara lain? Karena kita sedang menghadapi fenomena global,  sehingga tidak bisa dengan hanya melihat Indonesia.

Faktanya, depresiasi nilai tukar rupiah tidak lebih dari 9%. Demikian juga volatilitasnya, tidak lebih dari 8%. Artinya, depresiasi nilai tukar rupiah lebih rendah daripada negara-negara lain yang tentu saja dengan kondisi ekonomi hampir serupa. Depresiasi nilai tukar rupiah lebih rendah dibanding mata uang India, Chile, apalagi Brasil, Afrika

Selatan, Turki, dan Argentina. Di India, depresiasi nilai tukar rupee 11%–12%. Bahkan Turki 40% dan Argentina 50%.

KONTAN: Tapi, rupiah masih terus melemah?
PERRY:
Kami tidak menargetkan satu level tertentu. Faktanya, depresiasi nilai tukar rupiah cukup baik bahkan lebih baik daripada sejumlah negara lain dengan kondisi sama. Dan, ini terus jadi acuan kami.

Kami memantau dua hal. Kebijakan The Fed adalah event di mana probalilitasnya sudah tahu. Tetapi, masih ada kebijakan dari AS yang uncertainty atau belum bisa diketahui seperti kebijakan fiskal.

Contoh, kenapa AS terus mendorong pertumbuhan ekonomi padahal sudah mencapai target? Dan, kami tidak duga terjadi ketegangan perang dagang yang meningkat dan meluas.

Tapi tidak benar, jika yang sudah kami lakukan tidak berdampak. Toh, sudah kelihatan dampaknya seperti aliran modal asing mulai masuk ke dalam negeri. Tahun depan, kami meyakini kondisi akan lebih baik. Kami akan terus mengontrol kondisi badan, melakukan medical check up dan diet.

KONTAN: Persisnya, apa saja yang sudah dilakukan BI?

PERRY: Sejak awal, BI secara preventif menempuh langkah-langkah kebijakan moneter. Kami terus membuat langkah-langkah untuk memperdalam pasar keuangan supaya lebih menarik bagi investor.

Yang terakhir, kami luncurkan domestic non-deliverable forward (DNDF) yang semakin memperkuat dan melengkapi akselerasi di pasar valas. Kami sudah kembangkan spot, swap, dan forward. Ini sebagai langkah BI melakukan stabilitas nilai tukar dalam jangka pendek.

Investor global juga melihat komitmen fiskal Indonesia. Defisit fiskal yang rendah, 2,2% terhadap produk domestik bruto (PDB) di tahun ini dan 1,8% pada tahun depan.

Pemerintah juga terus berupaya menurunkan current account deficit (CAD) dengan langkah yang serius. Dalam kondisi normal, CAD di bawah 3% terhadap PDB masih dalam batas aman.

Tahun ini, defisit akan di bawah 3% meski di triwulan kedua dan ketiga akan naik. Tapi, secara keseluruhan masih di bawah 3%, tahun depan 2,5%.

KONTAN: Bagaimana koordinasi BI dengan pemerintah?
PERRY:
Yang sudah kami tahu adalah pemberlakukan mandatori penggunaan biodisel 20% (B20), tarif baru pajak penghasilan (PPh) impor, penggalakan pariwisata, dan penundaan sejumlah proyek yang belum financial closing karena memiliki kandungan impor tinggi.

Selain itu, ada juga langkah-langkah untuk mendorong penggunaan produksi dalam negeri melalui tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan mendorong manufaktur.

Jadi esensinya, investor global melihat kondisi makro yang membaik dan langkah-langkah konkret dengan koordinasi yang kuat demi menjaga prospek ekonomi yang akan terus membaik.

Harus diakui, yang kita hadapi adalah faktor-faktor global. Karena itu, saya sampaikan tiga kunci utama.

Pertama, memastikan kondisi badan kita. Kalau sedang menghadapi tiupan angin dari luar, maka pastikan badan kita kuat dengan indikator makro-makro ekonomi baik.

Kedua, lakukan medical check up dengan melihat CAD. Kami ibaratkan, CAD adalah kolesterol yang dalam keadaan normal tidak lebih dari 180 sudah oke. Nah, CAD kita masih di bawah 3%, masih baik dalam kondisi normal.

Tapi, kalau arus modal asing mulai ketat dan perilaku investor lebih senang menggunakan cash, perlu melihat kembali, apakah kolesterol perlu diturunkan.

Ketiga, melakukan diet. Ini akan terus dilakukan oleh pemerintah bersama BI. Perlu diingat, diet membutuhkan waktu. Oleh karena itu, kami terus memantau tiupan angin dari luar, dan melihat kembali proses ini dari sejumlah langkah yang sudah dilakukan.

Ada langkah yang menghasilkan perbaikan. Seperti, dari sisi moneter menunjukkan bahwa arus modal asing mulai masuk, para korporasi pemegang valas mulai menjual.

Untuk korporasi ini, kami sudah mengembangkan pasar forward. Sehingga, satu, tiga, atau enam bulan tidak perlu beli valas karena bisa menggunakan forward.

KONTAN: Sejauh ini, efek kebijakan memulangkan devisa hasil ekspor (DHE)?

PERRY: BI sudah banyak melakukan kebijakan makro termasuk terakhir domestic non-deliverable forward (DNDF). Jika punya valas dan butuh rupiah, bisa menggunakan swap.

Sebaliknya, kalau tidak punya valas dan butuh dollar AS untuk beberapa bulan ke depan, bisa kami arahkan ke DNDF. Sehingga, supply dan demand tidak terpusat di spot, juga terdiversifikasi ke swap dan forward. Artinya, supply demand di pasar valas kami upayakan terus berkembang.

Dan, valas terus mengalir ke dalam negeri. Kami upayakan agar terus mengalir melalui mekansime pasar. Apalagi, Kementerian Keuangan sudah memberikan insentif pajak lebih rendah untuk simpanan valas maupun rupiah yang berasal dari ekspor. Kami juga sudah mewajibkan DHE masuk ke bank dalam negeri.

Bagaimana agar ini lebih mengalir ke supply demand berdasarkan mekanisme yang ada? Salah satu yang kami usulkan adalah rekening simpanan khusus dari DHE. Selama ini, kami lihat insentif pajak kurang dimanfaatkan karena belum ada kesepahaman.

Dengan rekening simpanan khusus DHE, insentif pajak akan lebih jelas. Kalau tak salah, selama enam bulan dapat insentif pajak nol.

Dengan cara ini, eksportir atau pemegang valas bisa memasukkan ke rekening simpanan khusus agar mendapatkan insentif. Dengan swap dan forward yang sudah bisa dimanfaatkan eksportir, BI juga menurunkan premi swap. Dalam setahun premi sekitar 5%.

KONTAN: Jurus apa lagi yang akan BI keluarkan?
PERRY:
Kami masih memiliki banyak cara. Setelah IndONIA sebagai acuan seperti JISDOR, kami sedang menyiapkan interest rate swap (IRS) dan overnight index swap (OIS).

Dengan ini, aset-aset keuangan yang dipegang secara hold to maturity bisa dijadikan underlying untuk IRS. Ujungnya, untuk memperdalam pasar keuangan. Sebetulnya, ini kapan saja dapat dilakukan.

KONTAN: Bagaimana cara menurunkan angka CAD?
PERRY:
Perlu dilakukan secara across the board. Dengan kenaikan suku bunga acuan, permintan impor akan turun dan kita sedang menggenjot ekspor. Tapi, ini dilakukan sesuai target.

Kenapa? Supaya penurunan CAD tidak terlalu berdampak buruk dan negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Makanya, koordinasi dengan pemerintah diperlukan.

KONTAN: Ke depan, arah suku bunga seperti apa?
PERRY:
Kami sudah memperhitungkan proyeksi kenaikan Fed fund rate yang kemungkinan naik pada Desember nanti, setelah September kemarin naik.

Tahun depan, kemungkinan Fed fund rate naik tiga kali, kemudian tahun berikutnya akan naik satu atau dua kali. Probabilitas itu akan terus berkembang, apakah benar The

Fed menaikkan bunga satu atau dua kali. Jika The Fed sudah memutuskan, maka kami akan pantau kondisi di dalam. Kami lihat, dengan kenaikan Fed fund rate jadi 2,25%, kemungkinan tahun depan mengarah ke 3% kemudian ke angka 3,25%.

Sekarang, kami terus mendiskusikan, kenapa The Fed membuat kebijakan itu? Kalau kami pandang, ekonomi di AS, untuk meningkatkan lapangan kerja. Tahun ini, pertumbuhan AS 2,8%.

Cuma, dengan ketegangan perang dagang, tidak mungkin AS bisa tumbuh sendiri, sementara negara-negara berkembang mencatat penurunan.

Bisa dilihat, pertumbuhan ekonomi tampak tidak merata, hanya AS yang naik, Jepang turun, Eropa turun, dan negara berkembang turun, termasuk China. Intinya, ketegangan perdagangan ini tidak akan baik bagi ekonomi global, bagi emerging market, bahkan bagi AS sendiri.

Esensi dari kebijakan suku bunga, kami secara berulang-ulang mempertimbangkan bukan hanya dari inflasi yang tinggi atau rendah. Bukan karena ekonomi yang mengetat.

Tapi, berdasarakan hasil medical check up. Dalam kondisi normal, data-data ekonomi tidak ada masalah. Cuma, kalau kondisi sekarang, harus lakukan diet, sehingga pertimbangan dari kenaikan bunga sebagai bagian untuk menurunkan CAD dan menarik pasar uang.

KONTAN: Bagaimana cara bank sentral mengukur pasar keuangan yang menarik?
PERRY:
Kebijakan suku bunga saat ini 5,75% dengan inflasi 3,5% sudah tinggi dan menarik. Dibandingkan dengan India, sudah tentu menarik. Kemudian, dibandingkan dengan imbal hasil SBN 10 tahun sebesar 8,5%, masih menarik.

Makanya, setiap Rapat Dewan Gubernur (RDG) selalu kami assessment dengan kenaikan tingkat bunga terakhir berapa. Ke depan, kami akan lakukan kalkulasi kembali dengan pertimbangan yang ada. Jadi, kalau The Fed menaikkan suku bunga, belum tentu BI akan ikut.

Tentu saja, kami juga perlu memantau tingkat suku bunga di negara-negara lain.

Keputusan ini konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman, dan mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik. Sehingga, bisa semakin memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih saja tinggi.

KONTAN: Lalu, bagaimana nasib rupiah tahun depan?
PERRY:
Kami menyakini rupiah akan semakin baik. Kenapa? Kita bicara normalisasi kebijakan AS atas Fed fund rate. Mungkin tahun depan pada paruh kedua, Eropa juga melakukan normalisasi, diikuti dengan negara lain.

Ujungnya, fenomena yang kita hadapi atas dollar AS the only currency yang kuat akan berbeda di tahun depan. Sehingga, kami meyakini dollar AS mungkin tidak akan sekuat sekarang.

Saya yakin, tahun depan mata uang lain akan menguat, sehingga fenomena dollar AS tidak lagi menjadi satu-satu mata uang yang terkuat.          

Biodata

Riwayat pendidikan:
■     PhD Bidang Ekonomi Moneter dan Internasional Iowa State University, Ames, AS
■     MSc Bidang Ekonomi Moneter dan Internasional Iowa State University, Ames, AS
■     Sarjana Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM)

Riwayat pekerjaan:
■     Gubernur BI
■     Deputi Gubernur BI    
■     Asisten Gubernur BI untuk Kebijakan Moneter, Makroprudensial, dan Internasional
■     Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi & Kebijakan Moneter BI
■     Direktur Eksekutif di International Monetary Fund (IMF) yang mewakili 13 negara anggota yang tergabung dalam South-East Asia Voting Group.
■     Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI
■     Direktur Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI.
■     Kepala Biro Gubernur BI.   

 Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi 8-14 Oktober 2018. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Jangan Hanya Melihat Rupiah dari Levelnya"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×