Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Sektor jasa keuangan termasuk industri yang mengalami dampak Covid-19. Hingga kini, produk asuransi di Indonesia masih belum bisa dibeli, tapi harus dijual, sehingga physical presence dalam menjual asuransi masih dominan. Saat lockdown yang membatasi interaksi antara pemasar asuransi dengan konsumen, kinerja industri asuransi mulai terkena dampak yang cukup signifikan.
Persoalannya, belum ada kepastian kapan Covid-19 ini berakhir. Maka industri perasuransian harus dapat melakukan transformasi dan menemukan survival mode agar dapat tetap eksis atau tumbuh di periode new normal.
Setidaknya ada tiga fokus utama bagi industri perasuransian untuk dapat survive dan unggul di era new normal. Pertama adalah adjustment. Perusahaan asuransi harus melakukan penyesuaian aktifitas dengan membiasakan tidak melakukan pertemuan fisik dan menggantinya dengan menggunakan teknologi komunikasi jarak jauh.
Pelaksanaan work from home dikombinasikan dengan penggunaan media video conference sudah menjadi kebutuhan untuk koordinasi internal perusahaan maupun dengan konsumen dan pihak lain. Demikian pula dengan proses pengajuan pertanggungan asuransi dari calon tertanggung, verifikasi objek pertanggungan hingga penanganan klaim pun dilakukan melalui daring.
Kedua adalah financial control. Sewaktu pendapatan perusahaan asuransi mengalami tekanan karena berkurangnya daya beli masyarakat untuk produk asuransi, maka yang dilakukan adalah mengendalikan semua biaya. Terutama biaya yang tidak langsung dengan produksi, juga menunda ekspansi perusahaan.
Ketiga adalah competent experts, yaitu perlunya sumberdaya talent yang memiliki keahlian khusus dan dapat mengefisienkan proses kerja. Ada dua hal yang dapat dilakukan, yaitu melakukan training kepada karyawan eksisting agar kinerja menjadi lebih baik, atau dengan merekrut karyawan baru yang memiliki kompetensi spesifik.
Dalam kondisi menghadapi tekanan biaya, maka perusahaan akan cenderung melakukan pilihan yang kedua, dengan maksud mengurangi karyawan klerikal yang relatif tidak produktif karena work from home, juga ada peluang menawarkan kompensasi dibawah standar saat merekrut karyawan karena adanya over supply akibat beberapa rasionalisasi karyawan oleh perusahaan.
Dari ketiga hal tersebut diatas, maka untuk dapat sukses menjalankan aktifitas bisnis perasuransian menghadapi new normal ada tiga fitur yang dapat menjadi kunci sukses, yakni:
Pertama, proses bisnis industri perasuransian harus berubah. Perubahan teknologi telah terjadi, dan industri perasuransian perlu mengetahui cara menggunakan teknologi yang tepat untuk tujuan yang benar atau akan berisiko ketinggalan.
Kenyataan ini harus dihadapi dengan responsif dan adaptif serta tidak menunggu lama agar tidak kehilangan momentum. Saat beberapa industri melakukan survival mode dengan merubah fitur usaha maupun produknya agar dapat survive, maka insurtech adalah proses bisnis yang harus dipertimbangkan, yang akan memberikan pelayanan digital hingga telematika dan artificial intelligence. Penerapan insurtech dapat dimulai dengan merubah proses offline menjadi online, dengan pemasaran asuransi dilakukan secara soft selling, direct business to consumer, menekankan service dan consumer needs.
Kedua, perlu manajemen risiko yang komprehensif dan terintegrasi untuk menciptakan sistem atau mekanisme dalam perusahaan sehingga risiko bisa diantisipasi dan dikelola untuk tujuan meningkatkan nilai perusahaan. Perubahan proses bisnis tentunya memerlukan sistem, alat, SDM, dan hal penunjang lainnya bersifat baru. Penentuan, pengukuran, dan pertimbangan yang tepat sangatlah diperlukan.
Memakai teknologi
Pada kondisi inilah enterprise risk management (ERM) akan dapat memperhitungkan dan mempertimbangkan segala risiko sehingga tidak akan berdampak pada perusahaan ke depannya. Dibandingkan dengan manajemen risiko tradisional, ERM lebih mampu mengelola risiko dengan terintegrasi, proaktif, berkesinambungan, value added, dan process driven.
Ketiga, di lingkungan yang sangat kompetitif ke depan, perusahaan tidak dapat lagi mengandalkan pertumbuhan organik atau inovasi internal, namun harus menjalin aliansi dengan perusahaan yang inovatif dan berkonsolidasi dengan banyak partner. Bentuk networking yang efisien adalah ekosistem, yaitu jaringan yang berpusat pada pelanggan di mana produk dan layanan ditawarkan oleh berbagai pemain. Inti ekosistem adalah platform - system yang memudahkan integrasi.
Riset dari Munich Re tahun 2019 menyebutkan bahwa di seluruh Asia-Pasifik, sekitar 90% konsumen asuransi otomotif, rumah, kesehatan, dan jiwa terbuka terhadap gagasan ekosistem jasa, dan di banyak negara, mayoritas menginginkan perusahaan asuransi menyediakan layanan tersebut. Dan sebagai industri jasa yang menawarkan janji kepada konsumen, maka branding perusahaan asuransi juga harus dibentuk dengan semangat peduli dan berbagi.
Keempat, yang tidak kalah penting adalah kebijakan dan peraturan pemerintah berupa dukungan regulasi untuk insurtech. Kebijakan pemerintah suatu negara berdampak kepada pertumbuhan ekonomi, dan juga mempengaruhi peningkatan pendapatan domestik bruto. Saat teknologi berkembang pesat, maka tidak dapat dibiarkan pelaku maupun konsumen jasa asuransi memiliki potensi risiko akan muncul.
Kalau selama ini selalu dikatakan bahwa regulasi selalu selangkah di belakang perubahan teknologi, maka pendapat tersebut harus diubah. Pemerintah dapat melakukan benchmark dari negara yang telah banyak menerapkan insurtech, atau mengajak perusahaan-perusahaan yang berbasis teknologi untuk ikut mengembangkan industri asuransi melalui insurtech.
Bagaimana perusahaan asuransi di Indonesia dapat survive dan berkembang di era new normal adalah tergantung kepada kemauan untuk menggunakan teknologi seperti analitic, blockchain, cloud dan artificial intelligence di bisnis. Perusahaan asuransi perlu mengetahui cara menggunakan teknologi yang tepat untuk tujuan yang benar atau akan berisiko ketinggalan.
Era industri asuransi kedepan adalah insurance industry 4.0. Persiapan perlu dilakukan saat ini agar tidak kewalahan kedepan.
Kelak asuransi bukan hanya menjual proteksi, tapi juga memberikan aplikasi atau kegiatan preventif kepada tertanggung, termasuk teknologi pencegahan kerugian akan dapat menurunkan frekuensi dan severity klaim dari waktu ke waktu. Apabila perusahaan asuransi dapat survive menjalankan perubahan tersebut, maka benefit yang diperoleh adalah terciptanya work life balance, dimana terwujud etos kerja baru untuk mencapai produktivitas yang lebih baik.
Penulis : Dody AS Dalimunthe
Direktur Eksektuif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













