kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pesan Antar


Selasa, 07 Januari 2020 / 10:57 WIB
Pesan Antar
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID -Selama seminggu, berapa kali Anda pesan makanan atau kopi melalui aplikasi? Tanpa kita sadari, bisnis pesan antar makanan mengalami pertumbuhan signifikan.

Berita terakhir, misalnya, datang dari The Carrefour Group. Korporasi asal Prancis ini akhirnya resmi mengakuisisi Dejbox, perusahaan pengantar makan siang untuk karyawan di daerah perkotaan. Pasalnya, Carrefour ingin memperluas pasar makanan siap santap mereka dan menggarap segmen pembeli baru. Alih-alih mendirikan jaringan resto, mereka malah mengakuisisi perusahaan pesan antar makanan.

Sebelumnya ada berita bahwa para pemilik restoran dan pengendara pengantar makanan, mengingatkan Korea Fair Trade Commision (KFTC) tentang merger Delivery Hero's asal Jerman dengan Woowa Brothers. Merger ini dikhawatirkan jadi monopoli yang menguasai 99% aplikasi pesan antar.

Di Korea Selatan, bisnis pesan antar memang sangat populer. Pasarnya setahun mencapai US$5,9 miliar atau sekitar Rp 82 triliun. Pasar pesan antar di Korea Selatan adalah yang keempat terbesar di dunia, setelah China, Amerika Serikat, dan Inggris Raya. Pasar pesan antar Korea Selatan, menurut Eruromonitor, lebih besar ketimbang pasar Jepang dan Jerman digabung jadi satu. Delivery Hero's selama ini merupakan penguasa pasar kedua, setelah Woowa Brothers.

Di Indonesia, kita familiar dengan GrabFood dan GoFood. Transaksi GoFood saban bulan saja berkisar 50 juta kali, melibatkan 2 juta pengojek dan menyediakan makanan minuman dari 500 ribu penjual. Itu belum menghitung dari Grabfood atau aplikasi lain.

Jangan heran jika sebagian pedagang makanan minuman itu tak punya warung atau restoran. Misalnya saja, salah satu pedagang makanan seafood yang lokasi dapurnya di Jakarta Timur. Saban bulan, ia menangguk omzet setidaknya Rp 300 juta, hanya dari pesanan online, karena tak punya restoran.

Dalam waktu singkat, bisnis pesan antar meraja di kawasan perkotaan. Orang lebih suka bersantap di kantor atau rumah, ketimbang harus mengarungi kemacetan dan banjir, misalnya, hanya untuk makan.

Jangan heran jika pebisnis restoran dan pengusaha properti was-was. Jika bisnis restoran tergantikan oleh pesan antar, mereka tak perlu lagi punya area luas untuk makan di tempat. Pasar properti dan mal bakal tergerus. Di sisi lain, Anda tak perlu punya resto untuk jadi pengusaha kuliner sukses.

Penulis : Hendrika Yunapritta

Managing Editor

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×