| Editor: Tri Adi
Peraturan pemerintah (PP) No 36/2017 tentang Pengenaan PPh atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan ini merupakan konsekuensi aturan sebelumnya, yakni pasal 13 dan 18 UU No 11/2016 tentang Pengampunan Pajak (tax amnesty). Jadi, aturan ini diperlukan oleh aparat pajak dan wajib pajak untuk memberi kepastian.
Hanya saja, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan digaris bawahi. Yaitu mengenai dasar penetapan nilai harta yang bakal dihitung oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak nantinya. Ketika mengikuti program pengampunan pajak, wajib pajak memakai harga perolehan.
Nah, kalau Ditjen Pajak menggunakan harga pasar, tentu ini akan menimbulkan dispute atau perdebatan. Sebab kalau mendasarkan patokan pada harga pasar, maka tarif pajak yang mesti dibayarkan oleh wajib pajak bakal lebih tinggi.
Tapi, lantaran lebih memberi kepastian, menurut saya aturan ini tidak akan menjadi masalah bagi wajib pajak yang tertib administrasi, terutama yang telah mengikuti tax amnesty dan melaporkan hartanya secara lengkap dan benar.
Bagi wajib pajak yang sudah melakukan repatriasi sesuai ketentuan juga tidak perlu khawatir. Namun bagi wajib pajak yang ikut program amnesti pajak tapi tidak melaporkan secara benar, tentu menimbulkan ketidaktenangan.
Menurut saya, aturan ini sebenarnya lebih memberi rasa keadilan bagi seluruh wajib pajak baik yang mengikuti program amnesti pajak dengan sungguh-sungguh maupun yang tak ikut program ini.
Sementara itu, berkaitan dengan iklim investasi, menurut saya terbitnya PP No 36/2017 ini tidak akan berdampak langsung terhadap investasi. Pasalnya aturan ini hanya merupakan aturan turunan dan pedoman pelaksanaan yang memang dibutuhkan dalam menjalankan pasal 18 UU Pengampunan Pajak.
Yang pasti, kami berharap dalam pelaksanaan aturan ini, petugas pajak bisa melakukannya dengan profesional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News