kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Polemik divestasi saham Anker Bir


Jumat, 15 Maret 2019 / 09:05 WIB
Polemik divestasi saham Anker Bir


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan kembali melontarkan rencana penjualan saham (divestasi) saham milik pemerintah provinsi DKI Jakarta sebesar 26,25% di PT Delta Djakarta Tbk. Seperti kita tahu perusahaan ini memproduksi minuman beralkohol jenis bir dengan merek dagang Anker. Divestasi saham Anker bir telah digaungkan sejak Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berkampanye untuk menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur DKI.

Sebenarnya dalam perspektif komersial, divestasi maupun jual-beli saham merupakan hal yang biasa dalam kegiatan investasi. Kegiatan divestasi dan jual beli saham biasanya didahului dengan proses komersial seperti uji tuntas (due diligence), non binding offer hingga binding offer, penyusunan term sheet (term jual beli saham) hingga CSPA (condition sales and purchase agreement) dan SPA (sale and purchase agreement).

Sebelum memulai proses komersial itu, sesuai dengan aturan maka penjualan asset milik provinsi harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta. Rencana divestasi ini masih jadi pro dan kontra sehingga DPRD belum memberi persetujuan.

Mereka yang kontra divestasi, memberikan argumennya Pemprov DKI masih menikmati deviden dari saham sebesar 26,25% di PT Delta Djakarta Tbk. Selain itu belum ada penawaran konkret yang valuasinya diatas nilai saham milik Pemprov DKI Jakarta dan belum ada kajian komprehensif soal divestasi.

Sementara bagi yang pro-divestasi, menggunakan pendekatan ideologi dan keagamaan sebagai alasan. Sebagaimana diuraikan Michael Jupp (2001), bahwa sebuah keputusan bisnis tidak dapat menggunakan pertimbangan ideologi maupun keagamaan, tapi harus disertai pertimbangan bisnis.

Meskipun harus dipahami bahwa divestasi harus dilakukan dengan alasan yang sifatnya logis rasional, bukan hanya berdasarkan pada agama dan ideologi. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai divestasi saham milik BUMD, mensyaratkan kajian berdasarkan valuasi dan argumentasi logis.

Dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta perlu menjelaskan apa urgensi divestasi saham milik pemprov DKI sebesar 26,25% di PT Delta Djakarta Tbk. Jika alasan divestasi hanya mendasarkan pertimbangan keagamaan dan ideologi (believe) akan banyak menemui kendala di proses formal dan proses hukum yang memang menggunakan pendekatan logis dan komersial sebagai acuan.

Pelepasan saham pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar 26,25% di PT Delta Djakarta Tbk harus memenuhi nilai valuasi minimum yang disepakati antara pemprov, DPRD dan instansi terkait, sehingga jika dilakukan jual-beli saham, investor bukan hanya sekedar memenuhi janji kampanye tapi tidak melanggar aturan, yakni dengan valuasi yang menguntungkan, mengingat aset pemprov sama juga aset rakyat.2

Berpedoman pada tujuan

Sebenarnya sah-sah saja jika penjualan saham tersebut dilakukan atas alasan ideologi maupun agama. Hanya perlu menyederhanakan dari divestasi menjadi rencana penjualan saham milik pemerintah Provinsi DKI Jakarta di PT Delta Djakarta Tbk.

Idealnya saat menyampaikan usulan penjualan saham ke DPRD, gubernur telah memiliki nilai acuan berdasarkan valuasi terkini dari appraisal maupun proposal yang berisi proses komersial dan legal untuk mendapatkan persetujuan DPRD sehingga konkret.

Gubernur bisa memaparkan nilai valuasi penjualan saham Anker bir. Lalu menjelaskan berapa potensi keuntungan dari penjualan itu dengan mengkalkulasikan jika mempertahankan saham dan menunggu penerimaan deviden.

Jika penjualan saham ternyata lebih untuk maka Gubernur punya cukup alasan untuk melakukan penjualan saham tersebut, karena memiliki alasan logis dan dapat dipertanggungjawabkan.

Demikian juga dengan masyarakat, dalam hal ini masyarakat harus memahami bahwa memaksakan kehendak untuk melakukan penjualan saham secepatnya, termasuk dengan melakukan aksi demonstrasi adalah hal yang tidak menyelesaikan masalah dan cenderung dapat merugikan.

Jika masyarakat memaksakan kehendak dan melakukan aksi demonstrasi maka bisa merugikan proses penjualan saham tersebut. Sebab secara komersial investor yang berminat beli saham Anker milik Pemprov DKI melihat adanya dorongan untuk melakukan penjualan saham dengan segera artinya "dorongan waktu dan urgensi politik".

Akibatnya secara komersial tentu merugikan Pemprov DKI dan akhirnya juga masyarakat yang rugi. Jika melihat adanya dorongan politik yang kuat untuk mengalihkan kepemilikan saham dengan investor akan membuat penawaran yang murah.

Parsons (1976), menyebutkan subsistem ekonomi selalu mengambil keuntungan atas subsistem politik. Dalam hal ini sah-sah saja masyarakat mengawal rencana penjualan saham Anker bir, tetapi masyarakat dan para elite politik harus memberi ruang komunikasi antara gubernur, DPRD dan instansi dalam hal rencana penjualan saham Anker bir tersebut. v sama juga aset rakyat.2

Win-win solution

Solusi yang paling menguntungkan yang bisa dicapai adalah jika semua pihak sepakat untuk menjual 26,25% saham milik pemerintah provinsi DKI Jakarta di PT Delta Djakarta Tbk. Tapi harus ditentukan nilai yang wajar oleh appraisal. Hal ini untuk membuktikan pada masyarakat bahwa harga jual lebih menguntungkan dibandingkan dengan penerimaan deviden rutin atas disepakati saham milik pemerintah provinsi DKI Jakarta sebesar 26,25% di PT Delta Djakarta Tbk.

Jika harga jual dan valuasi tidak ditentukan secara tepat maka berpotensi menjadi persoalan hukum di kemudian hari. Maka jika diputuskan saham milik pemprov DKI akan dijual, maka harus disepakati harga jual minimum, dan mekanisme tata cara penjualannya dilengkapi dengan kajian penjualan saham itu secara komprehensif agar bisa diterima secara logis oleh seluruh komponen DPRD.

Dengan perencanaan matang dan persetujuan seluruh pihak, akan elok saat menghadapi investor. Selain itu gubernur juga perlu menyampaikan rencana penggunaan dana hasil penjualan saham tersebut, sehingga persoalan time present for money dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk menjual saham tersebut.

Jika semua pihak melihat persoalan ini dengan jernih, sebenarnya rencana penjualan saham yang bisa dikompromikan dan bisa terlaksana dengan baik. Artinya jual beli saham dilakukan dengan nilai yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, serta pemerintah sudah punya rencana penggunaan dana hasil penjualan saham itu.

Dengan demikian pendapatan dari deviden yang biasanya diperoleh Pemda, bisa digantikan oleh pendapatan hasil kegiatan produktif yang dilakukan dari dana hasil penjualan saham milik pemerintah provinsi DKI Jakarta sebesar 26,25% di PT Delta Djakarta Tbk. Keputusan jangan mendahulukan aspek politis tapi mengutamakan kesejahteraan rakyat.♦

Rio Christiawan
Dosen Hukum Universitas Prasetya Mulya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×