Reporter: Ardian Taufik Gesuri | Editor: Tri Adi
Sudah sering terjadi ikan paus dan hiu terdampar di pantai. Bila tak segera didorong kembali ke laut, mereka bisa mati. Kerap juga mereka sudah jadi bangkai ketika tergulung ombak ke daratan.
Tapi kejadian terdamparnya paus sperma di Kepulauan Wakatobi, baru-baru ini, sungguh menyedihkan. Di dalam perutnya ditemukan sampah plastik seberat 5,9 kg. Ada kantong, gelas, dan botol plastik, tali rafia, hingga sandal jepit.
Sebetulnya bukan kali ini saja dijumpai bangkai ikan yang saluran pencernaannya penuh sampah plastik. Sering banget. Hanya kebetulan peristiwa terakhir ini mendapat perhatian meluas. Sebelumnya, khalayak juga dihebohkan foto viral seekor kuda laut yang ekornya menggenggam pembersih telinga. Di Kepulauan Komodo pun acap ditemukan ikan pari manta yang sakit lantaran melahap kantong plastik.
Polusi sampah di tempat wisata, yang harusnya lebih bersih ketimbang tempat umum lainnya, sudah dalam taraf yang mengkhawatirkan. Apalagi sampah plastik yang susah terurai, sangat mencemari lingkungan yang semestinya bersih dan indah di mata. Di luar lokasi tempat wisata jelas lebih parah lagi, di mana-mana bertebaran sampah plastik.
Lalu, bagaimana cara mengatasi sampah yang mencemari lingkungan termasuk tempat wisata? Pemerintah berencana menarik pungutan sampah kepada para turis, ancar-ancarnya sebesar US$ 1 untuk turis lokal dan US$ 10 buat turis mancanegara. Tagihan hotel nantinya memasukkan pungutan sampah, yang kemudian disetorkan ke kas daerah untuk membiayai pengelolaan sampah di daerah wisata.
Kendati ada landasan hukumnya, tapi rencana pengenaan pungutan sampah ini jelas mengundang banyak pertanyaan. Terutama menyangkut efektivitasnya. Persoalan sampah di tempat wisata, kok, pendekatannya dana dan anggaran? Selama ini sudah ada retribusi sampah di daerah, kenapa individu turis harus ditariki pungutan pula?
Alih-alih bikin bersih tempat pelancongan, jangan-jangan malah cuma mempermahal ongkos wisata. Sementara permasalahan pokoknya, pengelolaan sampah dan tata niaga produk plastik, terabaikan. Jangan sampai pungutan pajak ditangguk, sampah tetap bertumpuk-tumpuk.
Maka regulasi untuk menekan konsumsi plastik, termasuk tas plastik belanja yang pernah diujicobakan, perlu segera diimplementasikan dengan pasti. Penegakan hukum harus tegas. Barangsiapa yang membuang sampah sembarangan harus dikenai sanksi yang menjerakan.
Ardian Taufik Gesuri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News