Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Saat ini Indonesia sedang menjadi pusat perhatian global berkat adanya pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF)-Bank Dunia (World Bank) yang diselenggarakan pada 8–14 Oktober 2018 di Nusa Dua, Bali. Pertemuan penting itu dihadiri sekitar 15.000 yang terdiri dari delegasi dan non delegasi dari 189 negara. Berkah apa saja yang bisa terjadi bagi pertumbuhan ekonomi nasional?
Tak kurang dari Christine Lagarde, Direktur Pelaksana IMF dalam pidatonya di kantor Pusat IMF Washington DC, Amerika Serikat pekan lalu mengatakan, pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali adalah momen yang menantang bagi Indonesia. Yang telah bertransformasi dalam beberapa dekade terakhir, membuka ekonomi semakin dinamis serta sudah bisa memanfaatkan kreativitas dan keragaman masyarakat.
Kalau begitu, berkah apa saja yang sesungguhnya bisa mengucur bagi perekonomian kita. Ada beberapa poin. Pertama, pertemuan itu diharapkan dapat menarik investasi seluas-luasnya. Investasi merupakan salah satu alat pembentuk produk domestik bruto (PDB) selain ekspor, konsumsi rumah tangga dan kucuran dana pemerintah (goverment spending). Pertemuan yang berjalan aman dan sukses merupakan simbol Indonesia sebagai negara yang aman untuk investasi.
Kini Indonesia memiliki risiko negara (country risk) yang cukup baik (moderate risk). Selama ini investor asing selalu akan menilai risiko negara sebelum menanamkan dana. Menurut Alan C. Shapiro (1998), risiko negara adalah suatu cara pengukuran mengenai tingkat ketidakpastian politik dan ekonomi dalam suatu negara yang dapat berdampak pada nilai pinjaman dan investasi di negara tersebut.
Tingkat risiko negara itu memberikan gambaran yang lebih objektif mengenai apa yang bisa kita perkirakan dari persepsi maupun tingkah laku para kreditur maupun investor terhadap kegiatan mereka yang berkaitan dengan negara kita. Tingkat risiko semacam itu pada akhirnya juga akan mencerminkan pula rating yang akan diberikan oleh perusahaan rating terkemuka.
Jangan lupa bahwa perusahaan rating Standard and Poors (S&P), Moodys dan Fitch Rating telah memberikan predikat layak investasi (investment grade) kepada Indonesia.
Sejatinya, pertemuan akbar itu merupakan jendela yang terbuka lebar bagi investor global. Risiko negara itu meliputi risiko ekonomi (25%), risiko keuangan (25%) dan risiko politik (50%). Artinya, risiko politik mendominasi dalam penilaian risiko negara. Oleh karena itu, Indonesia harus mampu mengendalikan kondisi politik termasuk penyelenggaraan pemilu 2019 dengan saksama sehingga risiko negara tetap terjaga.
Kedua, pertemuan itu pun dimanfaatkan untuk menggalang solidaritas bagi korban gempa di Lombok, Nusa Tenggara barat (NTB) dan korban gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tenggara. Dengan demikian, bantuan asing akan membantu percepatan pemulihan kembali daerah itu.
Pariwisata dan UMKM
Ketiga, sebelumnya, Asian Games 2018 yang baru saja berlangsung telah mendorong sektor pariwisata. Hal itu dilanjutkan dengan Asian Para Games pada 6–13 Oktober 2018 di Jakarta yang diikuti 43 negara yang menyusul Our Ocean Conference pada 29–30 Oktober 2018 di Bali dan Federasi Realestat Internasional (FIABC) Global Business Meeting pada 7–10 Desember 2018 di Bali.
Sektor pariwisata juga mampu menggerakkan bisnis ikutan lainnya. Sebut saja, biro perjalanan, pemandu wisata, restoran dan rumah makan, hotel, losmen dan homestay, moda transportasi udara, laut, darat dan suku cadang kendaraan serta kerajinan tangan sebagai oleh-oleh yang khas dan cantik.
Selain sanggup menghasilkan cadangan devisa secara langsung, sektor pariwisata juga mampu menyerap ribuan tenaga kerja. Walhasil, sektor ini mampu mengurangi tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 5,13% per Februari 2018.
Sungguh, sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang cadangan devisa yang tengah menipis karena digunakan untuk melakukan intervensi pasar ketika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi. Kini cadangan devisa mencapai US$ 114,85 miliar per akhir September 2018 menipis dari US$ 117,93 miliar per akhir Agustus 2018.
Oleh karena itu, setiap pemerintah daerah harus menggenjot sektor pariwisata dengan menggali aneka potensi objek pariwisata di daerah masing-masing. Objek pariwisata akan menambah sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Keempat, pertemuan IMF dan Bank Dunia juga membangkitkan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang mampu menyerap jutaan tenaga kerja dan bahkan memberikan kontribusi tinggi terhadap produk domestik bruto (PDB). Coba tengok peran UMKM.
Menurut data terakhir Kementerian Koperasi & Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terdapat 57,89 juta unit UMKM pada 2013 yang terdiri dari 57,19 juta unit usaha mikro, 654,22 ribu unit usaha kecil dan 52,11 ribu unit usaha menengah. Usaha mikro merajai dalam memberikan kontribusi terhadap PDB yang mencapai 60,34%, usaha kecil 36,90% dan usaha menengah 13,72%.
UMKM mampu menyerap 100 juta tenaga kerja tepatnya 114,14 juta orang yang meliputi usaha mikro 104,62 juta orang, usaha kecil 5,57 juta orang dan usaha menengah 3,95 juta orang. UMKM telah membuktikan tahan banting terhadap krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997–1998. Salah satu faktor utamanya adalah lantaran segmen itu tidak memiliki eksposur dalam valuta asing (valas).
Untuk itu, sangat dipercaya bahwa peristiwa-peristiwa itu juga sanggup membangkitkan pelaku UMKM untuk lebih banyak memproduksi dan memasarkan produk lokal mereka. Produk khas Pulau Dewata seperti pakaian, selendang, topi, topeng, lukisan, gantungan kunci dengan berbagai hiasan cantik dan unik sebagai aneka cenderamata yang menawan hati para wisatawan asing dan domestik.
Ingat selalu bahwa produk UMKM yang laris manis juga akan mendorong kenaikan kredit UMKM ke bank. Sebaliknya, bank juga dituntut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menggeber kredit produktif yakni kredit modal kerja dan kredit investasi ke segmen UMKM minimal 20% pada akhir 2018. Untuk mendorong kredit usaha rakyat (KUR) yang bertujuan untuk menaikkan kelas pelaku UMKM, pemerintah telah menurunkan suku bunga KUR turun dari 9% pada 2017 menjadi 7% mulai 2018.
Alhasil, amat diharapkan berkah itu dapat menyuburkan pertumbuhan ekonomi kreatif yang berujung pada pertumbuhan ekonomi nasional.•
Paul Sutaryono
Staf Ahli Pusat Studi BUMN dan Mantan Asisstant Vice President BNI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News