kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Realokasi Anggaran Pembangunan


Rabu, 01 April 2020 / 13:12 WIB
Realokasi Anggaran Pembangunan
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Penyebaran virus korona atau Covid-19 memasuki babak baru yang makin mencemaskan. Ketika ancaman virus ini di negara asalnya, Tiongkok mulai melandai, di Indonesia justru muncul ancaman baru yang menghantui keselamatan masyarakat dan kelangsungan kondisi perekonomian nasional. Lebih dari sekadar ancaman di bidang kesehatan, efek berantai yang ditimbulkan Covid-19 benar-benar meluluh-lantakkan stabilitas perekonomian Indonesia.

Untuk mengantisipasi agar kelesuan dan ancaman stagnasi perekonomian dalam negeri tidak makin parah, Presiden Jokowi dalam rapat terbatas bidang ekonomi telah menginstruksikan agar pemerintah pusat dan daerah melakukan refocusing dan realokasi anggaran belanja masing-masing.

Anggaran perjalanan dinas, rapat-rapat, pembelian barang yang tidak prioritas diinstruksikan untuk dipangkas. Diperkirakan, sekitar Rp 62,3 triliun anggaran belanja kementerian dan berbagai lembaga negara dapat direalokasi untuk kemudian dimanfaatkan bagi upaya penanganan Covid-19.

Setengah dari anggaran perjalanan dinas kementerian dan lembaga, yakni sekitar 43 triliun dapat dialihkan pemanfaatannya untuk mendanai program-program yang lebih bermanfaat memperkecil dampak penyebaran virus korona ke masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah.

Masyarakat miskin

Ketika daya beli masyarakat turun, dan aktivitas ekonomi mulai sepi, maka korban pertama yang paling menderita, tak pelak golongan masyarakat miskin yang daya tahannya memang paling rentan menghadapi gejolak.

Berbeda dengan golongan masyarakat mampu yang masih memiliki tabungan dan penyangga ekonomi yang cukup, masyarakat miskin umumnya hidup dengan mengandalkan penghasilan dan upah yang sifatnya harian, sehingga ketika aktivitas perekonomian mandek, maka itu berarti bencana bagi kelangsungan kehidupan mereka.

Dengan memangkas belanja pusat dan daerah non-prioritas, pemerintah berharap dampak sosial-ekonomi penyebaran Covid-19 akan dapat direduksi ke tingkat yang paling minimal. Tiga pos utama yang menjadi fokus realokasi anggaran pembangunan adalah: upaya pengendalian Covid-19, penyaluran bantuan sosial dan pemberian insentif bagi pelaku usaha dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Pada masa krisis ekonomi dan situasi yang tidak menentu seperti sekarang ini, pemerintah tampaknya menyadari bahwa berharap masyarakat (miskin) mampu secara mandiri mengatasi persoalan yang dihadapi adalah hal yang agak mustahil dilakukan. Untuk itu dalam rangka mencegah agar masyarakat tidak makin terpuruk dilibas dampak Covid-19, maka upaya yang harus didorong adalah memperbesar program jaring pengaman sosial atau social safety net lewat bansos agar konsumsi masyarakat tetap tumbuh.

Berbagai program bantuan langsung ke masyarakat, baik itu program keluarga harapan (PKH), Kartu Indonesia Sehat (KIS), kartu Indonesia pintar, kartu sembako, semua perlu segera diimplementasikan seawal mungkin. Selain itu, program Kartu Pra Kerja juga perlu segera dijalankan. Hal ini selain memberikan scaling dan upscaling, juga untuk mengatasi hal yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Program Dana Desa yang sebetulnya didesain untuk mendorong perkembangan dan keberdayaan usaha masyarakat, dalam masa darurat seperti sekarang peruntukkan lebih diutamakan untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan program padat karya. Intinya bertujuan agar masyarakat miskin tidak masuk dalam pusaran kemiskinan yang makin menyengsarakan.

Meski belum meluas, saat ini tanda-tanda berbagai usaha yang ditekuni masyarakat miskin mulai terancam kolaps telah terlihat. PHK dalam beberapa kasus juga mulai dialami masyarakat. Kondisi seperti ini jika tidak diantisipasi sesegera mungkin, maka bukan tidak mungkin akan menimbulkan keresahan dan dampak sosial yang merugikan masyarakat.

Pada saat dampak penyebaran Covid-19 dapat dihentikan dalam kurun waktu 2-3 bulan ke depan, barangkali tidak terlalu banyak pekerjaan rumah yang harus ditangani pemerintah. Tetapi, lain soal ketika penyebaran virus korona ini terus berkelanjutan hingga enam bulan lebih. Dalam skenario terburuk, meluasnya penyebaran virus korona niscaya akan memicu serentetan akibat yang mematikan masyarakat, baik secara fisik mapun ekonomi.

Momentum berharga

Memperbesar bansos, dan berbagai program yang sifatnya populis dewasa ini adalah pilihan terbaik dan realistis yang harus dikembangkan pemerintah. Bisa dibayangkan, apa yang terjadi ketika perdagangan internasional turun hingga di bawah 30%, industri penerbangan merosot 75% lebih, dan pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 2,5% hingga 0%.

Efek dari krisis ekonomi global, bisa dipastikan akan menyentuh dunia usaha di wilayah hulu. Usaha-usaha berkala mikro-kecil, dan aktivitas ekonomi kerakyatan di dalam negeri niscaya akan ikut terkena imbasnya.

Diprediksi dalam bulan-bulan ke depan, jumlah penduduk Indonesia yang beresiko terpapar Covid-19 bisa mencapai sekitar 600.000-700.000 orang. Kalau prediksi ini benar terjadi, maka daya tahan masyarakat miskin niscaya cepat atau lambat akan tergerus.

Dalam situasi ekonomi yang normal saja, para pelaku ekonomi berskala kecil sudah kesulitan menghadapi tekanan kebutuhan hidup sehari-hari. Ketika situasi perekonomian makin tidak bisa dikendalikan, maka tidak banyak pilihan yang bisa mereka ambil.

Untuk saat ini dan beberapa bulan ke depan, satu-satunya harapan yang dimiliki masyarakat miskin tampaknya adalah uluran tangan dan bantuan dari pemerintah. Berbagai paket subsidi dan insentif ekonomi perlu terus digulirkan agar masyarakat miskin dapat memperpanjang daya tahan mereka menghadapi tekanan situasi.

Selain terus berupaya mencegah agar penyebaran Covid-19 tidak makin meluas, tragedi wabah virus korona paling-tidak telah menjadi momen berharga bagi negara untuk belajar lebih efisien dan efektif dalam merancang ketepatan pengalokasian anggaran program pembangunan. Seberapa pun besar dana APBN dan APBD yang kita miliki, tetapi jika tidak dirancang dengan tepat, maka hasilnya akan sia-sia. Bagaimana pendapat Anda?

Penulis : Bagong Suyanto

Guru Bsar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×