kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rela Hati Ikut Vaksinasi


Rabu, 24 Februari 2021 / 08:14 WIB
Rela Hati Ikut Vaksinasi
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Segala harapan tercurah pada vaksinasi, setelah setahun ini pandemi korona makin menjadi. Vaksin Covid-19, setelah disuntikkan di lengan Presiden Jokowi dan beberapa tokoh, lalu para tenaga kesehatan; kini menyasar pelayan publik dan lansia. Baru Maret-Mei nanti masuk ke masyarakat umum.

Cuma, membaca hasil survei dan perbincangan di khalayak ramai, ternyata masih banyak orang yang menolak untuk divaksin. Alasannya: mulai dari kurang paham manfaat vaksin hingga politis ideologis. Ada yang takut akan efek sampingnya, ada juga yang menolak lantaran buatan China. Bila suara penolakan itu membesar jadi gerakan, tentu, bisa menghambat progres vaksinasi.

Bagaimana menghadapi para penolak vaksinasi Covid-19 tersebut?

Sayang sekali, yang mencuat belakangan ini malah soal sanksi hukum bagi para penolak vaksin. Ini tertuang dalam Perpres No. 14/2021, bahwa orang yang menolak untuk divaksin bisa kena sanksi administratif: penundaan atau pemberian jaminan sosial atau bansos, penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan pemberian denda.

Belum lagi ada ancaman hukum bagi pelanggar UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Lebih celaka lagi bila yang melanggar itu warga DKI Jakarta. Mereka bisa kena sanksi ganda, ditambah denda Rp 5 juta, lantaran Ibukota RI ini sudah punya Perda Covid-19.

Tapi, mengapa harus mengedepankan ancaman sanksi? Selain malah menguatkan resistensi, ancaman hukum justru bisa berekses pada tindakan semena-mena dan salah sasaran. Apalagi bila yang terkena sanksi itu rakyat miskin yang perlu bansos sebagai jaring penyelamat hidup mereka sehari-hari.

Padahal, masih banyak masyarakat yang antusias minta divaksin segera. Mayoritas pun setuju vaksinasi. Bayangkan, para lansia saja semangat untuk divaksin, dan sejauh ini aman-aman saja. Masa yang lebih muda takut vaksin?

Maka jangan takut terhadap suara penolakan vaksin, yang sejauh ini baru dalam taraf pendapat atau sikap. Dan itu masih mungkin berubah dalam tindakannya nanti, jadi menerima vaksinasi Covid-19, bila dilakukan sosialisasi yang tepat.

Sebagaimana teori adopsidifusi inovasi, pemerintah perlu merangkul opinion leaders, terutama yang berseberangan dengan pemerintah, anggota parlemen hingga tokoh agama, untuk ikut vaksinasi. Tindakan para tokoh itu akan banyak mempengaruhi komunitas yang mempercayai mereka sehingga akhirnya mau ikut vaksinasi secara rela hati.

Penulis : Ardian Taufik Gesuri

Pemimpin Redaksi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×