| Editor: Tri Adi
Topik mengenai cukai plastik kembali menghangat, setelah pemerintah mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 pertengahan Agustus 2017 lalu. Di RAPBN 2018, target pendapatan cukai tahun depan sebesar Rp 155,4 triliun. Sekitar 0,3% atau Rp 500 miliar diharapkan dari penambahan barang kena cukai baru berupa kantong plastik. Saat ini Kementerian Keuangan melakukan kajian intensif dengan kementerian terkait lain dan menunggu konsultasi dengan DPR
Wacana pengenaan cukai plastik bukan hal baru. Isu tersebut ramai dibicarakan sejak tahun 2016. Dirjen Bea dan Cukai saat itu mengusulkan pengenaan cukai plastik pada semua produk kemasan plastik. Polemik bermunculan. Banyak pelaku industri yang menolak rencana tersebut, terutama industri makanan dan minuman sebagai pengguna terbesar plastik kemasan (>50%).
Ada kekhawatiran, pengenaan cukai plastik kemasan makanan dan minuman berpotensi menekan penjualan produk makanan dan minuman yang merupakan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat. Kami memandang, rencana pemerintah membatasi produk plastik kena cukai pada tahap awal hanya pada kantong plastik sedikit melegakan.
Pertama, terdapat barang substitusi yang cukup banyak untuk menggantikan fungsi utama kantong plastik guna memuat dan membawa berbagai macam barang, seperti kantong kertas, kantong kain, ataupun tas. Kedua, sejak Februari 2016 konsumen sudah dikondisikan membayar kantong plastik minimal Rp 200 per lembar ketika berbelanja di gerai ritel modern, kecuali jika membawa tas belanja sendiri.
Ketiga, dampak negatif terhadap perekonomian diperkirakan relatif lebih kecil dibanding pengenaan cukai pada kemasan plastik makanan dan minuman. Sebagai gambaran, industri makanan dan minuman memberikan kontribusi terbesar (30%) dalam struktur produk domestik bruto industri pengolahan Indonesia dengan tingkat pertumbuhan beberapa tahun terakhir di atas 7%.
Hal paling mendasar, pemerintah harus lebih menegaskan tujuan utama pengenaan cukai kantong plastik. Jika fokus pemerintah peningkatan penerimaan negara, penerapan kebijakan tersebut seharusnya menambah pendapatan negara.
Jika tujuannya pengendalian sampah, pemerintah harus memastikan efektivitas kebijakan ini dalam mengatasi sampah plastik dan mempunyai target pengurangan sampah kantong plastik yang jelas. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memperkirakan, sampah kantong plastik berkontribusi sekitar 15% terhadap total sampah Indonesia. Jumlahnya 24.500 ton per hari atau 8,96 juta ton per tahun.
Pemerintah harus tetap memperhitungkan dampak terhadap perekonomian, baik positif maupun negatif akibat penerapan kebijakan tersebut. Bagaimanapun juga, terdapat sektor-sektor yang berpotensi menurun seperti industri plastik dan penggunanya.
Kami memperkirakan, dampak kebijakan yang besar terhadap lingkungan baru akan dirasakan dalam jangka menengah-panjang. Ini sangat terkait pola perilaku konsumen itu sendiri. Mengubah kebiasaan dalam waktu singkat tidak mudah. Besarnya tarif cukai juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi kantong plastik.
Pemerintah harus memiliki roadmap kebijakan yang jelas. Penerapan kebijakan pengenaan cukai kantong plastik yang setengah-setengah dan terkesan “asal” dapat menambah penerimaan negara, tidak akan mengubah pola perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi kantong plastik dan upaya pengendalian sampah plastik. Indonesia perlu melakukan benchmarking dengan negara-negara lain yang sudah menerapkan kebijakan sejenis, seperti Irlandia dan Denmark.
Kami memandang, pemerintah perlu memikirkan kelangsungan dan arah pengembangan industri kantong plastik ke depan, mengingat industri tersebut yang akan paling terdampak kebijakan cukai kantong plastik. Beberapa upaya dapat dilakukan. Satu, memberikan sosialisasi dan tenggat waktu yang cukup bagi industri kantong plastik konvensional beradaptasi dengan kebijakan cukai yang baru.
Dua, memberikan insentif seperti keringanan/pembebasan pajak dan pengurangan bea masuk bahan baku, bagi industri kantong plastik yang mampu mengembangkan teknologi memperpendek proses penguraian sampah plastik hasil produknya. Tiga, memfasilitasi riset dan memperkuat sinergi antara akademika-industri-pemerintah dalam pengembangan bahan baku kantong plastik ramah lingkungan, misalnya dari jagung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News