Reporter: Agung Hidayat | Editor: Tri Adi
Bagi saya, perbedaan pendapat di antara para pejabat (menteri) akhir-akhir ini, sebenarnya tergantung dari kacamata mana kita melihat. Mengenai nilai investasi yang menurun atau naik, ada yang melihat data BKPM. Tapi ada pula yang mengacu pada realisasi di lapangan, mungkin saja berbeda.
Impor naik dan turun juga tergantung dari sudut dan basis mana kita memandang. Apakah perbandingannya per bulan, misalnya dari bulan A ke bulan B. Atau yang dilihat bulan pada tahun ini ke bulan di tahun lalu, year-on-year, kita tidak tahu basis mana yang digunakan.
Saya menilai, hal ini sebenarnya sebuah proses pembicaraan saja. Sebagai pengusaha, kami terbiasa membaca dulu apa yang dimaksud naik dan turun. Kemudian saya melihat atau berkaca dari produk dan bisnis saya sendiri.
Namun tentu yang paling tepat kalau mau mengacu data BPS. Jika bicara transaksi berjalan, seharusnya pasti ada rekamannya ke Bank Indonesia. Soal iklim investasi, sebagai orang yang tahu kondisi lokal, investasi masih kondusif. Karena saya tahu benar dan mengetahui usaha dan respons pemerintah pada dunia usaha saat ini. Hampir semua pejabat dan kementerian telah berusaha keras.
Mereka sudah berupaya mempermudah perizinan, misalnya, lewat sistem online single submission (OSS). Meski ada yang menganggap ini membingungkan, dimaklumi saja, karena ini merupakan hal baru.
Bagaimana melihat pandangan investor asing? Indonesia itu masih punya potensi bagus dibandingkan negara lain. Harapannya ke depan, agar pejabat pemerintah lebih sinergis. Saat ini, investasi sebenarnya sudah kondusif, cuma kalau lebih sinergi tentu bisa lebih kondusif lagi.
Kemudian, pejabat kita harus memiliki respons yang cepat. Kadang ada kasus pejabat pusat cepat, namun di daerah lamban. Tentu hal ini tidak sinkron. Maka harus ada sinergi antara pusat dan daerah.•
Franciscus Welirang
Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News