Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi
Usai libur Lebaran, investor kembali ke pasar dengan optimis. Sejak awal tahun, kinerja IHSG telah naik 0,9% ke 6.250, sementara yield (imbal hasil) obligasi acuan bertenor 10 tahun menurun 34,2 bps ke posisi 7,68% (data per 14 Juni 2019).
Sepanjang tahun ini, aliran dana asing yang masuk ke pasar saham sebesar Rp 57,6 triliun dan ke pasar obligasi Rp 57,1 triliun. Nilai tukar rupiah pun terapresiasi 0,5% ke Rp 14.325 per dollar AS.
Indikator ekonomi domestik yang masih solid di tengah ketidakpastian ekonomi global, apalagi setelah Standard & Poors (S&P) menaikkan peringkat utang Indonesia sehari sebelum libur Lebaran, semakin menambah daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di pasar domestik.
S&P menaikkan peringkat utang jangka panjang Indonesia atau sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan prospek stabil pada akhir Mei 2019. Bersamaan dengan itu, S&P juga menaikkan peringkat utang Indonesia jangka pendek menjadi A-2 dari A-3. Keputusan ini didukung penilaian bahwa ekonomi Indonesia tumbuh lebih cepat dari negara lain yang memiliki tingkat pendapatan sama.
Peningkatan rating ini juga sebagai cerminan kebijakan pemerintah yang berjalan efektif dan pengelolaan keuangan publik yang berkelanjutan. Sebelumnya, pada Februari 2019, lembaga pemeringkat Moodys berpendapat Indonesia merupakan negara yang disiplin mengelola fiskal sehingga mampu mengendalikan defisit anggaran ke tingkat lebih sehat dan berhasil mengelola beban utang yang rendah.
Penilaian positif dari lembaga pemeringkat internasional ini menunjukkan prospek perekonomian Indonesia masih kuat sekaligus sebagai kunci untuk menarik investasi yang lebih besar lagi di pasar domestik.
Aktivitas investor di pasar modal terlihat dari peningkatan porsi kepemilikannya di pasar SBN (Surat Berharga Negara) dan di pasar saham (Bursa Efek Indonesia). Dalam APBN 2019, pemerintah menetapkan target penerbitan SBN sebesar Rp 389 triliun. Hingga 29 Mei 2019, total emisi bersih SBN telah mencapai Rp 187,5 triliun atau 48,2% dari total target.
Sampai minggu kedua Juni 2019, kepemilikan domestik sebesar Rp 1.546 triliun atau 62% dari total kepemilikan SBN, meningkat jika dibandingkan per akhir Desember 2018 senilai Rp 1.475 triliun. Kepemilikan asing pun naik menjadi Rp 952 triliun atau 38% dari total kepemilikan SBN, dari Rp 893 triliun pada akhir Desember 2018. Dari tahun ke tahun, porsi kepemilikan domestik di pasar saham Indonesia mengalami kemajuan cukup pesat.
Pada 2013, kepemilikan domestik di pasar saham baru 37%. Di saat yang sama, investor asing telah mendominasi pasar saham sebanyak 63%. Namun saat ini mayoritas transaksi di bursa saham telah dikuasai investor lokal. Sepanjang 2019, 65% transaksi dikuasai investor domestik senilai Rp 683 triliun dan 35% dilakukan investor asing.
Meningkatnya minat investor lokal diharapkan mendukung kinerja pasar saham domestik agar tak terlalu rentan terhadap aksi investor asing (capital flight).
Peran investor domestik yang kuat di pasar modal negara berkembang seperti Indonesia sangat penting untuk menjaga kestabilan pasar finansial domestik.
Status layak investasi dibarengi kenaikan peringkat utang telah membangun persepsi positif berinvestasi di pasar modal. Namun tetap harus diwaspadai beberapa risiko yang dapat memicu keluarnya dana asing, antara lain perubahan kebijakan moneter, arah pergerakan suku bunga, faktor politik, perlambatan ekonomi global, dan tekanan perang dagang yang bisa kembali bergejolak.
Fundamental ekonomi yang kuat, kebijakan moneter dan fiskal yang tepat, serta implementasi kebijakan ekonomi yang efektif dapat meningkatkan pertumbuhan investasi Indonesia.
Kami memperkirakan stabilitas makro ekonomi dalam negeri masih tetap terjaga dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5% pada 2019 dan 2020. Ruang penurunan suku bunga acuan pun masih terbuka seiring terkendalinya inflasi dan kebijakan The Fed yang semakin dovish, sementara nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih kompetitif di kisaran 14.200–14.400 tahun ini dengan volatilitas yang lebih rendah dibandingkan tahun 2018.
Kondisi ini akan menjaga kepercayaan investor dan mendorong semakin besarnya aliran dana investasi ke pasar domestik.♦
Reny Eka Putri
Senior Quantitative Analyst Office of Chief Economist Bank Mandiri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News