Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi
Pidato Presiden RI terpilih 20192024 Joko Widodo pada 14 Juli 2019 berjudul Visi Indonesia secara garis besar mencakup 5 poin. Pertama, melanjutkan pembangunan infrastruktur. Kedua, pembangunan sumber daya manusia. Ketiga, mengundang investasi seluas-luasnya. Keempat, reformasi birokrasi. Kelima, penggunaan APBN yang fokus dan tepat sasaran.
Tulisan ini akan membahas reformasi birokrasi, yaitu gagasan mengenai restrukturisasi lembaga pembentuk regulasi dalam rangka mewujudkan reformasi regulasi. Reformasi regulasi sangat mendesak untuk dilaksanakan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas regulasi di Indonesia. Kondisi regulasi saat ini banyak yang sudah tidak up to date dan saling tumpang tindih, disharmoni, menimbulkan konflik, serta sangat ego sektoral dan ego kedaerahan. Hal ini tentu mengganggu tujuan pembangunan secara umum, khususnya pembangunan hukum.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2012 pernah melakukan pemetaan mengenai kualitas regulasi di Indonesia. Hasilnya: a) terlalu banyaknya regulasi; b) saling bertentangan; c) tumpang tindih; d) multi tafsir; e) tidak taat asas; f) tidak efektif; g) menciptakan beban yang tidak perlu; dan h) menciptakan ekonomi biaya tinggi.
Setelah berjalan kurang lebih 7 tahun, belum ada upaya perbaikan bahkan sangat mungkin kondisinya memburuk. Upaya reformasi regulasi diharapkan mampu mendongkrak peningkatan iklim berusaha dan investasi, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan.
Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam pembentukan regulasi, akan menyebabkan regulasi makin banyak sehingga kualitas regulasi tidak baik dan tidak harmonis. Bila mendasarkan pada Trias Politika, maka lembaga yang terlibat pembentukan regulasi bisa dikelompokkan ke dalam 3 lembaga, yaitu lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif. Lembaga pembentuk regulasi terbanyak terletak pada cabang kekuasaan eksekutif.
Pada Rapat Kabinet Terbatas, 17 Januari 2017, Presiden Jokowi memerintahkan untuk mengevaluasi berbagai regulasi agar sejalan dengan jiwa Pancasila, amanat konstitusi, dan kepentingan nasional. Selain itu, mengevaluasi aturan yang tidak sinkron antara satu dengan yang lain dan cenderung membuat urusan berbelit-belit, menimbulkan multitafsir, serta melemahkan daya saing dalam kompetisi global. Presiden juga memerintahkan penataan database regulasi dan memanfaatkan sistem teknologi informasi untuk mengembangkan layanan elektronik regulasi atau e-regulasi.
Berhasil atau tidaknya reformasi regulasi, ditentukan peran kelembagaan pembentuk peraturan perundang-undangan. Di beberapa negara yang menjalankan reformasi regulasi, salah satu faktor kunci keberhasilan reformasi regulasi adalah keberadaan kelembagaan yang tepat dan berwibawa. Bahkan di beberapa negara menerapkan otoritas tunggal.
Presiden mempunyai visi dalam menjalankan roda pemerintahan. Di negara kesatuan, semua program kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah adalah untuk mendukung visi Presiden. Jika Visi Presiden dilaksanakan secara konsisten semua oleh lembaga, maka seharusnya tidak ada lagi konflik kepentingan, ego sektoral, kementerian, lembaga non-kementerian, dan kedaerahan.
Lembaga regulasi
Proses pembentukan regulasi yang sekarang berjalan cukup panjang, berliku, dan berbelit. Dalam praktik, ada permintaan paraf yang diajukan oleh Kementerian Sekretariat Negara kepada kementerian terkait sebelum rancangan regulasi tersebut ditandatangani atau ditetapkan oleh Presiden. Terkadang, kementerian pemrakarsa regulasi sampai memohon-mohon dan berbaik-baiklah kepada kementerian yang dimintai paraf tersebut.
Karena itu, perlu pembentukan lembaga baru untuk mengatasi lembaga pembentuk regulasi yang begitu banyak jumlahnya dan sudah sangat tidak ideal. Beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan untuk lembaga baru ini di antaranya: pertama, lembaga tersebut merupakan lembaga tunggal yang mempunyai kewenangan penuh. Kedua, bertanggungjawab langsung dan sehari-hari dekat dengan Presiden selaku kepala pemerintahan. Ketiga, melaksanakan tugasnya secara lintas sektoral. Keempat, bisa melaksanakan fungsi memutus dan berkoordinasi dengan baik. Kelima, dipercaya karena kredibilitas, kewibawaan dan netralitasnya. Keenam, struktur organisasi, kompetensi dan jumlah sumber daya manusia yang memadai.
Tanpa bermaksud mendahului Presiden, pembentukan lembaga di bawah Presiden merupakan kewenangan penuh Presiden. Tapi, mengingat saat ini begitu banyak lembaga pembentuk regulasi, maka perlu dibentuk kementerian sendiri yang tugas dan fungsinya di bidang regulasi, tanpa dicampur dengan tugas dan fungsi lain. Ada baiknya Presiden mempertimbangkan pembentukan lembaga pembentuk regulasi menjadi satu pintu, mengingat pembentuk regulasi pada saat ini terpencar ke dalam berbagai kementerian/lembaga yang ada.
Berdasarkan kriteria di atas, kelembagaan pembentuk regulasi di kekuasaan eksekutif adalah kelembagaan setingkat kementerian. Nomenklaturnya bisa Kementerian Regulasi atau Kementerian Perundang-undangan.
Tugas dan fungsi kementerian ini fokus mengenai masalah pembentukan regulasi di bidang eksekutif, tidak dicampur dengan tugas dan fungsi lain. Seyogyanya, para pejabat di kementerian ini tidak diisi orang-orang dari partai politik atau berafiliasi dengan partai politik. Tapi, diisi sumber daya manusia profesional yang betul-betul berpengalaman dan memahami regulasi, baik dari sisi teoritis maupun praktis dan disiplin lain yang mendukung regulasi.
Saat ini, ada hukum positif yang mengatur mengenai kementerian, yaitu UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang membatasi jumlah kementerian tidak boleh lebih dari 34. Jika dasarnya adalah kementerian yang ada sekarang ini, maka jumlah kementerian harus dikurangi.
Kementerian Perundang-undangan atau Kementerian Regulasi menjadi satu-satunya lembaga pembentuk regulasi di cabang kekuasaan eksekutif. Fungsi pembentukan regulasi di kementerian ditiadakan, tetapi bisa jadi pengusul rancangan regulasi dan diajukan ke Kementerian Perundang-undangan atau Regulasi.
Lembaga yang selama ini menangani regulasi yaitu Badan Pembinaan Hukum Nasional, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Deputi Hukum dan Perundang-undangan Sekretariat Negara, dan Sekretariat Kabinet diintegrasikan ke dalam Kementerian Regulasi atau Kementerian Perundang-undangan sekaligus dengan SDM-nya. Sekretariat Kabinet dan Kantor Staf Presiden diintegrasikan ke dalam Kementerian Sekretariat Negara dan tidak lagi menangani regulasi.
Restrukturisasi kelembagaan pembentuk regulasi akan sangat besar kontribusinya dalam reformasi regulasi. Dengan begitu, Presiden memiliki pembantu yang mempunyai otoritas tunggal, kuat, dan berwibawa. ♦
Wicipto Setiadi
Dosen Fakultas Hukum UPN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News