kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revitalisasi kemerdekaan ekonomi kita


Senin, 20 Agustus 2018 / 14:14 WIB
Revitalisasi kemerdekaan ekonomi kita


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Bangsa Indonesia tengah merayakan perayaan kemerdekaan ke-73. Beragam refleksi penting dilakukan guna mengevaluasi perjalanan bangsa. Salah satunya dalam sektor perekonomian.

Kabar baik sekaligus buruk datang dari sektor perekonomian. Kabar baik berupa adanya peluang divestasi saham 51% PT Freeport Indonesia oleh pemerintah. Sedangkan kabar buruk adalah rencana penjualan aset oleh PT Pertamina (Persero). Kedua hal ini sama-sama menimbulkan pro dan kontra.

Polemik Pertamina mengemuka setelah beredar surat persetujuan prinsip aksi korporasi untuk mempertahankan kondisi keuangan PT Pertamina. Surat ini ditandatangani oleh Menteri Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan secara umum isinya adalah terkait rencana penjualan asset tersebut.

Apapun itu, polemik ini penting menjadi evaluasi dan positif untuk pembelajaran. Adanya kontra hingga aksi protes menunjukkan harapan besar publik agar aset BUMN dan aset negara tidak ada yang dijual. Hal ini menyangkut soal marwah dan kemerdekaan ekonomi.

Pertamina sendiri sudah mengirim surat usulan ke pemerintah selaku pemegang saham terbanyak. Isinya merupakan rencana aksi korporasi sebagai bagian rencana bisnis Pertamina meningkatkan kinerja portofolio bisnisnya ke depan.

Versi Rini surat balasan ke Pertamina justru meminta mempertahankan aset-aset strategis di hulu dengan menjadi pemegang kendali. Selain itu Pertamina diminta untuk melakukan kajian mendalam dan komprehensif bersama dengan Dewan Komisaris untuk mengusulkan opsi-opsi terbaik yang nantinya akan diajukan melalui mekanisme rapat umum pemegang saham (RUPS) sesuai ketentuan yang berlaku.

Rencana pelepasan aset yang 100% merupakan milik Pertamina sebenarnya telah diatur dalam anggaran dasar (AD) perusahaan ini. Berdasarkan AD dan anggaran rumah tangga (ART), untuk melakukan pelepasan aset perlu dilakukan kajian yang komprehensif serta diputuskan oleh rapat umum pemegang saham (RUPS).

Pelepasan aset menurut Pertamina sebagai upaya menyehatkan portofolio investasi, sehingga Pertamina tidak memiliki kecondongan risiko pada satu aset tertentu. Langkah tersebut, bisa memberi peluang bagi Pertamina mengundang mitra bisnis atau strategic partner yang memiliki keunggulan dalam teknologi dan bisnis di bidang energi.

Sedangkan surat yang diusulkan Pertamina kepada pemerintah masih berupa izin prinsip. Yakni perizinan kepada pemegang saham untuk melakukan kajian atas rencana-rencana aksi korporasi strategis Pertamina.

Rencana ini mendapat penolakan, salah satunya oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang melakukan aksi. Sementara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendukung langkah Pertamina melakukan aksi korporasi untuk menyelamatkan kondisi keuangan perusahaan. Salah satunya dengan cara melepas aset blok-blok minyak dan gas bumi serta pembangunan kilang dengan cara mencari mitra strategis.

Melihat kebelakang, sejak awal kedaulatan ekonomi dijabarkan oleh Bung Karno melalui prinsip berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri. Politik berdikari populer setelah Bung Karno memberi judul pidatonya pada 17 Agustus 1965 dengan judul Tahun Berdikari. Tiga prinsip berdikari yakni, berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ketiga-tiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Berdikari dalam ekonomi dimaknai kita harus bersandar pada dana dan tenaga yang memang sudah ada di tangan kita dan menggunakannya semaksimal mungkin. Bung Karno menegaskan bahwa budaya Indonesia yang kaya raya harus digali. Deklarasi Ekonomi (Dekon) menjadi perencanaan pembangunan ekonomi berdiri. Kedudukan rakyat diletakkan sebagai sumber daya sosial bagi pembangunan.

Ekonomi berdikari tidak anti asing. Namun melalui Dekon dinyatakan bahwa jika dana nasional tidak mencukupi, maka harus dicarikan kredit luar negeri yang tidak bertentangan dengan politik kita. Hal ini menempatkan kedaulatan bangsa di atas segalanya.

Menegakkan kedaulatan

Kini arus globalisasi dan kapitalisasi mengalir deras dan menjadi tantangan berat bagi kedaulatan ekonomi bangsa. Belum ditambah berbagai persoalan ekonomi yang membutuhkan suntikan dana segar. Akhirnya, salah satu upaya yang tidak bisa dihindari adalah dengan utang luar negeri (ULN). Meskipun sudah lepas dari IMF, namun utang luar negeri Indonesia terus membengkak.

Bank Indonesia (BI) merilis utang luar negeri Indonesia pada akhir April 2018 tercatat sebesar US$ 356,9 miliar atau Rp 4.996,6 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat). Utang luar negeri Indonesia tumbuh 7,6% secara tahunan atau year on year (yoy) pada akhir April 2018. Hasil tersebut jelas melambat jika dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 8,8% (yoy).

Demi menegakkan kedaulatan ekonomi, utang luar negeri mestinya terus ditekan bukan justru bertambah. Pemerintah mesti serius menguatkan perekonomian nasional. Aset-aset yang kini dikuasai asing penting bertahap diambil alih, bukan justru menjual aset yang ada.

Misalnya dalam kasus Freeport, publik berharap pemerintah berani memutus kontrak karya yang berakhir pada tahun 2021 nanti. Selanjutnya dalam isu Pertamina, penting dikaji upaya lain yang tidak menjual aset yang ada.

Selain itu, kebijakan perekonomian mesti pro terhadap pelaku UMKM serta wirausaha kecil hingga menengah. Insentif dan kemudahan berusaha penting dikuatkan. Iklim usaha yang sehat juga penting difasilitasi agar tercipta keberlanjutan usaha.

Stabilisasi dan keterjangkauan harga selanjutnya penting dijaga. Hal ini guna menguatkan perekonomian rumah tangga dan menekan laju kemiskinan.

Kuatnya ekonomi keluarga menjadi pilar bagi penguatan perekonomian nasional. Jika semua upaya dilakukan, maka ketergantungan kepada asing akan dapat terus diminimalisasi.

Pemerintah juga mesti menunjukkan komitmen kepada publik. Agar lebih proekonomi dalam negeri dibandingkan investasi dan keterlibatan asing. Kemitraan strategis terhadap asing hanya untuk sektor yang sulit dikelola kekuatan dalam negeri atau dibutuhkan karena darurat.•

Ribut Lupiyanto
Deputi Direktur Center for Public Capacity Acceleration

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×