kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45905,16   6,41   0.71%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revitalisasi kerjasama dengan Filipina


Rabu, 25 April 2018 / 15:12 WIB
Revitalisasi kerjasama dengan Filipina


| Editor: Tri Adi

Sebagai salah satu negara kepulauan terluas di dunia, Indonesia memiliki perbatasan laut dengan 10 negara dan salah satunya Filipina. Negara tersebut memiliki banyak kesamaan dengan Indonesia dari kondisi geografis, ekonomi, basis kemaritiman dan agraris dan lain-lain.

Aspek kesejarahan dan diplomasi kedua negara ini punya hubungan khusus. Presiden pertama RI, Soekarno pernah membuat doktrin bersama Presiden Filipina saat itu, Diosdado Macapagal yang terkenal dengan nama Doktrin SoekarnoMacapagal yang merupakan pernyataan sikap menanggapi peran dan campur tangan Inggris dalam pembentukan Malaysia. Doktrin tersebut memperlihatkan kepemimpinan dan kedaulatan kedua negara di kawasan Asia Tenggara saat itu.

Hubungan bilateral kedua negara berjalan baik meskipun penuh dengan riak-riak gelombang. Belakangan, riak tersebut semakin meningkat, mulai dari penyanderaan anak buah kapal (ABK) Indonesia oleh gerilyawan pimpinan Abu Sayyaf, pengiriman jamaah haji asal Indonesia yang menggunakan paspor palsu Filipina, lalu lintas peredaran narkoba, rencana eksekusi terdakwa kurir narkoba Mary Jane Veloso, penangkapan ikan ilegal kapal Filipina di perairan Indonesia, agresivitas China di Laut China Selatan dan lainnya.

Sebagai bagian dari komunitas ASEAN, Indonesia dan Filipina juga menghadapi masalah konektivitas yang belum terselesaikan dalam mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sejatinya secara geografis ASEAN disatukan oleh kawasan Greater Mekong Sub Region (GMS), semenanjung Malaya, Laut Andaman, selat Malaka, Laut China Selatan, Selat Karimata, Selat Sunda, Laut Jawa dan Laut Sulawesi. Kawasan Laut Sulawesi inilah yang menghubungkan Indonesia dengan Filipina sekaligus juga kawasan dengan pertumbuhan terendah di ASEAN dibandingkan dengan kawasan lainnya.

Kondisi kawasan tersebut diperburuk dengan munculnya kelompok radikal bersenjata yang meneror di kawasan yang menghubungkan kedua negara. Penyanderaan awak kapal asal Indonesia oleh gerilyawan pimpinan Abu Sayyaf beberapa waktu lalu merupakan salah satu contoh. Jalur laut tersebut merupakan jalur yang rawan dengan aktivitas ilegal yang merepotkan aparat keamanan kedua negara.

Aktivitas penangkapan ikan ilegal oleh kapal Filipina di perairan Indonesia misalnya diyakini menjadi tulang punggung dari kota pelabuhan perikanan terkenal General Santos, Provinsi Cotabato Selatan. Kota perikanan tersebut terkenal sebagai The City of Tuna. Di kota perikanan tersebut setiap harinya didaratkan ribuan ton ikan tuna yang sebagian diduga ditangkap di perairan Indonesia. Penegakan hukum yang tegas dan keras terhadap kapal ikan asing di Indonesia dalam tiga tahun terakhir membuat aktivitas di General Santos menurun drastis. Banyak kapal penangkap ikan yang mangkrak dan awak kapal berhenti bekerja. Akibatnya masalah pengangguran pun meningkat di kota pelabuhan tersebut.

Beberapa kerjasama

Banyaknya masalah antara IndonesiaFilipina menandakan bahwa hubungan antar kedua negara memerlukan perhatian serius. Selama ini meskipun bertetangga dekat, kedua negara seolah saling memunggungi satu sama lain. Masalah antara IndonesiaFilipina perlu diselesaikan melalui terobosan yang cerdas sehingga kedua negara dapat saling bersinergi dan menciptakan konektivitas. Kuncinya adalah membangun kepercayaan antara pemerintah kedua negara di seluruh sektor.

Hubungan kedua negara perlu diperkuat lagi untuk mewujudkan kesejahteraan bersama khususnya masyarakat di perbatasan. Solusi bagi masyarakat perbatasan penting karena menyangkut hajat hidup masyarakat di garis terdepan masing-masing negara.

Masyarakat Ekonomi ASEAN menunjukkan wajah nyata apabila perbatasan IndonesiaFilipina bisa terkoneksi. Selama ini pembangunan belum menyentuh titik terluar perbatasan IndonesiaFilipina. Alhasil, tingkat pertumbuhan dan indeks pembangunan manusia di kawasan itu yang terendah di Asia Tenggara.

Permasalahan penangkapan ikan ilegal perlu dicari solusi yang bersifat win-win sehingga penyelesaiannya tuntas. Pemerintah Indonesia perlu menjajaki kemungkinan kerjasama dengan Filipina, misalnya joint operation dalam pengelolaan pelabuhan perikanan General Santos. Kemungkinan kerjasama pengembangan kawasan Indonesia timur yang berbatasan dengan Filipina seperti pulau terluar Miangas, Marore dan Marampit juga perlu dilakukan lebih lanjut melalui studi khusus.

Di sektor perdagangan, perlu ditinjau kembali kerjasama antara kedua negara. Sejak 2015 Filipina mendapatkan fasilitas Generalized Scheme of Preferences (GSP) dari Uni Eropa (UE). GSP merupakan skema khusus yang menawarkan perlakuan istimewa non-timbal balik untuk impor produk dari negara berkembang, seperti tarif rendah atau nol. UE telah memberikan fasilitas GSP+ ke Filipina.

Skema GSP+ itu diberikan UE bagi negara yang perekonomiannya dikategorikan rentan termasuk Filipina. Meskipun saat ini Indonesia tengah bernegosiasi kerjasama perdagangan dengan UE, peluang fasilitas GSP+ yang didapatkan oleh Filipina dapat dimanfaatkan untuk jangka pendek. Terlebih, negosiasi kerjasama perdagangan tersebut tentunya masih memerlukan waktu. Pemanfaatan fasilitas GSP+ yang dimiliki oleh Filipina tersebut dapat mendorong peningkatan investasi sekaligus nilai ekspor dan tenaga kerja Indonesia.

Di sektor pariwisata, pemanfaatan kapal tradisional sebagai transportasi utama ke pulau wisata di Filipina yang bernama Boracay juga dapat menjadi contoh bagi Indonesia. Kerjasama antara pemerintah, swasta, dan penduduk lokal di pulau tersebut merupakan contoh sukses bukti pemanfaatan pelayaran tradisional. Sebagai negara kepulauan, Indonesia masih membutuhkan pelayaran tradisional untuk distribusi barang, jasa dan komunikasi antar pulau di kawasan terluar.

Mencermati kondisi yang terjadi, hubungan bilateral antara IndonesiaFilipina perlu direvitalisasi untuk meningkatkan manfaat sosial ekonomi kedua negara. Hubungan tersebut harus ditingkatkan kualitasnya, terlebih dengan kerawanan kondisi di perbatasan yang saat ini terjadi. Secara historis kedua negara memiliki hubungan sejarah yang sangat baik dan tidak ada konflik. Hal yang terpenting adalah kesepahaman yang terbentuk antara pimpinan kedua negara tersebut. Kesamaan karakter dan pandangan antara Presiden RI Joko Widodo dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte dapat menjadi modal yang berharga bagi hubungan kedua negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×