Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Tri Adi
Kebijakan pemerintah untuk menahan laju impor barang pekan lalu masih menuai pro dan kontra. Meskipun sekilas kebijakan ini mampu menenangkan psikologi pasar keuangan dan membuat tekanan kurs rupiah terhadap dollar sedikit mereda.
Pertama, kebijakan mengurangi laju impor terhadap lebih dari 1000 jenis barang tentu repot untuk melaksanakannya di lapangan. Karena itu ada saran agar pemerintah membatasi impor beberapa komoditas yang banyak memakan devisa, dan aktivitas ekspornya dilakukan atas penugasan pemerintah.
Misalnya, rencana pemerintah menghentikan beberapa proyek pembangunan pembangkit listrik, sudah tepat, karena banyak menyedot devisa yang pendanaannya sebagian besar lewat utang. Selain itu, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak begitu kencang seperti sekarang, sepertinya suplai listrik dari pembangkit yang sudah ada dan dalam proses penyelesaian bakal mencukupi untuk beberapa waktu ke depan.
Jangan cuma proyek setrum, proyek jalan tol atau infrastruktur lain yang sifatnya tidak mendesak bisa tinjau ulang. Kalau enggak perlu-perlu amat bisa ditunda.
Kedua sebagian pengusaha merasa dirugikan dengan aturan ini dan mengklaim bisnisnya bakal terganggu. Selama ini mereka bisnis sudah terganggu dengan adanya guncangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, lantaran musti impor bahan baku harga mahal.
Misalnya lonjakan pajak penghasilan (PPh) bagi importir keramik. Selama ini keramik impor dibutuhkan oleh pengembang properti kelas atas yang tengah getol membangun apartemen maupun hotel. Hal ini tentu bisa mengganggu proses finshing proyek-proyek properti.
Beda kasusnya kalau PPh yang naik tinggi adalah importir kendaraan bermotor baik importir utuh maupun suku cadangnya. Sebab kalaupun harga kendaraan khususnya yang impor utuh naik, tak akan terlalu mengganggu.
Ketiga, kebijakan pemerintah yang sifatnya hanya mampu mencegah impor jangka pendek ini juga berpotensi mendapatkan protes dari negara-negara lain. Memang, karena sifatnya bukan pembatasan langsung, kebijakan ini bisa saja aman dari gugatan negara lain ke forum WTO. Mengingat kebijakan yang sama sejatinya sudah pernah dilaksanakan oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kalaupun nanti dimasalahkan di WTO dan kita kalah, semoga saat itu rupiah sudah bisa stabil.•
Syamsul Ashar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News