Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Mesti Sinaga
Target penerimaan pajak di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 mencapai Rp 1.424 triliun. Tapi, memasuki bulan kesembilan tahun ini, penerimaan pajak yang masuk ke kas negara belum sampai 60% dari target. Direktorat Jenderal Pajak tinggal punya waktu empat bulan untuk mengejar target penerimaan pajak.
Pekerjaan Direktorat Jenderal Pajak berat. Di sisa waktu 2018 yang tinggal empat bulan lagi, mereka masih harus mengisi pundi-pundi penerimaan pajak yang baru separuh lebih sedikit terisi.
Apa strategi Direktorat Jenderal Pajak untuk mengejar target penerimaan? Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan memaparkannya kepada wartawan Tabloid KONTAN Nina Dwiantika, Rabu (5/9). Berikut nukilannya:
KONTAN: Sejauh ini, berapa penerimaan pajak?
ROBERT: Realisasi penerimaan pajak tahun ini sampai 31 Agustus sebesar Rp 799,47 triliun, atau tumbuh 16,52% dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 686,14 triliun.
Artinya, penerimaan pajak sudah 56,14% dari target APBN 2018. Bila tidak memperhitungkan penerimaan dari uang tebusan tax amnesty selama Januari hingga Maret 2017, maka penerimaan pajak tumbuh 18,59% per 31 Agustus 2018. Dengan perhitungan, penerimaan pajak tanpa tax amnesty sebesar Rp 674,14 triliun di 31 Agustus 2017.
KONTAN: Apa saja yang menjadi pendorong pertumbuhan penerimaan?
ROBERT: Ada sederet faktor yang mampu mendongkrak pertumbuhan penerimaan pajak. Misalnya, pertumbuhan ekonomi, kinerja Direktorat Jenderal Pajak, dan penambahan kepatuhan wajib pajak.
Tentu, dari pertumbuhan ekonomi sudah terlihat dari pertumbuhan tahun lalu 5,07% secara real. Tetapi secara nominal ditambah inflasi 3,2% maka pertumbuhan kurang lebih 8,3% hingga 8,4%.
Dengan pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 16,52%, ini menunjukkan ada penerimaan pajak dari basis baru. Pembayar pajak baru ini merupakan efek jangka panjang dari program pengampunan pajak yang berlangsung pada 2016 hingga 2017 lalu.
Tax amnesty telah membentuk basis pajak baru. Tadinya, wajib pajak tidak melapor pajak, kemudian mereka mulai melaporkan pajaknya.
Basis pajak baru artinya, saat tax amnesty berlangsung para wajib pajak mendeklarasikan aset-aset baru. Kurang lebih nilai deklarasi harta wajib pajak Indonesia dari tax amnesty ada Rp 4.800 triliun. Jadi, pajak baru tersebut ada dalam bentuk penerimaan dari perusahaan atau rumah yang disewakan.
KONTAN: Sektor usaha apa yang menyumbang penerimaan pajak terbesar?
ROBERT: Dari sisi sektoral, ada tiga sektor ekonomi yang mencatat realisasi penerimaan pajak dengan pertumbuhan dua digit. Contohnya, sampai 31 Agustus 2018, pendapatan pajak dari industri pengolahan mencapai Rp 224,38 triliun atau tumbuh 30,1%.
Kemudian, dari sektor perdagangan sebesar Rp 151,23 triliun atau tumbuh 20,3%. Dan, dari sektor jasa keuangan Rp 99,64 triliun atau tumbuh 13,4%. Sedang dari sektor pertambangan Rp 47,44 triliun atau tumbuh 6,4%.
Nah, tiga sektor tersebut, industri pengolahan, perdagangan, dan jasa keuangan sudah berkontribusi sekitar 60% terhadap penerimaan pajak.
KONTAN: Kan, baru 56%, apakah target penerimaan tahun ini bisa tercapai?
ROBERT: Kami harapkan, pertumbuhan penerimaan pajak akan terus membaik hingga akhir 2018. Kami memprediksikan, realisasi pendapatan pajak sekitar Rp 1.350 triliun di akhir tahun atau sekitar 95% dari target APBN 2018. Dari rencana awal, target penerimaan pajak senilai Rp 1.424 triliun.
KONTAN: Apa strategi meraih target Rp 1.350 triliun itu?
ROBERT: Untuk mencapai target itu, kami melakukan tugas-tugas rutin yang selama ini sudah menjadi tugas pokok Direktorat Jenderal Pajak.
Pertama, pelayanan akan kami tonjolkan termasuk edukasi kepada wajib pajak. Sehingga, mereka mendapatkan pelayanan dan pemahaman apa hak dan kewajibannya.
Kedua, pengawasan. Pada level Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melakukan pemantauan pembayaran. Contoh, memantau data wajib pajak, apakah sudah melaporkan data atau belum. Jika belum, maka KPP bisa mengimbau wajib pajak tersebut untuk melaporkan atau membetulkan pajak.
Kalau wajib pajak itu tidak mau melaporkan dan membetulkan data pajak, kami bisa melakukan pemeriksaan atas wajib pajak tersebut. Sebenarnya, langkah itu cara lama. Tetapi, kami terus meningkatkan mutu pelayanan dan pengawasan supaya lebih akurat.
Di sisa waktu tahun 2018, kontribusi penerimaan pajak terbesar masih berasal dari sektor industri pengolahan, perdagangan, dan jasa keuangan. Tapi, kami tidak menargetkan sektor-sektor tertentu dalam mengejar penerimaan.
KONTAN: Jika ada wajib pajak yang tidak patuh?
ROBERT: Kalau ada wajib pajak yang datang kemudian berbicara ke kami bahwa ada perbedaan data dengan kami, maka kami akan menjelaskan ke wajib pajak itu.
Kendala wajib pajak belum melaporkan kewajibannya, karena ketidaktahuan informasi atau bisa juga karena tidak mau membayar pajak. Saat ini, sebagian besar wajib pajak mau melakukan pelaporan dan pembetulan data pajak setelah kami imbau.
Sisanya, tidak lebih dari 50% wajib pajak yang mendapatkan perhatian dari kami. Untuk itu, kami akan melakukan pemeriksaan pada wajib pajak tersebut.
KONTAN: Bisnis online kan berkembang sangat pesat. Berapa besar potensinya?
ROBERT: Bisnis e-commerce adalah model bisnis baru yang harus ditangani dengan baik dan hati-hati. Sudah banyak diskusi secara internasional dan nasional mengenai model bisnis e-commerce, dengan bahasa internasional disebut economics of digitization.
Baru-baru ini saya menghadiri pertemuan G-20 di Argentina. Salah satu isinya, membicarakan ekonomi digital khususnya yang lintas batas negara. Sebab, ekonomi digital banyak yang antar negara. Misalnya, produk dari luar negeri, sedangkan konsumsinya di dalam negeri.
Ekonomi digital agak kompleks. Tapi, sudah disepakati pada pertemuan G-20, proses pemajakan pada ekonomi digital yang cross broder sedang disusun, yang menjelaskan tentang solusi pemajakan yang bisa diterima seluruh negara. Artinya, solusi pembagian pajak dari negara asal barang dan pajak dari negara konsumsi.
Rencananya, aturan pajak ekonomi digital cross border ini selesai di 2019 dan bisa dilaksanakan pada 2020. Jika ini sudah ada, maka pemajakan e-commerce yang melampaui batas negara akan ada solusi.
Sementara proses pemajakan untuk bisnis ekonomi digital yang ada di dalam negeri sedang kami pelajari. Kami mempelajari pajak untuk ekonomi digital seperti e-commerce secara bertahap.
Dalam waktu dekat kami akan menerbitkan aturan, sehingga para merchant dan pemain di e-commerce memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Mereka wajib memberikan data ke kantor pajak sehingga kami bisa menerapkan service assessment dalam proses pemajakan mereka.
Sejauh ini, kami masih menggodok aturan pajak untuk ekonomi digital. Apakah nanti ada pemotongan biaya bagi hasil dari e-commerce atau tidak oleh platform masing-masing. Kemungkinan kami membiarkan mereka melaporkan pajak secara service assessment.
Kendala dalam menyusun peraturan ini adalah membuat aturan pajak dengan tetap mendukung e-commerce. Jangan sampai, pertumbuhan e-commerce yang baik ini terhambat karena kebijakan pajak. Di samping itu, kami perlu menjamin metode e-commerce itu harus diperlakukan sama dengan usaha konvensional.
KONTAN: Tahun depan, target penerimaan pajak mencapai Rp 1.572 triliun. Anda yakin bisa tercapai melihat tantangan perekonomian yang masih besar di 2019?
ROBERT: Ya, kami targetkan pajak kurang lebih naik 16% dari outlook 2018. Tentunya, pertumbuhan ekonomi masih akan mendukung perolehan pajak di tahun depan.
Dalam RAPBN 2019, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% dan inflasi sekitar 3%. Dengan rancangan data-data yang ada, maka target pertumbuhan pajak 2019 sebesar 16% akan bisa ditempuh, mengingat pertumbuhan pajak 15% pada 2018.
Harus diakui, tantangan ekonomi masih terjadi. Pemerintah pun tidak tinggal diam melihat ini. Pemerintah saling bekerjasama untuk menstabilkan pertumbuhan ekonomi.
Kami berharap, dengan kebijakan pemerintah yang sudah ditempuh, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) tidak semakin melebar.
Ekonomi Indonesia sudah dewasa menghadapi tekanan. Jadi, mudah-mudahan pemerintah bisa mengatasi itu karena kita telah melalui kondisi ekonomi terburuk di 1998.
KONTAN: Seberapa besar dampak pelemahan rupiah ke penerimaan pajak?
ROBERT: Untuk jangka pendek, efek pelemahan nilai tukar rupiah terhadap penerimaan pajak tidak terlalu berdampak besar. Sebab, pajak penghasilan (PPh) impor dan pajak pertambahan nilai (PPN) impor menghitung dampak kurs.
Nah, dengan itu, penerimaan pajak akan lebih besar. Misalnya, pertumbuhan PPn impor 27% di pertengahan tahun ini.
Sementara secara jangka menengah, efek pelemahan kurs akan memberikan dampak pada penurunan pendapatan impor karena volume impor akan turun. Kendati demikian, kalau penurunan impor berkurang tetapi digantikan oleh barang dalam negeri, maka pajak masih akan mendapatkan hasil dari PPN di dalam negeri.
KONTAN: Peranan pajak terhadap RAPBN 2019?
ROBERT: Peranan pajak sangat kuat karena sekitar 83% pendapatan negara berasal dari pajak sehingga sangat dominan. Ke depan, kami akan terus menjaga peranan pajak terhadap pendapatan negara di atas 80%. Tadinya, porsi pendapatan negara dari pajak masih sekitar 70% di 2017. Itu artinya, sudah terus ada perbaikan.
◆ Biodata
Riwayat pendidikan:
■ Diploma III Spesialisasi Akuntansi STAN
■ Diploma IV STAN
■ Doctor of Philosophy in Economics dari University of North Carolina, Amerika Serikat
Riwayat pekerjaan:
■ Direktur Potensi dan Sistem Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak
■ Direktur Transformasi Proses Bisnis Direktorat Jenderal Pajak
■ Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara Kementerian Keuangan
■ Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan
■ Direktur Credit Guarantee and Investment Facility mewakili ASEAN
■ Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan
■ Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
** Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN 10 September - 16 September 2018. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Ada Penerimaan dari Pembayar Pajak Baru"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News