kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rumitnya menyiapkan pelaksana aturan


Rabu, 18 September 2019 / 13:36 WIB
Rumitnya menyiapkan pelaksana aturan


Reporter: Thomas Hadiwinata | Editor: Tri Adi

KONTAN.CO.ID - Setelah bekerja selama dua tahun sebagai karyawan, Dwi memutuskan untuk berwirausaha. Seperti kebanyakan pebisnis di sini, ia memilih usaha kuliner.

Dwi pun melakukan riset kecil-kecilan tentang pasarnya, mulai menu yang akan dijajakan, lokasi yang pas hingga harga. Berbekal itu, Dwi pun optimistis kiprahnya sebagai pebisnis bakal mulus.

Namun impian Dwi tak bertahan lama. Di pekan pertamanya berbisnis, ia menghadapi realitas yang jarang diulas di text book wirausaha.

Dua orang dari ormas di sekitar tempatnya berusaha menyambangi gerainya. Berbekal aturan yang entah dicomot dari mana, mereka menagih retribusi dari usaha Dwi.

Awalnya, Dwi ngotot untuk tidak memenuhi permintaan tamunya. Setelah disambangi berulang kali, ia akhirnya menyerah.

Keharusan menyetor retribusi yang abu-abu bukan satu-satunya gangguan bagi pebisnis kecil. Andi yang sudah tahunan berbisnis kuliner, merasakan sandungan lain ketika membuka gerai ketiganya.

Setelah sebulan lebih beroperasi, gerai ketiganya dipasangi tanda segel oleh pemerintah daerah karena Andi tidak punya izin gangguan .

Patut menjadi catatan, di saat itu izin gangguan sejatinya tak lagi diperlukan oleh mereka yang hendak berusaha karena sudah dicabut oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2017.

Pengalaman dua pengusaha kelas bawah di atas sekadar ilustrasi betapa banyaknya tantangan yang harus dihadapi oleh mereka yang ingin memutarkan dananya dalam bentuk usaha. Jika pebisnis kelas bawah saja menemui banyak hambatan, apa lagi mereka yang di kelas atas?

Penghambat niat berusaha itu sejatinya diketahui pemerintah. Mengutip pernyataan Kepala BKPM Thomas Lembong, yang paling pertama dikeluhkan investor adalah regulasi yang serba tidak pasti.

Pemerintah pun menggulirkan wacana untuk menerbitkan omnibus law. Jadi, akan ada satu aturan baru saja yang akan menggantikan sekitar 72 aturan yang saling bertabrakan dan tidak konsisten.

Gagasan ini di atas kertas menarik. Namun seperti apa yang dialami Dwi, pemerintah pusat tak hanya harus menerbitkan aturan yang baru saja, tetapi juga memastikan seluruh pegawainya, termasuk yang bekerja di daerah siap menjadi pelaksana.

Tugas menyiapkan agen pelaksana ini memang lebih rumit daripada tugas merancang sekaligus mengesahkan aturan baru. Namun jika tugas itu tak tuntas, omnibus law tak akan pernah bergigi.♦

Thomas Hadiwinata

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×