kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saatnya pusat perbelanjaan berubah


Senin, 12 Februari 2018 / 14:36 WIB
Saatnya pusat perbelanjaan berubah


| Editor: Tri Adi

Hingga tahun 2017, sektor properti komersial pusat perbelanjaan berada di level rendah. Tapi ke depan akan mengalami perubahan. Hingga saat ini, kinerja properti pusat perbelanjaan terlihat dari tingkat hunian yang menurun dan tambahan supply yang rendah. Kami melihat beberapa penyebab kinerja properti ritel mengalami tekanan di tahun 2017.

Faktor pertama, kondisi persaingan di pasar pusat perbelanjaan ketat. Persaingan semakin tinggi disebabkan pasokan lebih besar dibanding permintaan. Jika kita perhatikan, saat ini jumlah pusat perbelanjaan sangat banyak terutama di Jakarta dan sekitarnya. Oleh karena itu, Pemprov Jakarta menetapkan moratorium pembangunan mal  sejak tahun 2010. Persaingan ketat akan menekan tingkat hunian pusat perbelanjaan.

Berdasarkan data  Colliers International, tingkat hunian di Jakarta pada kuartal III-2017 sebesar 83,8%, turun dari 85,4% pada tahun 2016. Sementara di sekitar Jakarta atau Bodetabek, tingkat hunian mal mencapai 82,2% turun tipis dari 82,5% pada akhir tahun 2016. Meskipun tingkat hunian melemah,  harga sewa ruang ritel masih sedikit bertumbuh. Pada kuartal III-2017, harga sewa rata-rata pusat perbelanjaan di Jakarta naik 5% year to date (ytd) atau
Rp 610.563 per m² per bulan.  

Berdasarkan area, harga sewa CBD tercatat  Rp 885.182 per m² per bulan, sekitar 43% lebih tinggi dibandingkan rata-rata sewa di luar CBD, yaitu Rp 618.485 per m² per bulan pada kuartal III-2017. Di wilayah Bodetabek, tarif sewa naik 2,3% (ytd) menjadi rata-rata Rp 369.705 m² per bulan. Tangerang dan Bekasi merupakan wilayah dengan rata-rata sewa tertinggi di sekitar Jakarta.

Sementara, pasokan pusat perbelanjaan juga rendah. Nilai proyek pusat perbelanjaan 2018 diperkirakan hanya
Rp 16,42 triliun, lebih rendah dari tahun 2017 di angka
Rp 19,58 triliun. Berdasarkan lokasi proyek, sebagian besar pusat perbelanjaan berada di Jabodetabek. Berdasarkan data konsultan konstruksi BCI Asia tahun 2017, 35% dari proyek properti ritel berada di Jabodetabek, diikuti Sumatra (17%) dan Jawa Timur (15%).

Pasokan kumulatif ruang ritel di Jakarta mencapai 4,63 juta m² pada kuartal ketiga 2017. Hanya terdapat tambahan empat proyek mal baru di Jakarta yang rencananya selesai tahun 2018-2020, yaitu New Harco Plaza, DÉntrance, Shopping Mall at South Gate dan Pondok Indah Mall 3. Keempat mal ini akan menambah area seluas 165.000 m². Di sekitar Jakarta atau Bodetabek, diperkirakan terdapat dua mal baru di tahun 2018 dan enam mal baru di tahun 2019-2020.

Faktor kedua, pergeseran gaya hidup konsumen. Saat ini konsumen kalangan menengah terutama usia produktif di bawah 30 tahun sedang bertumbuh dan terus mendorong permintaan terhadap produk dan jasa tertentu seperti gawai, wisata dan hiburan. Naiknya permintaan terhadap leisure terlihat dari porsi pengeluaran hotel dan restoran meningkat dari 8,91% di tahun 2010 menjadi 9,88% di tahun 2017.

Kami memandang, segmen pusat perbelanjaan tahun ini mulai berubah mengikuti gaya hidup konsumen yang mayoritas generasi milenial. Pusat perbelanjaan berkonsep keluarga dan lifestyle yang memiliki arena tempat bermain (playland), bioskop, hiburan, atau tempat makan bergaya terbuka dan jam operasional lebih panjang dapat bertahan karena memiliki variasi lebih beragam. Sehingga konsumen dapat menikmati waktu rekreasi lebih lama. Mal dengan konsep tersebut menarik pelanggan karena memenuhi kebutuhan dan gaya hidup mereka.

Faktor ketiga, perkembangan e-commerce yang sangat pesat. Hal ini menambah pilihan bagi konsumen dalam berbelanja. Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association (idEA) menjelaskan, berdasarkan data Sensus Ekonomi 2016, industri e-commerce Indonesia dalam 10 tahun terakhir tumbuh sekitar 17% dengan jumlah usaha 26,2 juta unit.

Namun hal itu tidak sepenuhnya menjadi penyebab rendahnya kinerja properti mal. Meskipun meningkat pesat, porsi e-commerce di Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data dari eMarketer, porsi e-commerce hanya 1,4% dari total penjualan ritel di Indonesia tahun 2015 dan diperkirakan mencapai 3,9% pada tahun 2018.

Kami melihat, tren pusat perbelanjaan tahun 2018 akan  berubah seiring pilihan cara belanja yang semakin bertambah dan gaya hidup mayoritas konsumen. Kami memprediksi, tren proyek mal atau pusat perbelanjaan akan memiliki ide baru yang inovatif serta menyesuaikan  kebutuhan konsumen.             

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×