kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Salah kaprah SKM


Selasa, 10 Juli 2018 / 14:30 WIB
Salah kaprah SKM


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Tri Adi

Isu miring mengenai susu kental manis (SKM) kembali hangat diperbincangkan beberapa waktu terakhir. Apalagi setelah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) merilis surat edaran yang memperketat aturan tentang label dan iklan pada produk Susu Kental dan Analognya pada 22 Mei 2018.

Dalam surat yang ditujukan kepada produsen, importir, dan distributor produk SKM itu, tertulis adanya larangan iklan produk susu kental manis yang menampilkan anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Larangan lainnya adalah penggunakan visualisasi yang menyetarakan SKM dengan produk susu.

Ya, memang banyak masyarakat yang belum mengetahui apa sebenarnya kandungan yang terdapat dalam SKM. Disinyalir, penggunaan kata 'susu' dari singkatan SKM membuat masyarakat menjadi salah persepsi. Seperti yang terjadi di Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu, di mana ada dua balita yang harus diopname karena kerap diberikan SKM oleh ibunya.

Ditambah lagi, hampir semua produsen SKM juga membuat iklan yang tidak jujur kepada masyarakat. Dalam sebuah tayangan iklan salah satu produk SKM, misalnya, produsen SKM terkait 'menjual' produknya dengan kata-kata yang fantastis seperti: SKM 'X' mengandung 9 vitamin dan 5 mineral yang membantu pemenuhan nutrisi keluarga. Padahal, berdasarkan uraian BPOM, SKM tidak bisa digunakan untuk pelengkap gizi karena kadar susunya yang rendah. Sebaliknya, kadar gula pada SKM sangat tinggi karena memang ditujukan untuk pemanis sekaligus mengawetkan susu. Itu sebabnya, SKM tidak cocok dikonsumsi oleh anak-anak balita. Langkah BPOM layak mendapatkan apresiasi karena sejatinya memang ditujukan untuk melindungi konsumen. Produsen SKM memang harus jujur kepada konsumen mengenai kandungan produk yang dijualnya. Namun, lewat iklan yang menggunakan kata-kata manis serta harga banderolan yang lebih terjangkau, tak mengherankan jika SKM menjadi pilihan bagi keluarga dengan bujet minim dalam memberikan susu bagi anak-anaknya.

Isu ini kemudian jadi viral lantaran banyak pihak yang mempertanyakan mengapa baru sekarang surat edaran ini dikeluarkan oleh BPOM. Ke mana saja BPOM selama ini? BPOM sepertinya juga harus berbenah. Meskipun SKM bukan produk berbahaya, BPOM jangan mengabaikan mispersepsi yang beredar di masyarakat. Saya juga berharap, ke depan, BPOM tidak berhenti sampai SKM saja.•

Barratut Taqiyyah Rafie

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×