Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Suryo Utomo sudah resmi dilantik sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak yang baru pada awal bulan ini. Dia yang akan memimpin Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ke depan.
Penulis berkeyakinan, setelah dilantik, Dirjen Pajak yang baru akan melakukan terobosan dan menempuh berbagai cara agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Tentu saja pada gilirannya juga mampu mengoptimalkan penerimaan pajak ke negara.
Penerimaan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagian besar masih berasal dari sektor pajak. Oleh karena itu, posisi Dirjen Pajak merupakan posisi yang penting dalam mengumpulkan penerimaan negara agar berjalan efektif.
Namun, sejumlah tantangan besar akan dihadapi oleh Dirjen Pajak baru. Saat ini kondisi ekonomi global tidak sesuai dengan harapan. Demikian juga keadaan ekonomi Indonesia yang sedang mengalami penurunan, sehingga berpeluang menekan penerimaan perpajakan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2019 berada di level 5,02% secara tahunan atau year on year (yoy). Angka pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,17% secara tahunan. Ini juga merupakan laju pertumbuhan ekonomi yang paling rendah sejak kuartal II-2017.
Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi ekonomi dunia? Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2019 sebesar 0,1% menjadi 3,2%. Selain itu, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2020 menjadi hanya 3,5%. Bahkan, World Bank atau Bank Dunia meramalkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang turun ke level terendah dalam empat tahun sebesar 4% pada tahun 2019.
Pelemahan perekonomian global yang merembet pada perekonomian nasional juga berdampak terhadap penerimaan pajak di tahun 2019. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak hingga Agustus 2019 mencapai Rp 801,02 triliun atau 50,78% dari target APBN 2019 yang sebesar Rp 1.577,56 triliun. Angka penerimaan tersebut masih dari target yang diharapkan.
Beberapa peneliti perpajakan memberikan gambaran yang unik, bahwa penerimaan pemerintah dari sektor pajak akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau suatu negara. Kesinambungan dalam penerimaan pajak juga akan memberikan kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
Bahkan, penelitian yang dilakukan Stoilova (2017) dari Southwest University, Blagoevgrad, Bulgaria mengenai tax structure and economic growth di sejumlah negara Eropa menemukan bahwa pajak atas barang konsumsi, pajak penghasilan, dan pajak properti mendukung perekonomian suatu negara. Jelas, dari hasil kajian para peneliti ini bahwa adanya kaitan yang erat antara penerimaan pajak dengan pertumbuhan ekonomi.
Memang beberapa variabel juga ikut mempengaruhi penerimaan pajak. Misalnya variabel tingkat kemiskinan, kebijakan penerimaan negara, pendapatan masyarakat, dan tingkat inflasi.
Nah, situasi saat ini, terutama kondisi perekonomian lokal maupun global, yang dihadapi Dirjen Pajak baru memang tidaklah mudah. Bahkan boleh dibilang sangat menantang.
Perlu evaluasi
Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi perlu dilakukan oleh Dirjen Pajak yang baru, tahun demi tahun sehubungan dengan penyebab tidak tercapainya penerimaan pajak. Secara sederhana dapat dilihat penyebab utama dari penerimaan pajak tidak berhasil mencapai target karena setiap tahun target pajak naik. Namun, target kenaikannya tidak disesuaikan dengan kondisi perekonomian yang terjadi.
Misalnya, tahun 2018 penerimaan pajak hanya mencapai 90% dari target. Sementara target kenaikan penerimaan pajak tahun 2019 ditetapkan 19% dari tahun lalu, sehingga target ini sulit tercapai.
Beberapa produk hukum pajak yang baru sudah mulai diwacanakan. Misalnya penerbitan omnibus law yang ingin memasukkan fasilitas perpajakan baru untuk kemudahan investasi sehingga lebih ramah bisnis. Upaya ini dilakukan untuk mengamandemen Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum Perpajakan, UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain itu, perlu adanya insentif pajak dan disosialisasikan agar masyarakat memahaminya.
Dirjen Pajak selama ini banyak membuat kebijakan yang bagus dan sudah membuahkan hasil. Misalnya peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM), bidang teknologi informasi, dan anggaran, pemanfaatan hasil kebijakan pengampunan pajak yaitu perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Juga identifikasi dan penggalian potensi pajak yang didukung program keterbukaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Kebijakan perpajakan memang menjadi kunci. Sebab kebijakan ini merupakan pedoman dasar untuk menetapkan langkah-langkah menuju keberhasilan penerimaan pajak. Oleh karena itu diperlukan tahapan untuk dapat membuat kebijakan dengan baik.
Secara teoritis Dunn (1994) menjelaskan langkah membuat kebijakan publik melalui proses analisis kebijakan. Proses itu mencakup serangkaian aktivitas yang meliputi proses penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan dan penilaian kebijakan. Langkah-langkah ini menjadi kunci yang efektif dalam membuat kebijakan, termasuk pula pembuatan kebijakan pajak.
Sosok Dirjen Pajak sangat mempengaruhi kinerja Ditjen Pajak. Maka dari itu diperlukan sosok yang memiliki kredibilitas dan kapabilitas di bidangnya. Sehingga kebijakan perpajakan dapat bersifat mumpuni dan tentu membawa manfaat buat masyarakat dan negara.
Selain itu kepiawaian seorang pemimpin dalam memimpin, ada banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Misalnya faktor kemampuan personal, faktor situasi dan kondisi. Sebuah teori menjelaskan pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaannya.
Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner (1998), semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan semakin besar potensi kepemimpinan yang efektif.
Demikian pula dengan Dirjen Pajak. Wewenang yang diberikan negara harus dapat memberikan ruang perbaikan-perbaikan pada sistem perpajakan di Tanah Air.
Memang, seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Nobody is perfect. Namun setidaknya sosok Dirjen Pajak yang baru ini harus mampu mendekati kepemimpinan yang ideal. Inilah yang kita harapkan. Salam dan doa buat Pak Dirjen Pajak yang baru. Selamat bekerja!
Penulis : Irwan Wisanggeni
Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Ekonomi Akuntansi Universitas Trisakti
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News