kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sandbox dan Inovasi Sistem Pembayaran


Senin, 24 Mei 2021 / 18:03 WIB
Sandbox dan Inovasi Sistem Pembayaran
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Derap langkah regulator dan pelaku industri dalam pengembangan ekonomi dan keuangan digital Tanah Air kini semakin sinergis. Pasalnya Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan Sandbox 2.0 pada April 2021 untuk mendukung ekosistem inovasi pembayaran digital. Penyempurnaan sandbox ini sekaligus mencerminkan respon bank sentral dalam menyikapi perubahan lingkungan eksternal yang kian dinamis saat ini.

Per definisi, sandbox ialah ruang uji coba inovasi, khususnya bagi industri sistem pembayaran untuk menguji coba produk, layanan, teknologi, atau model bisnisnya. Dari sudut pandang otoritas, penguatan fungsi uji coba inovasi teknologi sistem pembayaran lewat Sandbox 2.0 merupakan perwujudan dari salah satu inisiatif dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025.

Secara teoritis kehadiran sandbox dapat dimaknai sebagai upaya mencapai titik keseimbangan antara optimalisasi inovasi dengan pemenuhan regulasi. Dalam paradigma lama, regulator dan pelaku industri diasumsikan memiliki hubungan kontradiktif.

Regulator diibaratkan pedal rem yang acapkali melihat dari kacamata manajemen risiko sehingga membatasi ruang gerak inovasi. Sedangkan pelaku industri diasosiasikan sebagai pedal gas yang terus melaju kencang dalam menciptakan terobosan model bisnis baru tanpa mempertimbangkan aspek legal.

Berangkat dari latar belakang tersebut, Sandbox dibentuk untuk menjembatani kepentingan regulator dan pelaku industri. Gagasan baru yang dibawa pelaku industri diuji coba secara terbatas di bawah pendampingan dan pengawasan regulator. Implikasinya, risiko model bisnis baru menjadi lebih terukur dan termitigasi sebelum digunakan secara luas oleh publik. Sementara itu, regulator mendapat masukan secara bottom up dari hasil uji coba sandbox untuk penyempurnaan regulasi.

Argumen di atas sejalan dengan studi Bank Dunia (2020) bertajuk Global Experience From Regulatory Sandboxes. Salah satu temuannya yang menarik ialah dampak eksistensi sandbox yang tidak hanya sekedar bermanfaat bagi regulator dan sektor swasta saja. Dari perspektif lebih luas, sandbox juga berpengaruh terhadap perluasan inklusi keuangan, mendorong kerja sama kemitraan, memperkuat persaingan dan membantu pengembangan pasar teknologi finansial.

Dalam penerapannya di Indonesia, sandbox pertama lahir di akhir tahun 2017 sebagai hasil implementasi pendekatan fasilitasi inovasi oleh Bank Indonesia. Dibandingkan versi sebelumnya, Sandbox 2.0 mengalami reorientasi atau pergeseran paradigma. Cakupannya akan difokuskan pada inovasi di sisi teknologi, model bisnis dan dukungan pasar dengan mengusung tiga fungsi utama.

PertamaInnovation Lab sebagai sarana pengembangan inovasi yang belum digunakan atau telah digunakan di industri sistem pembayaran secara terbatas. Contoh proyek yang telah diselesaikan ialah Kartin1. Lewat program ini, penggunaan kartu debet dan uang elektronik Bank Mandiri, BRI dan BNI akan terintegrasi dengan pembayaran dan pelaporan pajak.

KeduaIndustrial Sandbox untuk memperluas adopsi inovasi yang telah digunakan di industri sistem pembayaran. Misalnya, model Customer Presented Mode (CPM) pada standar pembayaran menggunakan QR Code Indonesia (QRIS). Layanan ini memungkinkan pengguna melakukan pembayaran dengan cara menampilkan QR Code untuk kemudian dipindai oleh pedagang.

Kehadiran fitur tersebut melengkapi model QRIS yang telah ada sebelumnya, yakni Merchant Presented Mode (MPM) dan TTM (Tanpa Tatap Muka). Dengan semakin banyak model yang ditawarkan, diharapkan tingkat adopsi QRIS juga semakin meluas. Bank Indonesia menargetkan jumlah pelaku usaha yang telah menggunakan QRIS mencapai 12 juta pada akhir tahun 2021.

KetigaRegulatory Sandbox sebagai sarana pengujian kesesuaian teknologi dan model bisnis inovatif dengan ketentuan yang berlaku. Hasil dari fungsi ini dapat terlihat pada layanan Privyid dan Smart SIM. Privyid menawarkan produk tanda tangan elektronik sebagai pengganti tanda tangan basah untuk aplikasi kartu kredit perbankan. Di sisi lain, Smart SIM akan menggabungkan fungsi kartu Surat Izin Mengemudi (SIM) dengan kartu elektronik untuk berbagai transaksi pembayaran.

Desain ketiga fungsi utama di atas telah mengikuti best practice di dunia, terutama Inggris sebagai kiblat dan pionir Sandbox di tingkat global. Apabila dikomparasi dengan bank sentral negara lain, layanan yang ditawarkan Sandbox 2.0 terbilang lebih lengkap. Mengutip hasil kajian Basel Committee on Banking Supervision (2018) di 15 negara, tercatat hanya bank sentral Singapura yang memiliki sandbox dengan fungsi sama seperti Bank Indonesia.

Inovasi pembayaran

Sejumlah program inovasi sistem pembayaran digadang-gadang siap digulirkan pasca rilis Sandbox terbaru.Pertama, QRIS TTS (transfer, tarik, setor) yang memungkinkan setiap orang untuk melakukan transaksi transfer, penarikan dan penyetoran uang lewat sesama individu, alih-alih menggunakan mesin ATM.

Kedua, QRISCross Border untuk memfasilitasi pembayaran lintas negara, baik turis asing yang berkunjung ke Indonesia(inbound), maupun turis domestik yang melancong ke luar negeri (outbound)KetigaQRIS on Delivery untuk digitalisasi pos, yakni fitur pembayaran menggunakan QRIS pada saat kurir pengirim barang menyerahkan barang ke penerima barang.

Keempat, pembayaran menggunakan biometrik. Metode pembayaran ini disinyalir menjadi keniscayaan di masa depan. Hasil survei Visa (2019) seakan mengkonfirmasi ramalan ini. Disebutkan bahwa sembilan dari sepuluh pemegang kartu kredit di Indonesia bersedia untuk beralih dari bank, penyedia kartu pembayaran, atau penyedia ponsel demi dapat melakukan pembayaran dengan teknologi biometrik.

Survei tersebut menyimpulkan bahwa teknologi biometrik seperti pemindai sidik jari dan pemindai mata dinilai lebih aman, cepat, dan nyaman dibandingkan dengan teknologi tradisional seperti password atau PIN. Teknologi biometrik dipandang sebagai sebuah keharusan bagi penyedia pembayaran dalam menyeimbangkan kebutuhan konsumen akan tingkat keamanan yang tinggi dan pengalaman membayar dengan tanpa hambatan.

Berkaca pada terobosan pembayaran yang telah dan akan dihadirkan di masa mendatang, tidaklah berlebihan jika kita menyebut bahwa sandbox dan inovasi adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa terpisahkan satu sama lainnya. Harapan besar patut disematkan pasca peluncuran Sandbox 2.0 demi mewujudkan sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman dan andal.

Penulis : Remon Samora

Analis Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×