kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.948.000   47.000   2,47%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Santripreneur dan kemandirian bangsa


Selasa, 24 Oktober 2017 / 14:02 WIB
Santripreneur dan kemandirian bangsa


| Editor: Tri Adi

Presiden Joko Widodo menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Refleksi ini sangat tepat dalam mengembangkan daya saing santri Indonesia dalam kompetisi global lewat kemandirian ekonomi. Kaum santri pun menyambut dengan gerakan santripreneur di berbagai daerah. Dan pesantren menjadi pusat gerakan tersebut.  

Gerakan santripreneur sebenarnya sudah 1918. Pada 1918, setelah memperoleh restu dari Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai Wahab Hasbullah mendirikan usaha perdagangan dalam bentuk koperasi dengan istilah nahdlatut tujjar (kebangkitan pedagang).

Pada dasawarsa tiga puluhan, santri yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU) sudah mendirikan usaha perkoperasian atau syirkah mu'awanah (1937), kemudian bergerak dalam impor sepeda dan keramik Jepang. Sempat mendirikan Bank Nusantara tahun 1950-an meski gagal karena manajemen buruk.

Tahun 1990, Gus Dur mendesain gerakan ekonomi santri mendirikan bank perkreditan rakyat (BPR). Ia mendesain berdirinya 2.000 BPR berlabel BPR Nusumma di seantero Nusantara. Sempat ada 15 bank, 3 di antaranya terpaksa dilikuidasi di awal 2000-an. Sampai sekarang, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) BPR ini masih eksis di berbagai daerah.

Ekonomi kerakyatan

Pasca reformasi, santripreneur bergerak dinamis dengan mendirikan baitul mal wat tamwil (BMT). Banyak sekali pesantren yang mendirikan BMT untuk mengembangkan usaha kaum santri. Yang paling fenomenal BMT Pesantren Sidogiri Pasuruan beraset lebih dari Rp 5 triliun. BMT ini mengembangkan usaha pesantren dan santri di berbagai daerah di Jawa Timur, dan punya bisnis percetakan, majalah, usaha mikro santri, minimarket, dan lain sebagainya.

Melihat hal itu, santri tidak boleh tinggal diam. Gus Dur bisa menjadi spirit, karena Gus Dur memiliki perhatian besar terhadap pengembangan ekonomi rakyat. Bagi Gus Dur, ekonomi adalah ekonomi rakyat: bukan (semata) ekonomi kerakyatan.

Menurut M. Arif Ruba’i (2015), cara berpikir penggagas “ekonomi kerakyatan” menurut Gus Dur, terjebak dalam cara berpikir dualistik yang dikembangkan sejarawan-ekonomi Belanda yang pernah meneliti di Indonesia, yaitu J.H. Boeke. Boeke menteorikan sebuah corak ekonomi dualistik yang hidup bersamaan dalam masyarakat Hindia-Belanda yaitu ekonomi tradisional dan ekonomi formal (modern). Ekonomi tradisional bergerak di sektor non-formal. Dengan kata lain, sektor ekonomi ini adalah sektor ekonomi rakyat.

Bagi Gus Dur, nalar gagasan ekonomi kerakyatan berada dalam posisi pelaku ekonomi formal/modern, memberi perhatian terhadap pelaku ekonomi tradisional/non formal. Sifatnya dualistik, dan lebih dikuatkan lagi dengan fakta bahwa para penggagas ekonomi kerakyatan sejak awal adalah para bangsawan atau elite. Gus Dur meletakkan gagasan ekonomi dengan kesadaran penuh terhadap latar belakang historisdan psikologis. Bila gagasan ekonomi kerakyatan dilahirkan dari nalar dualistik dan disuarakan kaum elite dan bangsawan, siapa yang menyentuh langsung ekonomi-rakyat? Jelas bukan para elite. Gus Dur memilih langsung menyentuh ekonomi rakyat.

Untuk itu, ada beberapa rute kemandirian yang bisa dilakukan.Pertama, pembangunan kesadaran masyarakat tentang kondisi makro. Kedua, penguatan kemampuan teknis produksi serta dagang yang mungkin tidak sempat dilakukan langsung oleh Gus Dur. Ini supaya para santri tidak tertinggal dalam perkembangan teknologi dan pengetahuan yang semakin cepat belakangan ini.  

Ketiga, pembangunan jejaring para pegiat dan penggerak ekonomi kerakyatan. Tahap ini terbilang penting karena Gus Dur belum memilik jejaring pegiat ekonomi kerakyatan saat ia menggerakkan lembaga keuangan dan negara.

Keempat, membangun dan merajut jejaring dukungan bagi gerak ekonomi kerakyatan seperti lembaga keuangan. Bank Nusumma adalah tanda yang pernah Gus Dur tuliskan dalam sejarah perjalanannya. Spirit dan gagasan beliau tentang usaha bank tersebut yang harus dikembangkan.

Kelima, pengelolaan negara harus berpihak untuk kepentingan bangsa sebagai penjelasan definisi dari ekonomi kerakyatan dari Gus Dur. Nah, kelima tahap tersebut harus sanrti usahakan secara serius supaya santripreneur di era teknologi informasi bisa berkembang dan menjadi salah satu kekuatan bangsa di masa depan.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×