Reporter: Fauzan Zahid Abiduloh | Editor: Tri Adi
Pemerintah harus membuktikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 35/2018 tentang tax holiday dapat dilaksanakan. Konsistensi pelaksanaan di pusat dan di instansi harus terjaga. Jangan sampai keluhan pengusaha soal syarat tax holiday yang berat dan redundant terjadi lagi.Dulu, dengan nilai minimum investasi Rp 1 triliun, prosesnya memakan waktu hingga berbulan-bulan. Belum lagi pada saat itu proses di Kementrian Keuangan belum tentu disetujui.
PMK 35/2018 sudah bagus untuk memotivasi pengusaha dan menarik investor, tapi pelaksanaannya mesti diperhatikan dengan serius. Jangan ada multitafsir dalam badan pelaksana yang kemudian menjalar hingga ke hilir.
Yak jarang, ketetapan di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pusat berbeda dengan apa yang terjadi PTSP daerah. Padahal PTSP daerah adalah pintu masuknya investor. Jika begini, kemudahan fasilitas hanyalah isapan jempol.
Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan pemberian tax holiday di muka. Ini akan lebih efektif menarik investor, lebih meyakinkan pengusaha untuk ekspansi. Bila tax holiday diberikan setelah review, bagaimana bila proyek yang dikerjakan ternyata merugi?
Simplifikasi dalam proses pendaftaran insentif pajak sangat dipertimbangkan oleh investor. Dengan kemajuan teknologi, proses pendaftaran tax holiday harusnya bisa online.
Kita tentu tak ingin para pelaku usaha lebih memilih Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam hanya karena sistem pengajuan kita lebih rumit. Tapi begitulah keadaannya sekarang.
Apa yang dilakukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bagus. Meski masih sebagai layanan konsultasi, fitur Go-Fas(t) menunjukan inefisiensi dapat dikurangi.
Satu hal yang dapat membuat pelonggaran tax holiday tak sia-sia, yaitu bukti. Hanya bukti yang dapat mengajak investor dan pengusana untuk semakin banyak memanfaatkan tax holiday.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News