Reporter: Ardian Taufik Gesuri | Editor: Tri Adi
Tak salah bila Presiden Jokowi memberi perhatian ekstra pada perdagangan luar negeri untuk kabinetnya mendatang. Kondisi defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan makin mencemaskan.
BPS menyebutkan, neraca perdagangan Juli 2019 defisit US$ 63,5 juta. Bila dihitung dari awal tahun, defisitnya mencapai US$ 1,9 miliar. Biangnya terutama makin besarnya impor minyak dan produk minyak.
Antara produksi dan konsumsi pun kian njomplang. Konsumsi terus menanjak, jauh di atas produksi yang terus susut. Tak pelak Indonesia harus membuang banyak devisa untuk mengimpor minyak mentah dan BBM yang kian membesar kebutuhannya. Dan tak hanya minyak, sebentar lagi Indonesia secara neto juga bakal menjadi pengimpor gas.
Kini memasuki periode kedua jabatannya, Presiden Jokowi merasa tak ada beban lagi. Boleh jadi kenaikan harga BBM subsidi, yang harus ditunda pada detik-detik akhir pada tahun lalu lantaran pertimbangan politik jelang pemilu dan pilpres tak bisa lagi ditahan. Formula harga yang lebih pas akan mengurangi tingkat konsumsi masyarakat dan menyumpal kebocoran ke kalangan industri maupun penyelundupan yang akhir-akhir meruyak.
Dus, tak bisa ditunda-tunda lagi, inilah saatnya untuk sungguh-sungguh menjalankan amanat konstitusi. Yakni, mengelola sumber energi yang dihasilkan dari bumi nusantara untuk kesejahteraan rakyat. Target kedaulatan, swasembada, ataupun kemandirian energi harus mampu dicapai; agar tidak lagi bergantung pada suplai energi negara lain.
Maka dari itu kita perlu mendorong pemerintah untuk lebih memprioritaskan pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan dalam negeri terlebih dahulu. Dari pidato Presiden di Hari Kemerdekaan RI ke-74 lalu, pemerintah berjanji untuk memperbaiki (mengurangi) subsidi BBM, listrik, LPG, juga pupuk agar tepat sasaran dan efektif.
Pemerintah juga melakukan hilirisasi batubara menjadi dimethylether (DME) menggantikan elpiji. Lalu, di tengah tekanan Uni Eropa, pemerintah bertekad meningkatkan biodiesel B20 menjadi B30 pada tahun depan; dan selanjutnya mencapai B50 hingga B100 tiga tahun mendatang. Begitu halnya bioetanol. Tambah lagi, pemberian aneka insentif untuk mobil dan motor listrik.
Kita dukung terwujudnya program-program pro-kedaulatan energi tersebut. Tentu dalam implementasinya itu semua butuh waktu untuk persiapan, ujicoba, hingga siap operasionalisasi dan komersialisasi. Tapi haruslah dimulai saat ini.♦
Ardian Taufik Gesuri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News