Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Sektor pariwisata di Indonesia adalah salah satu andalan penerimaan devisa, terutama dari wisatawan mancanegara (wisman). Mengacu data Badan Pusat Statistik, hingga Mei 2018 jumlah wisman mencapai 6,17 juta kunjungan, naik 12% dibandingkan Mei 2017. Pada Mei 2018, rata-rata menginap wisman di hotel berbintang di Indonesia adalah 1,84 hari, menurun 0,15%. Tingkat hunian hotel kamar di hotel berbintang juga menurun menjadi 54%.
Pengembangan pariwisata di Indonesia masih fokus pada pembangunan dan pengembangan infrastruktur fisik seperti bandara, pelabuhan, jalan dan hotel. Sementara pembangunan faktor lain yang menunjang pariwisata (enabling environment) seperti fasilitas kesehatan, air bersih, keamanan, kesiapan ICT dan sumber daya manusia belum menjadi fokus utama.
Padahal enabling environment salah satu faktor yang dinilai World Economic Forum dalam Travel and Tourism (T&T) Competitiveness Index. Faktor lain adalah kebijakan travel dan pariwisata, infrastruktur transportasi darat, laut dan udara serta kekayaan alam dan budaya.
Pada 2017, Indonesia di peringkat ke-42 dari 136 negara. Meski meraih peringkat tinggi untuk kekayaaan alam dan harga yang bersaing, ada beberapa indikator yang meraih peringkat rendah. Antara lain: infrastruktur jasa pariwisata (96 dari 136), keamanan (91 dari 136), kesehatan dan air bersih (108 dari 136) dan keberlanjutan lingkungan atau enviornmental sustainability (131 dari 136).
Pengalaman negara ASEAN lain seperti Thailand dan Vietnam menunjukkan, selain menyiapkan infrastruktur fisik, mereka fokus mengembangkan sumber daya manusia dan ICT. Vietnam saat ini tak lagi promosi besar-besaran, tetapi fokus mengembangkan SDM melalui pendidikan formal, vokasi dan pelatihan. Pemandu wisata di Vietnam harus berpendidikan sarjana dan punya lisensi pemandu nasional. Ini perlu dilakukan Indonesia. Dengan kekayaan alam dan budaya beragam di Indonesia, kebutuhan pemandu wisata yang dapat berbahasa asing, minimal Bahasa Inggris, merupakan suatu keharusan.
Selain pemandu wisata, kesiapan penduduk lokal menyambut wisatawan juga perlu ditingkatkan. Dengan perubahan pola pariwisata yang lebih menjurus pada wisata alam dan budaya, pembangunan hotel berbintang di daerah terpencil yang mempunyai kekayaan alam dan budaya tinggi mungkin tak terlalu diperlukan. Wisatawan lebih memilih tinggal di rumah penduduk untuk merasakan budaya setempat. Maka pengembangan homestay dan Air B&B perlu mendapat perhatian pemerintah. Hal yang sering dikeluhkan wisatawan adalah kesediaan sanitasi dan air bersih yang masih kurang di daerah terpencil.
Pemerintah daerah dapat membantu penduduk setempat untuk menyediakan fasilitas sanitasi dan air bersih sesuai standard internasional. Dana Desa yang tersedia bisa untuk membangun homestay dan mempekerjakan penduduk setempat untuk mengelola homestay itu. Selain infrastruktur berupa bangunan fisik, perlu disiapkan soft infrastructure seperti cara berinteraksi dan melayani wisatawan. Hal ini dapat melalui pelatihan yang diberikan tenaga profesional dan menggandeng sekolah pariwisata di daerah itu.
Dengan perubahan pola konsumsi masyarakat dari konsumsi barang ke konsumsi pengalaman melalui perjalanan wisata, maka perlu kesiapan ICT. Kini sering wisatawan mengunggah langsung foto mereka saat wisata ke akun media sosial. Sesungguhnya hal itu merupakan promosi gratis bagi tempat wisata. Jadi, ketersediaan layanan internet di tempat wisata terutama wisata alam sangat diperlukan.
Promosi wisata saat ini juga perlu kesiapan ICT seperti dilakukan Thailand. Tourism Authority of Thailand (TOT) menyediakan website dan akun media sosial yang selalu up to date.
Website itu menyediakan jadwal festival, akses menuju destinasi tertentu serta tips bagi wisatawan. Jadi, wisatawan independen yang tak menggunakan jasa tur dapat melakukan perjalanan di Thailand.
Salah satu indikator T&T Competiveness Index yang masih rendah bagi Indonesia adalah tentang keberlanjutan lingkungan. Sering terjadi tujuan wisata alam di Indonesia sangat indah saat belum banyak wisatawan berkunjung. Pantai masih bersih dari sampah, tanaman dan bunga tumbuh bagus dan air sungai jernih. Tetapi saat wisatawan mulai berdatangan, mulai banyak sampah, tanaman dan bunga rusak. Penyediaan tempat sampah adalah hal sepele tetapi sebenarnya dapat memberikan dampak besar bagi lingkungan wisata alam ini. Perlu ada petugas di daerah wisata yang tak hanya memberi peringatan agar tak membuang sampah sembarangan, tetapi juga mencontohkan langsung ke wisatawan.
Karena pengalaman adalah promosi yang bagus untuk pariwisata, maka perlu diciptakan pengalaman positif bagi wisatawan yang berkunjung di Indonesia, dengan memperhatikan sisi lain pariwisata yang selama ini luput dari perhatian pemerintah dan masyarakat.•
Moekti P. Soejachmoen
Head of Mandiri Institute
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News