Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tri Adi
Industri pembiayaan menghadapi tantangan baru. Penyebabnya adalah kasus yang melibatkan multifinance yang menyimpang dalam menjalankan bisnisnya.
Tak hanya PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance), masih ada multifinance lain yang juga kena semprit OJK. Data OJK, dari Januari-Agustus 2018, ada lima multifinance yang dicabut izin usahanya dan enam multifinance yang izinnya dibekukan.
Pelanggaran yang dilakukan sejumlah perusahaan pembiayaan ini menyebabkan pembayaran utang kepada kreditur dan investor tak bisa dipenuhi. Praktis, hal ini menurunkan kepercayaan dari sumber pendanaan multifinance terutama dari pihak perbankan.
Kondisi ini merembet ke perusahaan lain yang kinerjanya tidak terlalu buruk. Beberapa perbankan mengaku berhati-hati dan selektif dalam menyalurkan pinjaman ke multifinance. Akibatnya, likuiditas kian seret.
Hal ini merugikan industri secara umum. Terlebih mayoritas multifinance adalah pelaku usaha yang menjalankan bisnis dengan benar. Sayangnya, pemain yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah multifinance bermasalah ikut merasakan efek negatif.
Seretnya pendanaan dari perbankan pun makin menyulitkan industri pembiayaan dalam memperoleh pendanaan. Penerbitan surat utang di saat yang tidak tepat juga akan merugikan perusahaan sendiri.
Kesulitan yang dialami multifinance tak sampai di situ. Melemahnya nilai tukar rupiah pun makin menyulitkan pencarian dana multifinance. Sebab biaya pendanaan yang harus ditanggung multifinance menjadi semakin besar.
Kesulitan dari sisi pendanaan ini pun pada gilirannya merembet ke kinerja dari industri pembiayaan. Multifinance menjadi kesulitan dalam menggenjot angka pembiayaan karena ketatnya sumber dana untuk disalurkan lagi kepada debitur. Hal ini berbuah pada perlambatan pertumbuhan piutang pembiayaan di tahun ini. Selain itu, seretnya pembiayaan baru diikuti meningkatnya rasio kredit bermasalah.•
Suwandi Wiratno, Ketua APPI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News