kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Super Holding


Selasa, 10 November 2020 / 13:45 WIB
Super Holding
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Wacana keberadaan super holding di Indonesia rasanya bakal terwujud. Salah satu indikator yang sangat nyata adalah sepak terjang Erick Thohir Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membentuk perusahaan holding BUMN.

Mantan pemilik klub sepakbola F.C Internazionale Milano (Inter Milan) itu terakhir Erick membentuk Holding Asuransi di bawah kendali PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Dalam waktu dekat, Kementerian BUMN juga akan membentuk Holding Bank Syariah bernama Bank Amanah, dan Holding Pariwisata di bawah bendera PT Survai Udara Penas.

Lantas mengapa super holding? Jawabannya sederhana, salah satu faktor utamanya adalah terkait sumber pendanaan.

Lewat super holding, besar kemungkinan BUMN Indonesia mendapatkan pembiayaan dengan suku bunga atau kupon yang kompetitif.

Merujuk dokumen Rencana Strategis Kementerian BUMN 2020-2024, hingga akhir 2019 terdapat 114 perusahaan BUMN dengan total aset sebesar Rp 8.734 triliun.

Dengan jumlah aset sebesar itu, Kementerian BUMN banyak memiliki pilihan dalam menjaminkan aset anak usaha yang sehat guna mendapat pendanaan. Peringkat atau rating Super Holding BUMN, tentu bakal lebih baik bila dibandingkan holding-holding BUMN.

Ambil contoh holding pariwisata yang kelak beranggotakan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC), dan PT Sarinah.

Bila holding tersebut kelak merilis surat utang, cost of fund-nya jelas tidak murah. Industri pariwisata sangat terpukul pandemi Covid-19. Lihat saja kinerja keuangan GIAA kuartal III-2020 merugi hingga senilai Rp 15 triliun.

Calon kreditur tentu bakal mematok bunga tinggi guna menutupi risiko dari debitur. Di sini, peran super holding muncul sebagai jembatan pendanaan BUMN, dengan varian jaminan aset blue chip-nya.

Asal tahu saja, Rencana Strategis Kementerian BUMN 2020-2024 juga memetakan tiga tantangan utama sisi keuangan perusahaan pelat merah. Tantangan pertama, yakni kapasitas investasi perusahaan BUMN yang masih rendah.

Tantangan kedua adalah cost of fund kurang kompetitif. Adapun tantangan yang ketiga adalah fundrising yang masih terbatas pada instrumen tradisional. Erick sebagai pengusaha tulen, tentu sangat lihai memonetisasi aset-asetnya.

Penulis : Yuwono Triatmodjo

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×