Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Tri Adi
Reformasi perpajakan di Indonesia sudah digaungkan sejak beberapa tahun terakhir. Kita harus mengingatkan lagi karena hasil reformasi perpajakan sampai kini belum terasa.
Pada dasarnya, reformasi perpajakan fokus pada tiga hal. Pertama, pembenahan teknologi informasi, basis data dan proses bisnis. Kedua, pembenahan SDM. Ketiga, perbaikan regulasi.
Dari fokus pertama, Ditjen Pajak telah melakukan berbagai langkah antara lain digitalisasi data hingga kerjasama perolehan data dari kelembagaan /kementerian serta implementasi akses informasi keuangan serta Automatic Exchange of Information (AEOI).
Dari sisi pembenahan SDM, Ditjen Pajak berupaya meningkatkan jumlah pegawai baik untuk tenaga pelayanan, pengawasan dan konsultasi maupun pemeriksaan. Namun, kualitas dan mental SDM perlu terus menerus dibenahi karena masih ada pegawai kantor pajak yang tidak update dengan aturan baru.
Dari sisi perbaikan regulasi, pemerintah berupaya melakukan perbaikan dan pengkinian. Pemerintah telah aktif mengikuti perkembangan terkini dalam perpajakan internasional.
Namun dari aspek kepastian hukum, pemerintah terkadang masih lambat dalam menerbitkan peraturan teknis pelaksanaan. Contohnya PP 23/2018 tentang pajak UMKM yg telah terbit sejak 8 Juni 2018 hingga saat ini belum terbit PMK-nya, padahal PP tersebut berlaku efektif 1 Juli 2018.
Pembahasan RUU KUP di DPR juga jalan di tempat. Padahal reformasi regulasi dalam bentuk revisi UU KUP bersamaan dengan revisi UU PPh dan UU PPN sangat penting untuk kelanjutan reformasi perpajakan pasca program amnesti pajak.
Pemerintah juga perlu mendukung lahirnya UU Konsultan Pajak yang resmi menjadi usulan DPR. Peran konsultan pajak sangat strategis untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Wajib pajak lebih nyaman ngobrol dengan konsultan pajak independen, daripada petugas pajak.•
Ruston Tambunan
Managing Partner Citasco
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News