kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tantangan di Making Indonesia 4.0


Rabu, 18 April 2018 / 13:07 WIB
Tantangan di Making Indonesia 4.0


| Editor: Tri Adi

Dunia perindustrian tengah memasuki babak baru pascapencanangan Making Indonesia 4.0. Ini menjadi peta jalan pengembangan industri manufaktur ke depan dan strategi pemerintah menghadapi revolusi industri keempat. Making Indonesia 4.0 diyakini mampu mengantarkan Indonesia masuk dalam peringkat 10 ekonomi terbesar dunia pada tahun 2030.

Hitungan matematis, optimisme pemerintah didukung proyeksi produk domestik bruto (PDB) riil yang tumbuh 6%-7% pada 2018–2030. Akselerasi pertumbuhan ini akan didukung kontribusi industri manufaktur 21%-26% terhadap PDB pada 2030 dari saat ini 20%. Selain itu, pemerintah juga menargetkan pembukaan 10 juta lapangan kerja baru hingga 2030.

Dalam konteks kekinian, Making Indonesia 4.0 dapat menjadi alternatif solusi mengungkit kinerja ekspor. Masih segar dalam benak kita bagaimana Presiden Jokowi mengeluhkan nilai ekspor Indonesia yang kalah dibanding negara tetangga. Menariknya, ketertinggalan ekspor Indonesia dapat dijelaskan melalui perbandingan porsi ekspor produk manufaktur terhadap total ekspor. Ekspor produk manufaktur Indonesia berkontribusi 74% terhadap total ekspor, lebih rendah dari Thailand (88%) dan Malaysia (82%).

Untuk memuluskan rencana tersebut, pemerintah menetapkan lima sektor industri prioritas yang menjadi fokus pengembangan ke depan, yaitu makanan dan minuman, otomotif, elektronik, kimia, serta tekstil. Secara khusus, pemilihan industri otomotif dan elektronik sudah tepat, terutama jika dikaitkan dengan upaya mendongkrak ekspor Indonesia.

United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) menempatkan Competitive Industrial Performance Index Indonesia pada peringkat ke-38, di bawah Malaysia (22) dan Thailand (25). Salah satu poin yang menyurutkan nilai indeks Indonesia ialah porsi ekspor produk manufaktur teknologi menengah dan tinggi yang cenderung menurun. Ekspor produk elektronik Indonesia pada 2012 sebesar 10% dari total ekspor produk manufaktur, dan terus menyusut jadi 7% pada tahun 2017.

Kementerian Perindustrian sendiri telah menyusun sepuluh inisiatif nasional yang bersifat lintas sektoral untuk mempercepat perkembangan industri manufaktur di Indonesia. Namun ada beberapa catatan penting yang patut dicermati. Pertama, dukungan lembaga pembiayaan terhadap industri manufaktur. Per Desember 2017, kredit bank umum ke sektor industri pengolahan sebesar Rp 824 triliun dan menduduki peringkat kedua kredit terbesar setelah sektor perdagangan. Setara 17% terhadap total kredit bank umum.

Kabar baiknya ialah suku bunga kredit industri pengolahan telah menyentuh level single digit sesuai harapan pemerintah. Mengutip Statistik Perbankan Indonesia, suku bunga pinjaman sektor manufaktur dalam tren melandai tiga tahun terakhir, dari 11,63% pada 2014 turun menjadi 9,65% pada akhir 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×