kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tantangan menjaring wisatawan milenial


Senin, 29 Juli 2019 / 10:50 WIB
Tantangan menjaring wisatawan milenial


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Sungguh menarik mencermati tren industri pariwisata domestik belakangan ini. Terlebih di tengah terjadinya bonus demografi di negeri ini, dimana penduduk berusia muda tumbuh dengan pesat, merupakan pasar potensial yang sudah harus segera digarap. Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata (Kempar) nampaknya menyadari hal ini. Terlihat dari target pencapaian kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) yang mencapai 20 juta pada 2019, sepertiganya (hampir 6 juta–7 juta orang) merupakan wisatawan milenial. Sementara untuk wisatawan nusantara, ada sebanyak 28 juta orang.

Bahkan pada tingkat dunia diproyeksi pada 2030 mendatang, pasar pariwisata Asia didominasi wisatawan millenial berusia 15 tahun–34 tahun mencapai 57%. Di China generasi millenial akan mencapai 333 juta, Filipina 42 juta, Vietnam 26 juta, Thailand 19 juta, sedangkan Indonesia 82 juta. Sebuah pasar yang potensial dan menggiurkan. Untuk menyasar kalangan millenial tidaklah mudah. Harus ada strategi marketing yang pas dan jitu.

Fakta menarik lainnya, wisatawan usia 15–29 tahun ternyata menyumbang sekitar 23% dari wisatawan global pada 2016, dan angkanya terus meningkat dari tahun ke tahun. Memang, generasi milenial mungkin belum seluruhnya kuat secara finansial, namun mereka memiliki banyak waktu untuk melakukan perjalanan. Bahkan wisatawan di generasi ini relatif pemberani, dan tidak menyerah pada masalah ekonomi, kerusuhan politik, dan lain-lain. Jika ada peluang, mereka akan melakukan perjalanan, mendapatkan pengalaman, dan menyumbangkan tenaga.

Berubah radikal

Generasi millenial bisa dikatakan paling radikal berubah dibandingkan generasi sebelumnya. Maklum, karena mereka terekspose (terpapar) begitu intens dengan teknologi dan media digital, yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya (gen-babyboomer maupun gen-X). Perubahan dari gen-babyboomer ke gen-X berjalan secara gradual linear. Namun perubahan dari gen-X ke gen-Milenial (Y) terjadi dengan sangat drastis dan radikal. Ujungnya, menghadirkan sebuah generasi dengan nilai, perilaku dan preferensi sangat berbeda. Perubahan ini bersifat disruptif (mengganggu) generasi sebelumnya.

Bagaimana mendekati generasi ini? Tentunya sangat berbeda. Platform digital harus jadi pintu masuk pengembangan wisata milenial di Indonesia, terutama untuk menarik dan meraih wisatawan millenial tersebut. Dunia digital memang menjadi pintu masuk paling banyak bahkan menjadi syarat seseorang masuk dalam kategori milenial. Tentunya tidak hanya berhenti di ranah digital saja. Mereka akan merangsek ke aspek-aspek lainnya, seperti adventurer (petualangan) atau experience (pengalaman yang berbeda atau baru) atau bahkan ada juga yang sekadar berswafoto saja (terutama remaja putri). 

Inilah sebuah era yang disebut sebagai the rise of travelers digital lifestyle. Consumer journey millenial dalam berwisata dan melakukan perjalanan kini telah berubah drastis. Baik pre-trip, selama melakukan trip (mulai dari bandara, di destinasi, makan, transportasi, maupun post-trip, milenial sudah memanfaatkan layanan digital melalui smartphone di genggamannya. Melalui layanan travel agen online, segala urusan wisata mulai dari hulu sampai hilir bisa diselesaikan seketika dan efisien. Kementerian pariwisata dan para pemangku kepentingan dari sektor pariwisata harus merespon fenomena semacam ini dengan cepat.

Model ekonomi sharing dan kolaborasi sebagai ciri dari era digital 4.0 sekarang ini juga menjadi kata kunci untuk mengembangkan industri pariwisata milenial di Tanah Air. Seluruh pelaku wisata harus bersinergi bersama untuk tergabung dalam pemasaran bersama secara digital baik melalui media sosial maupun media digital lainnya secara realtime.

Pemasaran konvensional, selayaknya mulai dikemas ulang sehingga tetap menemukan momentumnya. Kemudian, Kementerian Pariwisata juga harus mulai menjembatani dengan kalender event-event wisata skala nasional dan lokal, yang bernuansa dan berselera serta mengakomodasi kepentingan para anak muda ini (millennial friendy).

Apabila perlu bisa bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) untuk mengembangkan atraksi (pertunjukan) dan cenderamata yang bernuansa milenial. Event-event musik yang digemari anak-anak muda baik skala nasional maupun lokal misalnya, biasanya bisa mengundang kaum muda untuk datang menonton, harus mulai dikemas yang lebih menarik. Nah, atraksi ini harus bisa dikemas dengan kegiatan wisata lain yang berkaitan dengan minat anak muda. Musik genre anak muda, semestinya bisa diakomodasi selayaknya pertunjukan musik jazz, serta aliran genre musik lainnya. Libatkan juga anak-anak muda dalam mendesain dan merencanakan pembuatan atau revisi kalender event wisata di Tanah Air.

Sedangkan pihak otoritas lokal dan nasional harus mulai menyesuaikan regulasi terkait tata kelola destinasi pariwisata unggulan agar melahirkan preferensi berwisata di dalam negeri bagi kelompok millenial. Kemudian, pemerintah, lokal dan nasional, harus terus mendorong semua pihak untuk menggeser sebagian besar lini bisnisnya ke ranah digital. Sementara itu, para pelaku bisnis pariwisata harus mulai memoles produk atau paket pariwisata yang mampu menampung aspirasi berwisata bagi kalangan muda. Seperti paket wisata yang menarik ke destinasi yang unik di dalam negeri, kemudian hotel dengan reservasi sangat mudah dan harga yang sesuai dengan kocek generasi muda, serta atraksi yang unik tapi tetap kekinian.

Dan terakhir adalah bagi daerah, terutama otoritas lokal terkait. Segeralah menginventarisasi destinasi-destinasi wisata unik, yang menawarkan berbagai petualangan dan pengalaman baru bagi generasi milenial. Lalu, bekerja sama secara intens dengan pelaku bisnis yang terkait dengan pariwisata, mulai dari biro wisata sampai para pelaku bisnis kuliner dan perhotelan, untuk memoles, membenahi, upgrading, dan scaling up destinasi wisata tersebut agar bisa segera diperkenalkan kepada kaum milenial. Hanya dengan cara semacam inilah, destinasi wisata Nusantara tidak akan kehilangan potensi pasarnya, yakni generasi milenial. Sekaranglah saatnya untuk mulai menggarap lebih intensif lagi pasar anak muda yang sangat besar kekuatannya. Jangan sampai pasar anak muda direbut oleh negara lain yang juga berlomba menarik kelompok ini untuk berwisata ke negaranya. ♦

Susidarto
Pelaku Industri Pariwisata

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×