kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tantangan proyek kelistrikan


Rabu, 26 September 2018 / 15:22 WIB
Tantangan proyek kelistrikan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tri Adi

Saya menilai, program kelistrikan di Indonesia saat ini tengah menghadapi tiga tantangan. Pertama, soal listrik sebagai kebutuhan energi nasional. Kedua, listrik dalam dimensi bisnis untuk menjaga kepastian investasi. Ketiga, soal menjaga defisit neraca perdagangan, yang berhubungan dengan penguatan kurs rupiah.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana meletakkan titik equilibrium agar ketiga tantangan itu tak berbuah menjadi permasalahan?

Menurut saya, kebijakan pemerintah memundurkan commercial operation date (COD) bagi proyek listrik berkapasitas 10.560 megawatt (MW) menjadi langkah strategis untuk menetapkan titik equilibrium tersebut.

Dari sisi listrik sebagai kebutuhan energi nasional, penyesuaian masa COD itu bukan persoalan, asalkan masih sejalan dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Terlebih, untuk mempertimbangkan pemenuhan reserve margin 30% dan komitmen terhadap pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

Dari sisi neraca perdagangan, pengurangan impor tetap harus dijalankan, tentu dibarengi peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Nah, dari sisi bisnis dan menjaga kepastian investasi, secara substansial, langkah itu sebenarnya sudah strategis.

Pemerintah memberikan kepastian saat proyek telah memasuki masa konstruksi dan sudah memiliki kesepakatan di tingkat kementerian. Maka hal itu tidak akan mengalami kemunduran. Sekali pun ada perubahan kalkulasi, hal tersebut masih wajar, karena memang harus ada kajian teknis dengan mempertimbangkan sejumlah asumsi tertentu.

Bagi saya, pengunduran COD untuk menyesuaikan pertumbuhan ekonomi, yang saat penyusunan program kelistrikan 35.000 MW, dipatok sebesar 7,2%. Namun, realisasi pertumbuhan ekonomi meleset menjadi hanya 5,02%. Sehingga, asumsi pertumbuhan listrik harus disesuaikan dari 8,3% menjadi 6,86%.

Jadi, penyesuaian proyek pembangkit listrik itu terbilang rasional, sesuai dengan sensitivity analysis.•

Fahmy Radhi
Pengamat Energi UGM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×