kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Teknologi finansial dan peluang milenial


Senin, 01 April 2019 / 13:47 WIB
 Teknologi finansial dan peluang milenial


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Teknologi finansial (tekfin) atau lebih dikenal dengan financial tecnology (fintech) yang digarap melalui perusahaan rintisan atau startup, kini seolah sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat, terutama bagi generasi milenial. Penulis merasa, hampir semua kaum milenial akrab dengan tekfin, apapun jenisnya, baik perusahaan dengan produk jasa layanan peminjaman (lending) secara peer to peer, pembiayaan (crowdfunding), perencanaan keuangan (personal finance), proses jual beli saham, pembayaran, dan banyak jenis lainnya.

Lihat saja, secara mengejutkan, tekfin pembiayaan pun mampu berkontribusi terhadap perekonomian dengan nilai yang cukup fantastis. Kepala SubBagian Perizinan Tekfin Direktorat Pengaturan, Pengawasan, dan Perizinan Tekfin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Alvin Taulu mengatakan, pada 2018 lalu, total transaksi dari industri tekfin peminjaman mencapai Rp 26 triliun. Hal ini tentu merupakan bukti bahwa tekfin makin diminati.

Masyarakat yang tak terjangkau perbankan (unbanked), bahkan mereka yang dianggap tidak bankable atau enggak layak untuk mendapatkan pinjaman bank, bisa terayomi dengan keberadaan tekfin yang justru memberikan kebutuhan akses yang di luar jangkauan perbankan. Hanya bermodal KTP elektronik (KTP-el) saja, seseorang bisa mengajukan pinjaman dengan jumlah tertentu.

Hal ini jelas membuat perbankan seolah kebakaran jenggot. Kemungkinan di masa yang akan datang perbankan hanya sekadar tempat menyimpan uang bisa saja. Bahkan, mungkin perbankan akan ditinggalkan jika tak mampu menahan disrupsi dengan kehadiran tekfin yang mampu memberikan akses yang di luar dugaan. Untuk itu, wajar jika banyak ekonom mengatakan, bahwa perbankan kini seolah terimpit dengan dengan keberadaan tekfin yang makin digandrungi.

Begitu populernya startup dan tekfin di tengah masyarakat, membuatnya menyatu dengan berbagai aktivitas sehari-hari. Semua sektor tersentuh oleh tekfin, jika ingin berpergian dalam jarak dekat, aplikasi Go-Jek, Grab, atau yang terbaru yakni Migo sebuah perusahaan rintisan yang meminjamkan sepeda elektrik bisa menjadi solusi. Sementara, jika ingin berpergian menggunakan moda transportasi antarkota, perusahaan rintisan, seperti Traveloka, Tiket.com, Airy, PegiPegi, bisa jadi solusi bagi masyarakat yang ingin membeli tiket dengan harga yang kompetitif.

Bukan hanya itu, kini yang sedang naik daun adalah perusahaan rintisan jasa pembayaran seperti OVO, DANA, LinkAja, juga Go-Pay dari Go-Jek yang gencar memberikan promosi pada setiap transaksi pembayaran di banyak gerai di pusat-pusat perbelanjaan. Bukan hanya itu, tren penggunaan tekfin pembayaran ini pun sudah merambat sampai ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti warteg serta pedagang kaki lima.

Selain mendorong masyarakat untuk lebih kreatif, keberadaan tekfin juga mendorong transaksi nontunai yang sedang digalakkan oleh pemerintah. Bayangkan, di kemudian hari, warung-warung di sekitar rumah Anda juga menerima transaksi nontunai menggunakan tekfin pembayaran. Bahkan, tertera banner promosi berupa potongan harga maupun jenis penawaran menarik lainnya.

Mengelaborasi tekfin

Tak bisa dibantah, kini tren penggunaan tekfin membuat milenial kecanduan. Generasi milenial yang cerdas tentu bisa memanfaatkan tren penggunaan tekfin dengan baik, dan berlaku sebaliknya. Keberadaan tekfin justru seolah mendorong kaum milenial untuk terus menghabiskan uangnya. Alhasil, mitos bahwa milenial adalah kelompok yang tak siap secara finansial, ada benarnya.

Namun, menjadi pihak yang resisten terhadap kehadiran tekfin juga bukan pilihan yang tepat untuk bisa bertahan dalam persaingan ketat perekonomian dewasa ini. Tentu sejatinya, tak akan ada yang bisa membendung kreativitas. Sedangkan, tekfin sendiri adalah buah dari kreativitas dalam bidang ekonomi yang hadir untuk menjawab berbagai keresahan masyarakat selama ini.

Kini, tekfin begitu terasa manfaatnya. Karena faktanya, tekfin berhasil menjawab keresahan masyarakat terkait biaya ekonomi yang tinggi dengan hal-hal yang praktis.

Menurut penulis, generasi milenial harus mengartikan tekfin sebagai stimulus untuk mendorong kreativitas dalam persaingan pasar yang semakin ketat. Untuk itu, selain dipaksa untuk berpacu menciptakan inovasi berupa tekfin dengan pengembangan startup, milenial harus melihat pesatnya tren perkembangan tekfin sebagai peluang untuk melakukan elaborasi maupun kolaborasi.

Bersaing untuk menciptakan startup yang dibutuhkan masyarakat, ini tentu tak semudah membalik telapak tangan. Butuh kerja keras, bahkan pengorbanan. Tak jarang para penggiat startup menghabiskan uang sia-sia atau istilahnya "bakar uang" dalam jumlah besar untuk membangun startup yang mereka dambakan. Walaupun dengan konsep yang matang, ternyata banyak startup terpental di tengah masyarakat lantaran persaingan ketat dengan nama-nama ternama atau lantaran pangsa pasar yang kurang potensial.

Mengantisipasi hal tersebut, generasi milenial sebaiknya memanfaatkan tekfin sebagai peluang untuk menjadi seorang wirausaha. Milenial bisa memulai dengan usaha apapun, tentu juga diikuti dengan kecermatan melihat peluang dan tren pasar ke depan. Mengikuti perkembangan tren di kalangan milenial juga bisa menjadi solusi yang tepat.

Kemudian, jika sudah memulai bisnis, maka pilihlah tekfin yang menunjang pemasaran produk, seperti melalui Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan banyak lainnya. Sementara kalau ingin memulai dengan bisnis kuliner, maka siap-siap untuk bermitra dengan Go-jek maupun Grab melalui bantuan Go-Food maupun GrabFood. Selain itu, sertakan metode pembayaran melalui tekfin pembayaran. Praktis dan tentunya lebih menarik.

Ingat, harapan besar bangsa ini kepada generasi milenial, bukan untuk menjadi seorang pegawai negeri. Namun, menjadi pengusaha baru yang mampu membuka ribuan lapangan pekerjaaan. Lahirnya banyak wirausaha baru tentu akan menjawab permasalahan bangsa terkait banyaknya pengangguran yang selama ini sulit untuk dipecahkan.

Indonesia yang beberapa tahun belakangan terjebak dalam angka pertumbuhan ekonomi 5%, adalah bukti bahwa ekonomi domestik Indonesia tak begitu kuat. Faktor tekanan ekonomi global tentu tak seharusnya selalu menjadi alasan, tapi justru membuktikan ekonomi Indonesia sudah cukup kuat.♦

Delly Ferdian
Peneliti di Indonesia Indicator Jakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×