kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.928.000   2.000   0,10%
  • USD/IDR 16.520   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Terbuka dengan Kritik?


Senin, 22 Februari 2021 / 11:51 WIB
Terbuka dengan Kritik?
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Presiden Joko Widodo minta masyarakat lebih aktif menyampaikan kritik atas kinerja pemerintah. Pernyataan itu disampaikan menyusul munculnya tudingan ke pemerintah yang cenderung antikritik.

Faktanya memang sebagian besar individu yang bersuara dan menyampaikan kritik malah dilaporkan ke polisi dan dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Terbaru mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin yang dilaporkan oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni ITB ke Komisi Aparatur Sipil Negara ( KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Tentunya kritik-kritik Din Syamsuddin memicu pelaporan oleh GAR ITB karena dinilai melanggar prinsip kepegawaian. Pelaporan terhadap Din Syamsuddin tersebut sontak ramai diperbincangkan.

Dan, tak lama dari situ keluar statement Jokowi yang mempersilahkan publik mengkritik ke pemerintah. Yang pasti, bukan semata-mata kasus Din yang memicu keluarnya statement tersebut. Sebelumnya juga mencuat ke publik laporan hasil survei The Economist Intelligence Unit (EIU) yang mendapati indeks demokrasi Indonesia turun.

Indonesia menempati peringkat 64 dari 167 negara dunia. Merosotnya indeks demokrasi tersebut bersamaan dengan bergulirnya berbagai kritik mengenai kebebasan berpendapat di dalam negeri.Sadar pemerintahannya kini mendapat sorotan dalam hal kebebasan menyatakan pendapat, Jokowi tidak saja mempersilahkan kritik. Tapi juga meminta dilakukannya revisi UU ITE. Maklumlah, pasal multitafsir UU ITE memang kerap digunakan dalam hal lapor-melapor.

Namun, keseriusan Jokowi merevisi UU tersebut patut dipertanyakan. Pasalnya, respon di tingkat anak buahya cenderung berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, misalnya, cenderung mengarahkan pada pembuatan pedoman interpretasi atas UU kontoversial tersebut, tanpa masuk ke urusan revisi UU ITE.

Tak heran, kalau banyak pihak mensinyalir mengemukanya wacana revisi UU ITE hanya sebatas alat pencitraan. Bila benar, Jokowi tegas ingin menegakkan demokrasi yang terbuka terhadap kritik, maka revisi UU ITE menjadi tolak ukur.

Bila revisi UU ITE ini benar bergulir, tentu publik sepenuhnya percaya bahwa ke depannya Presiden Jokowi menganggap penting kritik untuk merawat demokrasi negara.

Penulis : Havid Febri

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×