kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Terlambat


Kamis, 14 November 2019 / 19:58 WIB
Terlambat


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Dalam sepekan ini, kita menyaksikan dua tawaran investasi bodong yang bikin heboh. Satu adalah Akumobil, yang menawarkan kendaraan baru berbanderol murah, serta Kampoeng Kurma dengan kaveling tanah berkonsep syariah.

Kini, korban dari tawaran itu bermunculan. Korban Akumobil berkisar 1.300 orang dengan kerugian sekitar Rp 100 miliar. Adapun kerugian Kampoeng Kurma belum dihitung.

Nah, berbarengan menyeruak pula kasus arisan online (arsol) di Bekasi, yang diduga bermasalah hingga para pesertanya lapor polisi. Arsol yang bermasalah ini punya sejarah lebih panjang, karena mereka sudah menghimpun dana sejak tiga tahun lalu. Program yang ditawarkan beragam, dari arisan online, pembelian kendaraan tanpa riba.

Seperti yang sudah-sudah, kasus investasi bodong yang timbul ini layaknya puncak gunung es. Menurut catatan OJK, dalam kurun waktu 10 tahun, dari 2008 sampai 2018, kerugian akibat investasi bodong di Indonesia mencapai Rp 88,8 triliun.

Dengan berbagai cara, Pemerintah berusaha memberantas tawaran investasi bodong ini. Sebut saja dua kasus di atas. Pada Agustus 2019, Satgas Waspada Investasi mengeluarkan daftar 14 perusahaan yang diduga menawarkan investasi bodong. Akumobil dan Kampoeng Kurma ada dalam daftar itu.

Namun, masyarakat tetap saja tergiur iming-iming Suzuki Ignis seharga Rp 50 juta dari Akumobil, lantas terjebak di situ. Begitu pun Kampoeng Kurma yang menjanjikan refund, sehingga bikin investor dan calon investornya tenang.

Janji manis dan akses mudah lewat media sosial, lebih menggiurkan ketimbang peringatan agar masyarakat kritis. Satgas Waspada Investasi menerapkan banyak strategi untuk memberantas investasi bodong, tapi celah penipuan tampak menjanjikan bagi pelaku investasi bodong. Apalagi, yang namanya orang tergiur, tidak mengenal strata sosial dan pendidikan.

Minggu ini, misalnya, Monetary Authority of Singapore merilis bahwa mereka sudah menambahkan 300 pihak dalam Investor Alert List selama lima tahun terakhir. Itu dua kali lipat ketimbang yang dicatatkan antara 20042014. Negara seperti Singapura yang tingkat literasi keuangannya 60%, dibandingkan Indonesia (28%), ternyata masih marak tawaran investasi bodong.

Supaya kerugian investasi abal-abal berkurang, harusnya regulator lebih rajin melakukan sosialisasi. Jadi, konsumen yakin bersikap sebelum terlambat.

Penulis : Hendrika Y.

Managing Editor

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×